Kita mungkin mengenal Brazil karena penampilan apik para pesepakbolanya. Dari Pele, Ronaldo, Ronaldinho hingga Neymar, Brasil selalu punya stok pesepakbola yang punya nama besar. Tapi, tahukah Anda, bahwa sebuah ketidakadilan dahsyat juga terjadi di Brazil? Kondisi suku Yanomami, salah satu kelompok penghuni hutan Amazon, Brasil, dalam kondisi sekarat. Ratusan anak suku Yanomami, dilaporkan BBS News Indonesia, meninggal dunia karena kurang gizi.
Kelompok pembela hak masyarakat adat dan otoritas kesehatan Brasil mengungkapkan, lebih dari 500 anak Suku Yanomami telah meninggal dunia akibat penyakit yang mestinya dapat dicegah sejak 2019.
André Siqueira, seorang dokter dari Yayasan Oswaldo Cruz (Fiocruz) – salah satu lembaga kesehatan ternama di Brasil, meski hanya menghabiskan beberapa hari di cagar adat Yanomami di Amazon sebagai utusan khusus Organisasi Kesehatan wilayah Pan-Amerika yang meliputi Amerika Utara dan Selatan, ia sudah melihat betapa parahnya kondisi di sana. Tidak heran, kalau masalah itu menjadi sorotan media nasional dan internasional.
“Apa yang kami amati adalah situasi yang sangat genting dari segi kesehatan, dengan pasien-pasien menderita gizi sangat buruk, infeksi saluran pernapasan, banyak kasus malaria dan penyakit diare. Selain itu, ada juga kurangnya tim (bantuan) dan struktur,” kata Siqueira, seperti dikutip BBC. “Melihat penderitaan seperti ini terjadi adalah hal yang sangat menakutkan,” tambahnya, getir.
Pada 15 Januari 2023 lalu, Presiden Luiz Inacio Lula da Silva, yang baru mulai menjabat pada awal tahun, mengumumkan masyarakat di wilayah tersebut sedang berada dalam keadaan darurat kesehatan. Hal ini ia tetapkan setelah diketahui bahwa ratusan anak suku Yanomami telah meninggal karena kekurangan gizi dalam empat tahun terakhir.
‘Kejahatan yang Sudah Terencana’
Tewasnya ratusan anak suku Yanomami dapat dikaitkan pada pencemaran air yang disebabkan oleh aktivitas penambangan dan penebangan pohon di area hutan itu, di mana kekurangan pangan merajalela.
Presiden Lula sendiri sempat berkunjung ke wilayah itu pada 21 Januari 2023, dan menyebut situasi di sana ‘tidak manusiawi’. Ia kemudian menuding presiden Brasil sebelumnya, Jair Bolsonaro, melakukan genosida terhadap suku hutan hujan Amazon tersebut.
“Ini lebih dari sekadar krisis kemanusiaan, apa yang saya lihat di Roraima adalah genosida: sebuah kejahatan terencana terhadap (suku) Yanomami yang dijalankan oleh sebuah pemerintah yang tak peka terhadap penderitaan,” tandas Presiden Lula.
“Saya pergi ke sini untuk mengatakan kami akan memperlakukan penduduk asli selayaknya manusia.”
Dalam bilik pesan aplikasi telegram, Bolsonaro menilai pidato Lula “konyol” dan menambahkan bahwa “Sejak 2020 sampai 2022, 20 tindakan kesehatan telah mengangkat kesadaran terhadap tempat tinggal penduduk asli”.
Ratusan Anak Meninggal Dunia
Sekitar 28.000 penduduk asli diperkirakan tinggal di cagar alam Yanomami. Mereka berburu, menjalankan pertanian potong dan bakar skala kecil, dan hidup di desa-desa semi permanen yang kecil dan tersebar.
Selama empat tahun ia menjabat sebagai pemimpin Brasil (2019-2022), Bolsonaro sering protes mengenai luasnya cagar alam penduduk asli dan berjanji akan membukanya untuk aktivitas pertanian dan penambangan.
