Aksinews.id/Lewoleba – Merawat dan menakzimi leluhur serta kampung halaman, juga tetap mengingat akar dimana seorang manusia lahir dan memulai kehidupan merupakan bentuk penghargaan yang layak dilakukan untuk tetap membuat budaya dan adat yang inggil kokoh berpijak. Hal tersebut yang dilakukan oleh panitia nasional dalam rangkaian peresmian Monumen Brigjen Pol. (Purn) Antonius Stephanus Enga Tifaona di Lewoleba, Lembata, NTT.
Patung yang didirikan ini dibuat oleh perempuan pematung Indonesia, Dolorosa Sinaga yang karya-karyanya telah dikenal di dunia seni rupa, baik di Indonesia maupun mancanegara.
Sehari sebelum peresmian, panitia nasional pencalonan Pahlawan Nasional memulai rangkaian acara dengan menggelar dua acara adat. Kedua acara adat tersebut adalah Prosesi Masuk Rumah Besar yang diadakan di Imulolong, kampung halaman Anton Enga Tifaona dan Upacara Adat yang melibatkan para pemangku adat di kota Lewoleba di lokasi monumen tersebut di Simpang Lima Wangatoa.
“Acara di Imulolong ini merupakan simbol untuk mengingatkan kami semua, anak-anak Anton Enga Tifaona, bahwa Papa lahir dan pernah dibesarkan di desa itu, di Rumah Besar yang kami kunjungi tadi,” ujar Alexander Bala Tifaona, anak ketiga putra kedua keluarga Tifaona.
Imulolong merupakan salah satu desa kecil yang berada di Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, Propinsi Nusa Tenggara Timur. “Masuk ke rumah besar ini memberikan makna mendalam bagi kami, bahwa sekalipun semua anak-anak almarhum lahir dan besar di pulau Jawa, kami harus tetap mengingat tempat di mana para leluhur kami berasal di Lewotana,” katanya..
Sementara acara adat di lokasi monumen merupakan acara ramah tamah dengan para pemangku adat di Lewoleba untuk menjalin hubungan baik dengan masyarakat adat setempat. “Kami dan keluarga besar di Imulolong menitipkan monumen ini agar dapat dirawat dan dijaga bersama-sama para pemangku adat Lamahora di sini sehingga nilai-nilai pribadi yang dilakoni Brigjen Pol (Purn) Drs. Anton Enga Tifaona ini dapat lebih dikenal secara dekat dan menjadi inspirasi bagi generasi muda di Lembata secara khusus,” ungkap Alexander.
Dalam tradisi masyarakat Lamaholot, terdapat upacara untuk menetralisir energi buruk atau juga kerap disebut dengan ritual pendinginan untuk dijauhkan dari marabahaya dan keburukan. Prosesi ini biasanya dipimpin oleh pemangku adat yang disebut sebagai Kepala Suku Adat Lamahora. Lamahora sendiri merupakan suku yang memiliki wilayah tempat monument didirikan. Namun karena tokoh yang diabadikan di monumen ini berasal dari suku Tifaona, maka ketua adat dari sana juga dilibatkan dalam ritual ini sebagai peserta upacara.
Pendirian monumen ini, merupakan bagian dari pencalonan Anton Enga Tifaona sebagai pahlawan nasional dari Lembata yang diinisiasi oleh Forum Pahlawan Nasional (FORPOLNAS) sejak 2022 lalu. Kiprah perwira polisi yang pernah dua kali menjabat sebagai Kapolda di Maluku dan Sulut-Sulteng ini dalam perlindungan masyarakat dan bela negara seperti saat ia menjabat sebagai Komandan Antar Resort Khusus di Timor Timur, dianggap layak mendapat apresiasi. Menurut laman indonesia.go.id, pahlawan nasional merupakan gelar yang diberikan kepada warga Negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia.
