Aksinews.id/Jakarta – Pembubaran ibadah di Gereja Kristen Kemah Daud, Bandar Lampung, menuai kecaman dari berbagai kalangan. Salah satunya dari aktivis Jaringan Islam Liberal, Mohamad Guntur Romli.
Guntur Romli mengecam aksi Ketua RT 12 Rajabasa Jaya, Wawan Kurniawan yang membubarkan ibadah di Gereja Kristen Kemah Daud di Jalan Soekarno Hatta, Gang Anggrek, Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung pada Minggu (19/2/2023).
Dirinya mengecam aksi Wawan yang terekam kamera dan viral di media sosial itu. Dalam postingannya, Guntur Romli mengunggah sebuah video pasca Wawan membubarkan ibadah di Gereja Kristen Kemah Daud.
Terlihat sejumlah ibu menangis histeris karena kecewa tidak bisa lagi beribadah. “Ibu ini menangis histeris, karena ibadah hari Minggu di Gereja GPKD Bandar Lampung dihentikan,” tulis Guntur Romli.
Dirinya sangat menyesalkan hal tersebut. Guntur Romli pun menganalogikan penolakan tersebut apabila dialami oleh umat muslim. “Pria berkaos biru & bertopi ini gak punya otak & hati, coba kalau muslim lg sholat, lg sujud terus dipaksa berhenti, Pak @jokowi perintah bapak tdk dilaksanakan dgn baik di bawah,” jelasnya, sebagaimana dikutip wartakotalive.com.
Atas hal tersebut, dirinya meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengambil langkah tegas. Dirinya bahkan memposting potret Wawan dari hasil tangkapan layar video yang beredar.
“Tandai dulu Komuk Pria berkaos biru & bertopi yg memaksa menghentikan Ibadah Hari Minggu Gereja Protestan Kemah Daud di Bandar Lampung,” tulisnya.
Berikut Kronologi Versi Mohamad Guntur Romli
Namanya Wawan, Ketua RT 12. Begini kronologinya: Kejadian Penghentian Paksa Ibadah di Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD). Hari Minggu19 Feb 2023, sekitar pukul 09.30 WIB. Alamat TKP Jl Soekarno Hatta Gang Anggrek RT 12 Kelurahan Rajabasa Jaya Kec Rajabasa Kota Bandar Lampung. Sekitar 5 orang warga ke lokasi Gereja GKKD. Salah satu warga adalah Ketua RT 12.
Wawan memasuki pekarangan Gereja dengan melompat masuk naik manjat lewat Pagar Gereja yang saat itu pagar terkunci.
Wawan langsung mendobrak Pintu Masuk Utama Gereja dan ngamuk-ngamuk ke dalam Gereja di mana saat sedang ibadah berlangsung dan memaksa ibadah segera dihentikan dan menyuruh keluar semua jemaat Gereja.
Jemaat Gereja sudah minta waktu ke Wawan sekitar 1 jam agar Ibadah tetap berlangsung sampai selesai tetapi Wawan Ketua RT 12 tetap mengamuk di dalam Gereja terjadi keributan dan Wawan mendorong dan mengancam Pak Pendeta akan membawa warga yang lebih banyak.
Sekitar 15 menit kemudian datang dari Kepolisian Sektor Kedaton dan meredam suasana yang sedang ricuh. Akhirnya, semua Jemaat pulang dari TKP Gereja GKKD dan ibadah tidak selesai.
Sekitar pkl 15 berkumpul di Gereja beberapa tokoh masyarakat dan aparat kepolisian, Kanwil Agama, FKUB, Camat Rajabasa, Lurah, Kasat Intel Polresta, dan lain-lain.
Dalam Pertemuan itu tidak ada hasil kesepakatan, karena tuntutan Jemaat Gereja adalah beribadah karena beribadah adalah hak setiap warga negara dan dijamin UUD 45. Di mana Gereja GKKD juga sudah ada ijin persetujuan warga sekitar dan memberikan pendukung 75 tanda tangan beserta Photo Copy KTP dan Tanda Tangan RT Iwan, RT 04, RW, Babinsa, Babinkhatibmas tahun 2014.
Hanya Ketua RT yang Menolak
Video Ketua RT 12 Rajabasa Jaya, Wawan Kurniawan membubarkan ibadah di Gereja Kristen Kemah Daud di Jalan Soekarno Hatta, Gang Anggrek, Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung pada Minggu (19/2/2023) viral di media sosial.
Dalam video yang berdurasi 26 detik itu, Wawan yang mengenakan topi hitam, baju biru tua, serta celana hitam menghentikan aktivitas jemaat di Gereja Kemah Daud Bandar Lampung.
