Para siswa kelas XII SMA Seminari San Dominggo Hokeng atau akrab disapa Laskar 69 mengadakan Kemah Rohani, selama dua hari, tanggal 21 – 22 Maret 2023. Ini adalah salah satu kegiatan rutin tahunan yang dikhususkan untuk para siswa kelas XII dalam tahun pembinaan yang terakhir menjelang Ujian Akhir Sekolah (UAS) yang akan diselenggarakan serentak di seluruh Kabupaten Flores Timur mulai tanggal 12 April mendatang.
Kegiatan ini menjadi momen bagi Laskar 69 untuk sejenak “keluar dari rumah” dan “mengasingkan diri”serta merefleksikan kembali motivasi panggilannya juga sambil menyusun kembali niat dan strategi dalam “perang puncak” ujian akhir semester sebagai “musuh” terakhir setelah empat tahun dibina dan ditempa sebagai calon imam Seminari Menengah San Dominggo Hokeng.
Romo Sirilus L. Wutun, Pr menjatuhkan pilihan pada Pantai Gua Maria Baujawa sebagai tempat camping rohani tahun ini.
Punggawa-punggawa Laskar 69 berangkat dari SESADO tepat pukul 14.00 Wita dan setelah melalui perjalanan kurang lebih 45 menit, bus kayu SESADO 03 dan 04 sampai di pantai Gua Maria Baujawa, Stasi St. Fransiskus Xaverius Baujawa, Desa Watowara, Kecamatan Titehena, Kabupaten Flores Timur.
Stasi yang tergolong kecil dengan tidak lebih dari 30 kepala keluarga ini terletak 2 km dari pusat paroki St. Maria La Salette Lato. Sekitar 100 meter dari perkampungan, para seminaris disuguhkan dengan pemandangan pantai nan indah dengan tempat doa berupa patung Bunda Maria di atas perahu serta hiasan khas pantai lengkap dengan bangku, altar, serta mimbar untuk merayakan ekaristi.
Di sebelah kiri patung, terdapat sebuah pohon kapuk besar dan rindang, dikelilingi pemandangan alam yang indah. Pantai ini juga dilengkapi dengan toilet umum dan tempat mengganti pakaian yang memang sangat membantu para pengunjung.
Saat sampai di tempat tujuan,ternyata lokasi perkemahan sudah dibersihkan dan disiapkan oleh umat stasi Baujawa.Para seminaris langsung bergerak dalam tugas masing-masing. Memotong kayu dan bambu untuk keperluan properti teater, memasang tenda, dan tempat masak darurat.
Seksi konsumsi sibuk menata peralatan masak serta mempersiapkan makan malam. Tidak lupa pula, seturut tema APP Keuskupan Larantuka: Keadilan Ekologis Sebagai Ekspresi Iman, beberapa siswa ditugaskan untuk menanam beberapa anakan pohon dan tanaman hias di sekitar lokasi Gua Maria Baujawa, sebagai wujud keikutsertaan para seminaris merawat lingkungan.
Semburat senja timbul di langit barat pantai Baujawa. Sungguh indah. Tenda-tenda sudah didirikan. Setelah selesai mempersiapkan segala sarana pendukung kegiatan, para seminaris Laskar 69 membersihkan diri untuk mengikuti Renungan Pertama.
Ada hal menarik yang kami temukan saat pertama kali sampai ke tempat perkemahan ini. Tak jauh dari lokasi perkemahan, ada mata air yang berasal dari gunung. Bila ingin menggunakannya, kita harus membuat lubang di pasir dan air bersih pun akan muncul dan memenuhi lubang yang kita buat.
Renungan pembuka terjadi pukul 18.20 Wita. Renungan dengan tema ‘Menjadi Air Kehidupan Bagi Gereja, Sesama, dan Masyarakat” dibawakan oleh Frater Oskarius Do’o Bei, SVD, salah satu pendamping siswa kelas XII.
Dalam renungan ini, Frater Oskar menekankan pentingnya menjadi seperti air yang menghidupkan dan menyuburkan dalam usaha membangun Gereja dan masyarakat serta dalam hubungan kita dengan sesama.
Setelah makan malam, kegiatan dilanjutkan dengan mementaskan teater berjudul “God’s Book” yang dipentaskan di pinggir pantai, disaksikan oleh umat stasi St. Fransiskus Xaverius Baujawa dengan sangat antusias. Teater ini menceritakan tentang Allah yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya dalam kitab Kejadian 1:1-31. Alam ciptaan Allah ini kemudian dirusak oleh manusia yang menguasainya secara tidak bertanggung jawab. Di tengah kerusakan ini, datanglah Bogi Burak, seorang wanita zaman dahulu yang dalam mitos setempat mengorbankan dirinya untuk memulihkan alam, menumbuhkan padi untuk saudara-saudaranya.
Dalam mitos masyarakat Lamaholot, Bogi Burak dikenal sebagai Tonu Wujo. Sosok ini juga dikenal sebagai Ine Pare dalam legenda masyarakat Lio. Sosok ini merupakan sosok Dewi Padi masyarakat lokal yang diceritakan dengan versi yang hampir sama, yakni sebagai perempuan yang mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan orang-orang di sekitarnya dari bencana kelaparan. Pengorbanan Boni Burak sebagai upaya menyelamatkan manusia dari bencana dikemas dalam teater sederhana yang dimainkan oleh kelompok teater Laskar 69 dengan sangat memukau.
