Aksinews.id/Lewoleba – Ini baru pertama kali terjadi di Lembata, juga di sekolah. SMAS Frater Don Bosco Lewoleba menggelar pentas lima teater dalam satu malam pada Sabtu (1/4/2023). Ini merupakan ujian akhir pada siswa kelas XII, yang akan menamatkan pendidikannya di sekolah tersebut.
Lima rombongan belajar dari lima kelas berbeda menampilkan pentas teater secara berkelompok. Mereka bahkan meminta pelatih teater dari luar sekolah. Acara ini dilengkapi dengan pameran kreasi siswa siswi, baik kuliner maupun hasil kerajinan tangan.
“Ini baru pertama kali terjadi, satu malam pentaskan lima teater. Waduh, luar biasa sekali SMATER Lewoleba,” ungkap Berto, aktivis Teater Suara, yang diamini Agni Langobelen, ketua Teater Suara, saat mengomentari pentas teater tersebut.
Salah satu adegan pentas teater, yang memukau penonton. (foto: Rian Arjen/Smater Don Bosco Lewoleba)
Para siswa yang tampil dalam pentas teater menampilkan kemampuan akting yang mampu memukau penonton. Sorak-sorai dan gemuruh tepuk tangan penonton bikin suasana pentas semakin hangat. Apalagi, yang menyaksikan pentas ini tak cuma kalangan civitas SMATER Lewoleba, tapi juga menghadirkan orang tua siswa, dan sejumlah aktivis teater di Lembata, seperti komunitas Teater Suara-Lewoleba, dan komunitas KOPA Ile Ape.
Hadir pula Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Quintus Irenius Suciadi, mewakili Penjabat Bupati Lembata, Marsianus Jawa, untuk membuka kegiatan yang bertajuk Pentas Seni Bara Suara dan Kreasi Siswa, di aula SMAS Frater Don Bosco, Lewoleba, Sabtu (1/4/2023).
Dalam sambutan yang dibacakan Irenius Suciadi, Penjabat Bupati Lembata Marsianus Jawa menyampaikan bahwa permasalahan di dunia pendidikan saat ini bukan hanya menyangkut mutu pendidikan saja tetapi juga soal mental dan karakter siswa.
Di hadapan Ketua Yayasan Don Bosco Manado Perwakilan Lembata, Fr. Yonas Paso, Kepala Sekolah, guru dan orang tua siswa serta para undangan, Bupati menekankan bahwa siswa pandai dan terampil saja tidak cukup kalau tidak diimbangi dengan budi pekerti yang baik. Dia menginginkan, pelajar Pancasila itu harus kompeten, berkarakter dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Pelajar yang seperti itu, menurutnya, memiliki profil utuh dengan keenam pembentukan diri, yakni beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, mandiri, bergotong royong, berkebhinekaan global, bernalar kritis dan kreatif. “Keenam dimensi inilah yang membentuk karakter siswa menjadi utuh sesuai tujuan akhir pendidikan kita,” jelas Bupati Jawa.
Ia pun kemudian menyampaikan apresiasi kepada lembaga pendidikan SMAS Frater Don Bosco Lewoleba yang sudah menjalankan Proyek Penguatan Profil Pelajaran Pancasila (P5), bagi siswa siswi di sekolah ini.
“Dengan mengaplikasikan proyek ini sebagai salah satu kegiatan kokurikuler kita telah menguatkan kompetensi dan karakter siswa siswi SMAS Frater Don Bosco Lewoleba,” ungkap Marsianus.
Hal yang senada juga disampaikan oleh Kepala SMAS Frater Don Bosco Lewoleba, Fr. Norbertus Banusu dalam laporan singkatnya. Ia saat itu menyampaikan bahwa segala sesuatu dimulai dari ide. “Dari ide orang bekerja untuk mewujudkannya dan bisa menjadi segala sesuatu yang bisa kita katakan indah, bisa kita katakan sebuah seni,” kata Norbertus.