Alhasil, pemerintahnya melonggarkan perlindungan untuk lingkungan tersebut. Para kritikus mengatakan, perkataan Bolsonaro mendorong aktivitas ilegal di wilayah tersebut.
Kini, sebanyak 20.000 penambang ilegal diperkirakan beroperasi di cagar alam Yanomami. Wilayah tersebut kaya akan emas, berlian dan mineral lainnya.
Pada 2021, sejumlah penambang di daerah tersebut menembak suku Yanomami menggunakan senjata otomatis.
Pemerintah baru di bawah Presiden Lula mengatakan, lebih dari 500 anak penduduk asli telah wafat akibat penyakit yang harusnya dapat dicegah sejak 2019.
“Krisis kesehatan yang sebelumnya belum pernah terjadi dan bencana yang menimpa suku Yanomami di Brasil utara ini adalah genosida yang dirancang selama bertahun-tahun,” ujar Sarah Shenker, pakar penduduk asli di LSM hak asasi manusia Survival International, dalam sebuah pernyataan.
“Mantan presiden Bolsonaro secara sengaja membuka jalan masuk ke wilayah ini dan mendorong ribuan penambang emas untuk membanjiri (area itu). Dia membubarkan layanan kesehatan bagi penduduk asli dan mengabaikan permintaan untuk bertindak dari organisasi pembela penduduk asli, Survival (International) dan banyak lagi ketika skala krisis ini mulai terlihat jelas,” tandasnya, menjelaskan.
Cagar Alam Penduduk Asli Terbesar di Brasil
Menurut Institut Socioambiental (ISA) -salah satu organisasi utama yang bekerjasama dengan lembaga pembela hak penduduk asli di Brasil, cagar alam Yanomami merupakan tempat tinggal bagi delapan kelompok adat. Cagar alam itu mencakup area seluas 9,6 juta hektare. Ukuran tanah itu hampir seluas Korea Selatan.
Wilayah Yanomami terletak di antara negara bagian Amazonas dan Roraima, dekat perbatasan antara Brasil dan Venezuela. Area tersebut diratifikasi dan diakui oleh pemerintah Brasil pada 1992, lewat dokumen resmi yang ditandatangai oleh Presiden Fernando Collor.
ISA mengungkapkan empat “potensi risiko dan masalah yang ada” di tanah penduduk asli Yanomami, yakni masalah penambang ilegal, nelayan, pemburu dan peternak. Di antara ancaman tersebut, penambangan emas telah menjadi salah satu kekhawatiran utama penduduk dan pakar di kawasan itu.
Laporan Yanomami Sedang Diserang (Yanomami Under Attack), yang terbit pada April lalu dengan dukungan teknis dari ISA, mencatat berapa banyak penambangan ilegal emas dan mineral lainnya di wilayah itu.
Dalam laporan tersebut, para ahli menekankan bahwa kerusakan hutan akibat aktivitas tambang ilegal telah ‘berkembang pesat’ sejak 2016. Ya, “Dari 2016 hingga 2020, pertambangan tumbuh tak kurang dari 3,350%,” tulis laporan itu.
Laporan tersebut juga mengatakan tumbuh-kembangnya pertambangan di wilayah tersebut berimbas pada ‘berkurang signifikan’ kualitas hidup bagi penduduk wilayah tersebut. Terbukti dari indikator kekerasan, kesehatan dan dukungan sosial yang semakin parah.
Roraima, negara bagian di mana cagar alam Yanomami terletak, memiliki tingkat kekerasam mematikan terparah terhadap penduduk asli di Brasil, menurut edisi terbaru laporan Atlas of Violence yang diterbitkan oleh Institute for Applied Economic Research (Ipea) pada 2021.
Masalah Kesehatan
Penambangan ilegal juga menyebabkan tingginya insiden penyakit menular di kalangan masyarakat adat, khususnya malaria.