“Manusia tidak boleh sombong dengan alam, karena dalam kisah penciptaan manusia adalah makhluk yang diciptakan paling akhir setelah Allah menciptakan langit, bumi, tumbuhan, dan hewan.” Itulah penggalan komentar dari Prinz Danga, salah satu anggota kelompok teater ketika menjelaskan maksud dari teater, setelah dipentaskan.
Acara dilanjutkan dengan mendengarkan pesan-pesan dan cerita sejarah dari tokoh masyarakat stasi Baujawa, Lukas Letu Open yang menceritakan banyak hal tentang sejarah desa Baujawa, cerita-cerita rakyat, asal usul penduduk Baujawa, serta cerita sejarah lokasi wisata yang juga menjadi tempat ziarah umat Katolik ini.
Menurut bapak Lukas, Tonu Wujo dalam legenda masyarakat Lamaholot, dihayati sebagai Bunda Maria. “Bunda berkorban, beri makan kita, Yesus berkorban, tebus dosa kita,” kata Lukas dengan penuh semangat.
Selanjutnya, untuk menutup hari, para seminaris melakukan meditasi dan doa bersama di depan Gua Maria.
Keesokan harinya, setelah bangun dari tidur, para seminaris mengikuti meditasi yang dipandu oleh teman-teman anggota Tunggal Hati Seminari (THS). Setelah meditasi, para seminaris menyiapkan diri untuk mengikuti perayaan ekaristi. Perayaan ekaristi terjadi pukul 07.00 Wita, dipimpin oleh Romo Sirilus L. Wutun, Pr.
Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan makan pagi bersama. Setelah makan, para seminaris, dan para guru yang hadir mengadakan sharingbersama. Para seminaris memberikan kesan-pesan mereka dalam mengikuti proses pembinan selama satu semester terakhir dan tidak lupa pula memberikan masukan bagi pembina berkaitan dengan program pembinaan para calon imam.
Para guru dan pembina juga mendapat kesempatan memberikan kesan dan pesan mereka selama satu semester terakhir, juga memberi nasihat berkaitan dengan persiapan ujian serta memberi semangat dalam mengikuti proses pembinaan bagi para punggawa Laskar 69 yang mana perkemahan ini adalah yang terakhir bagi mereka sebagai siswa Seminari Menengah San Dominggo Hokeng.
“Para guru selalu memberikan yang terbaik bagi teman-teman, dan sekarang teman-teman juga harus memberikan yang terbaik yaitu dengan mengerjakan soal-soal dengan jujur,” kata Grace Natalia D. Sumba, selaku ibu wali kelas XII IPA.
“63 siswa kelas XII yang ada disini semuanya memikul harapan dari orangtua masing-masing. Memang menjadi seminaris tidak mudah. Banyak tuntutan, tapi ini pilihan yang sudah diambil. Kalau orangtua berjuang berdarah-darah untuk membiayai teman-teman, teman-teman juga harus berjuang berdarah-darah dalam ujian nanti,” kata Devi Koban, guru mata pelajaran Bahasa Indonesia.
“Kalian harus menjadi versi terbaik dari diri sendiri,” pesan frater Rian Rotok selaku pendamping kelas XII.
Setelah dikuatkan dari pesan-pesan dan motivasi pembina, para seminaris diperbolehkan menikmati kesegaran laut Baujawa yang saat itu sedang pasang. Para seminaris menikmati waktu-waktu kebersamaan dengan rekreasi bersama tidak lupa pula menikmati keindahan dan kesegaran laut Baujawa dengan memamerkan kemampuan berenang berbagai gaya.
Hari mulai sore, para seminaris mulai membereskan segala peralatan dan melakukan pembersihan. Setelah semuanya selesai, para seminaris berkumpul bersama umat stasi Baujawa untuk berpamitan. Romo Silu Wutun, Pr mewakili para seminaris mengucapkan limpah terima kasih kepada seluruh umat atas partisipasi dan kesediaan untuk menyukseskan kegiatan Kemah Rohani tahun ini, sejak kedatangan sampai kembalinya para siswa kelas XII Laskar 69 ke rumah SESADO.
Ketua Stasi St. Fransiskus Xaverius Baujawa, Paskalis Kolong Weking mengatakan, ia bersama umat stasi merasa sangat senang dapat membantu menyukseskan kegiatan. Desa mereka adalah desa kecil dengan tidak lebih dari 30 kepala keluarga, tetapi mereka berusaha sebisa mereka. “Sekolah baik-baik. Kedepannya kita belum tahu bagaimana, yang penting tetap semangat dalam belajar,” pesan bapak Paskalis.
Sebelum kembali ke Rumah Rahim Kehidupan dan Taman Kegembiraan SESADO, para seminaris mengucapkan terima kasih kepada umat stasi dengan berjabatan tangan dan berpamitan.
“Daaa ema… terima kasih banyak… nanti kami pesiar ke sini lagi,” ucap Tian Lamak dan Amky Wungu dengan haru karena belum ingin kembali ke Hokeng. (Anjas Peurapeq, Siswa SMAS Seminari San Dominggo)