Pencalonan Anton Enga Tifaona sebagai pahlawan nasional dari Lembata ini mendapat apresiasi baik dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi NTT, Emelia Julia Nomleni atau yang akrab disapa Emi Nomleni. Menurutnya, upaya pengusulan pahlawan nasional ini merupakan langkah penghargaan terhadap tokoh-tokok hebat dari NTT.
“Ini bukan sekadar soal ingin membangga-banggakan jasa dan ingin menepuk dada, tapi sebenarnya upaya ini akan meninggalkan sejarah yang baik bagi generasi muda NTT. Saya tentu sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah berupaya mengajukan Bapak Anton sebagai pahlawan nasional,” katanya.
Pihak keluarga, seperti disampaikan Alexander merasa senang dan bangga atas pencalonan ini. “Kami semua dari keluarga almarhum Anton Enga Tifaona, tentu sangat senang dan bangga dengan upaya pencalonan ini. Artinya, apa yang telah diperbuat almarhum semasa hidupnya ternyata memberikan semangat, nilai-nilai dan energi positif bagi masyarakat secara luas. Kami mendukung penuh upaya pencalonan dan pengusulan yang inisiatifnya datang dari masyarakat di Lembata,” kata Alexander.
Jalan Panjang Pencalonan Pahlawan Nasional
Pencalonan seorang tokoh menjadi pahlawan nasional memang memiliki rangkaian yang cukup panjang. Dalam laman Indonesia.go.id disebutkan sedikitnya tujuh tahap yang harus dilalui untuk mencalonkan seseorang menjadi pahlawan nasional. Pengusulan yang harus diinisasi oleh warga masyarakat di mana tokoh tersebut berasal, harus pula diketahui dan disetujui oleh kepala daerah dari tingkat kabupaten hingga provinsi.
Masyarakat mengajukan usulan Calon Pahlawan Nasional yang bersangkutan kepada Bupati/Walikota setempat. Bupati/Walikota mengajukan usulan Calon Pahlawan Nasional yang bersangkutan kepada Gubernur, melalui instansi sosial provinsi setempat.
Instansi Sosial Provinsi menyerahkan usulan Calon Pahlawan Nasional yang bersangkutan tersebut kepada Tim Peneliti, Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) untuk diadakan penelitian dan pengkajian (melalui Proses seminar, Diskusi maupun Sarasehan).
Usulan Calon Pahlawan Nasional yang menurut pertimbangan TP2GD dinilai memenuhi kriteria, kemudian diajukan kepada Gubernur yang akan merekomendasikan kepada Menteri Sosial RI.
Menteri Sosial RI Cq Direktorat Jenderal Pemberdayaan sosial dan Penanggulangan Kemiskinan / Direktorat Kepahlawanan, Keperintisan dan Kesetiakawanan Sosial mengadakan verifikasi kelengkapan administrasi.
Usulan calon Pahlawan Nasional yang telah memenuhi persyaratan administrasi kemudian diusulkan kepada Tim Peneliti, Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) untuk dilakukan penelitian, pengkajian dan pembahasan.
Usulan Calon Pahlawan Nasional yang menurut pertimbangan TP2GP dinilai memenuhi kriteria, kemudian oleh Menteri Sosial RI diajukan kepada Presiden RI melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan guna mendapatkan persetujuan Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional sekaligus Tanda Kehormatan lainnya.
Usulan Calon Pahlawan Nasional yang tidak memenuhi persyaratan dapat diusulkan kembali 1 (satu) kali dan dapat diusulkan kembali minimal 2 (dua) tahun kemudian terhitung mulai tanggal penolakan, sedangkan usulan Calon-Pahlawan Nasional yang ditunda dapat diusulkan kembali dengan melengkapi persyaratan yang diminta dan diajukan kembali kepada Menteri. Upacara penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional dilaksanakan oleh Presiden RI menjelang Peringatan Hari Pahlawan pada tanggal 10 November. (*/panitia)