Terhadap ide tersebut, Ia selanjutnya menyampaikan bahwa sekolah Frater Don Bosco Lewoleba telah memasuki suatu era baru di dunia pendidikan saat ini, yaitu merdeka belajar. Merdeka dimana siswa tidak lagi sebagai obyek eksploitasi tetapi sebagai subjek mandiri yang berkarakter Pancasila. Subyek yang terus mengembangkan bakat dan talenta diri melalui ide, gagasan dan menciptakan inovasi-inovasi baru.
Asisten I Setda Lembata Quintus Irenius Suciadi memukul gong dimulainya kegiatan pentas teater dan pameran kewirausahaan. (foto: prokompimda Setda Lembata)
“Generasi yang merdeka, bangsa yang merdeka, komunitas pembelajar sekolah yang merdeka dan seluruh aktivitas kegiatan di sekolah ini merupakan aktivitas yang merdeka,” jelas Kepala Sekolah Don Bosco ini.
Dia melaporkan bahwa kurikulum merdeka belajar sudah diterapkan di sekolah Frateran pada tahun ajaran 2022-2023 ini. “Untuk tahun ajaran ini, kurikulum merdeka belajar telah diterapkan di kelas X,” kata Banusu.
Namun demikian, menurutnya kurikulum merdeka belajar ini sudah dijiwai oleh para guru dan para siswa di SMAS Frater Don Bosco Lewoleba ini walaupun kelas XI dan kelas XII masih menggunakan kurikulum lama.
Adapun pementasan seni teater kelas XII bersamaan dengan kelas X hari ini, merupakan panggung pertunjukan seni budaya terakhir bagi siswa kelas XII sebelum mereka mengakhiri seluruh pembelajaran mereka di SMAS Frater Don Bosco Lewoleba.
Ia mengapresiasi kehadiran orang tua di acara ini sebagai ungkapan turut memberikan support kepada anak-anak didik kita. Apa yang sudah diajarkan di sekolah ini sebagai komunitas merdeka belajar akan kita saksikan dalam penampilan mereka baik dalam pementasan teater ataupun melalui pameran-pameran produk lokal yang dipajang di stan-stan.
Menurutnya, kegiatan ini adalah bagian dari upaya untuk mempertunjukkan apa yang disebut dengan Profil Pelajar Pancasila. Profil dimana menurutnya siswa siswi dituntut untuk memiliki tanggung jawab, memiliki kreativitas, memiliki kemampuan mengungkapkan dan mengekspresikan seni mereka dalam kehidupan nyata.
Acara itupun dibuka secara resmi, ditandai dengan pemukulan gong sebanyak tiga kali dan penarikan undian berhadiah. Kemudian dilanjutkan dengan penampilan teater Rumah Kosong dari siswa kelas XII dan ajang pameran produk makanan lokal serta karya seni dan foto dari siswa kelas X dan kelas XI. Untuk kelas X, kali ini menampilkan produk pangan lokal berupa pudding, mie, kue bagea, kue kering, kembang goyang, stick, teh, bulo kukus. Uniknya lagi, semuanya itu dibuat dari daun kelor dan dikombinasikan dengan tampilan putu dan jagung titi.
Sementara kelas XI menampilkan produk kewirausahaan dan kerajinan seni berupa karya lukisan dan foto serta kerajinan tangan lainnya. Semua itu di expo melalui stan-stan pameran yang ada di dalam aula SMAS Frater Don Bosco Lewoleba.
Seorang guru pendamping sempat menyampaikan bahwa semua hasil karya kelas X yang dipamerkan ini merupakan program pendidikan kearifan lokal dari kurikulum merdeka. Ada juga program gaya hidup berkelanjutan dan rekayasa oleh anak-anak kelas XI. Ia menyebut bahwa ini merupakan panen projek Pancasila.
Terhadap kegiatan bara suara dan kreasi siswa pentas teater pameran kewirausahaan gelar karya projek penguatan profil pelajar Pancasila ini, orang tua dan tamu undangan begitu antusias. Mereka bangga atas pencapaian karya siswa siswi yang begitu menarik. Dan sebagai bentuk penghargaan, banyak produk peserta yang dibeli.(AN-01/Prokompim Setda Lembata)