Aksinya yang menerobos masuk ke dalam gereja pun sempat dihentikan oleh seorang jemaat, namun Wawan terlihat merangsek masuk dan meminta seluruh jemaah untuk berhenti beribadah. “Sudah pak, sabar-sabar, mau ibadah pak,” kata seseorang dalam video tersebut.
Terkait hal tersebut, Wawan Kurniawan mengaku dirinya tidak membubarkan ibadah di Gereja Kemah Daud, pada Minggu (20/2/2023). Ia menyebut, kedatangannya ke Gereja Kemah Daud guna mengingatkan terkait perizinan. Pasalnya, menurut Wawan, gereja tersebut tak memiliki izin. Ya, “Tidak ada perizinan, makanya kami datang untuk mengingatkan,” kata Wawan.
Wawan juga mengungkapkan, kemarin ia datang hanya bersama linmas dan juga lurah setempat. “Kami datang untuk mengingatkan, karena memang ini tidak ada izinnya,” paparnya.
Penjelasan Lurah
Lurah Rajabasa Jaya, Rajabasa, Bandar Lampung, Sumarno menyebut, Gereja Kemah Daud Bandar Lampung tak memiliki izin.
Lantaran tak memiliki izin itulah, Sumarno beserta Linmas dan Ketua RT setempat, datang memberi imbauan kepada pihak Gereja Daud, pada Minggu (20/2/2023).
Sumarno mengatakan, gedung yang digunakan Gereja Kemah Daud awalnya mengajukan izin pada tahun 2014 sebagai gedung yang digunakan untuk Pilpres. Akan tetapi setelahnya, tempat tersebut digunakan tempat beribadah.
Kemudian pada surat pernyataan yang tertulis pada 10 Desember 2016 dan ditandatangani pihak gereja yakni Naik Siregar, dituliskan tiga point antara lain:
1. Gedung GKKD belum memiliki izin sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Mendagri No 8 Tahun 2006/No 9 tahun 2006 tentang pendirian rumah ibadat.
2. Adanya penolakan dari warga Kelurahan Rajabasa Jaya.
3. Dengan ini menyatakan tidak akan menggunakan gedung tersebut untuk kegiatan peribadatan dalam bentuk apapun, sebelum ada izin pemerintah berdasarkan SKB Mendagri dan Menag.
Dalam surat pernyataan tersebut ditandatangani RT 12, tokoh agama, Bhabinkamtibmas, Naik Sirergar, dan beberapa tokoh lain.
FKUB Sebut Salah Paham
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bandar Lampung Purna Irawan mengeklain insiden itu hanya kesalahpahaman.
Berdasarkan hasil mediasi, ditemukan bahwa masalah yang terjadi karena gedung yang dijadikan tempat gereja belum diubah statusnya sebagai tempat ibadah.
Dia mengatakan, jika mengacu pada Peraturan Bersama Kemendagri dan Kemenag Nomor 09/8 tahun 2006, rumah bisa dijadikan statusnya sebagai tempat ibadah. Namun, ada persyaratan yang harus dipenuhi.
Dengan adanya persyaratan itu, warga setempat meminta agar pihak gereja untuk memenuhinya terlebih dahulu.
Purna mengatakan, sudah ada mediasi antara aparatur RT setempat dengan pihak gereja. “Ada miskomunikasi antara warga dan jemaat gereja,” kata Purna dihubungi Kompas.com, Senin (20/2/2023).
Berdasarkan hasil mediasi, ditemukan akar masalah yakni gedung yang dijadikan sebagai gereja itu belum diubah statusnya sebagai tempat ibadah. “Statusnya belum tercatat sebagai gereja, masih sebagai rumah tinggal,” kata Purna.
Dia mengatakan sebenarnya jika mengacu pada Peraturan Bersama Kemendagri dan Kemenag Nomor 09/8 tahun 2006, rumah bisa dijadikan statusnya sebagai tempat ibadah. “Memang bisa jika berdasarkan peraturan bersama itu, tetapi ada persyaratan yang harus dipenuhi,” kata Purna.
Dengan adanya persyaratan itu, warga setempat meminta agar pihak gereja untuk memenuhinya terlebih dahulu.
“Sementara dari pihak gereja ada nilai-nilai keagamaan yang harus dilakukan. Sehingga terjadilah miskomunikasi itu,” kata Purna.
Lebih lanjut dia mengatakan, hasil mediasi kemarin pihak gereja diminta untuk memenuhi syarat-syarat terlebih dahulu. “Jika syarat terpenuhi, jemaat bisa tenang dan lancar dalam menjalankan ibadahnya, itu yang kita harapkan,” kata Purna. (*/AN-01)