Dr Siquiera menjelaskan bahwa para penambang berpindah-pindah dari satu area ke area lain dan sering mencuri obat yang dapat meredakan gejala malaria, tetapi hal itu tidak menghilangkan parasit itu dari tubuh mereka.
“Mereka akhirnya menjadi sumber penularan (dari patogen itu), sambil membawa penyakit itu ke wilayah-wilayah di mana situasi sudah berhasil dikendalikan,” kata Dr Siquiera.
Tak hanya itu, eksplorasi mineral di wilayah tersebut membutuhkan penggunaan merkuri, senyawa beracun yang mencemari sumber air dan makanan. Paparan zat ini dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan, seperti penyakit saraf pada bayi baru lahir.
Kelompok pembela hak masyarakat adat melaporkan bahwa permasalahan ini juga telah menjadi semakin buruk oleh karena ‘situasi tidak aman secara umum yang disebabkan oleh meningkatnya sirkulasi para penambang bersenjata di berbagai wilayah’. Mereka mengklaim hal tersebut menganggu layanan kesehatan bagi penduduk asli.
“Ada keluhan tentang perampasan obat-obatan oleh penambang yang sebenarnya disediakan untuk masyarakat adat,” tambah Dr Siqueira.
Siqueira menjelaskan bahwa jika malaria didiagnosis dan diobati dalam waktu 48 jam sejak timbulnya gejala, risiko penularan ke orang lain dapat berkurang. “Tetapi penambangan ilegal melumpuhkan tim tenaga kesehatan, yang tidak mampu lagi mencari pasien yang terinfeksi dan merawat mereka.”
Kumpulan faktor-faktor ini membantu menjelaskan foto-foto yang dibagikan di seluruh dunia dalam beberapa hari terakhir, yang menunjukkan anak-anak, orang dewasa, dan orang lansia yang mengidap gizi buruk dan hidup dengan kondisi kesehatan kritis.
Langkah Berikutnya
Presiden Lula sudah berjanji akan menangani isu pertambangan ilegal yang terjadi di cagar alam Yanomami. Gugus tugas medis dari Kementerian Kesehatan Brasil dikirim ke wilayah tersebut pada 23 Januari 2023 untuk mendirikan rumah sakit lapangan di Boa Vista, ibu kota Roraima. Setidaknya 16 orang suku Yanomami diterbangkan dari cagar alam pada hari yang sama.
Pihak otoritas kesehatan juga mengumumkan bahwa sebuah tim berisi delapan individu akan pergi ke wilayah Surucucu, yang merupakan bagian dari tanah Yanomami.
“Ini adalah situasi darurat kesehatan masyarakat dan kami akan mengatasinya,” kata Menteri Kesehatan Nicia Trindade pada 21 Januari saat berkunjung ke cagar alam tersebut. “Namun, masyarakat harus sadar akan apa yang terjadi di sini.” Pemerintah Brasil juga sudah mulai membagikan paket makanan di sana.
Investigasi
Menteri Keadilan Brasil Flavio Dino mengumumkan sebuah investigasi akan berlangsung untuk menyelidiki kejahatan-kejahatan yang mungkin dilakukan terhadap suku Yanomami. “Ada indikasi kuat bahwa terjadi genosida, hal ini akan diselidiki oleh Polisi Federal,” kata Dino.
Tetapi Dr Siqueira mengingatkan bahwa masalah-masalah yang dialami oleh suku Yanomami juga terjadi pada lingkungan hidup kelompok adat lain yang tinggal sekitar wilayah Amazon.
“Kami tahu ada masalah di (daerah) Rio Negro dan Alto Solimoes, contohnya. Saya ke sana tahun lalu dan melihat situasi serupa dengan kurangnya bantuan dan perhatian,” kata dia.
“Ini adalah sesuatu yang sangat mendesak untuk ditangani, karena menyangkut kemanusiaan kita.” (BBC/AN-01)