(Berbagi Praktik Baik setelah mengikuti Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 5)
Oleh : Yohanes Eusebius Laba, S.Pd.Gr
Diane Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School Discipline (1998) mengemukakan bahwa guru perlu meninjau kembali penerapan disiplin di dalam ruang-ruang kelas kita selama ini. Apakah telah efektif, apakah berpusat memerdekakan dan memandirikan murid, bagaimana dan mengapa?
Melalui serangkaian riset dan bersandar pada teori control Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 (lima) posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Orang Merasa Bersalah, Teman, Monitor (Pemantau) dan Manajer (LMS PGP Modul 1.4).
Mari kita tinjau lebih dalam kelima posisi kontrol ini:
1. Penghukum
Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. Guru-guru yang menerapkan posisi penghukum akan berkata:
“Patuhi aturan saya, atau awas!”
“Kamu selalu saja salah!”
“Selalu, pasti selalu yang terakhir selesai”.
Guru seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil, yaitu cara dia. Peserta didik disiplin karena takut dihukum bukan karena kesadaran sendiri.
2. Pembuat Orang Merasa Bersalah
Pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat orang merasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti:
“Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu”.
“Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?”
“Gimana coba, kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini?”
Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya.
3. Teman
Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang. Mereka akan berkata:
“Ayo bantulah, demi bapak ya?”
“Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini?”
“Ya sudah kali ini tidak apa-apa. Nanti Ibu bantu bereskan”.
Hal negatif dari posisi teman adalah bila suatu saat guru tersebut tidak membantu maka murid akan kecewa dan berkata, “Saya pikir bapak/Ibu teman saya”. Murid merasa dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha, Hal lain yang mungkin timbul adalah murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan tidak untuk guru lainnya. Murid akan tergantung pada guru tersebut.
4. Monitor/Pemantau
Memonitor berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau:
“Peraturannya apa?”
“Apa yang telah kamu lakukan?”
“Sanksi atau konsekuensinya apa?”
Seorang pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat digunakan sebagai bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini akan menggunakan stiker, slip catatan, daftar cek. Posisi monitor sendiri berawal dari teori stimulus-respon, yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam mengontrol murid.
5. Manajer
Posisi terakhir Manajer, adalah posisi mentor di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri. Di manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Seorang manajer akan berkata:
“Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas)
“Apakah kamu meyakininya?”
“Jika kamu menyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya?”
“Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?”
“Apa rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?”
Tugas seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang. Kita membimbing murid untuk dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid dari kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut ke kelompoknya dengan lebih baik dan kuat.
Bisa jadi, dalam praktik penerapan disiplin sehari-hari, kita akan kembali ke posisi Teman atau Pemantau, karena murid yang ditangani belum siap diajak berdiskusi. Namun perlu disadari tujuan akhir dari 5 posisi kontrol seorang guru adalah pencapaian posisi Manajer, dimana di posisi inilah murid dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas segala perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang positif, nyaman, dan aman.
Pada posisi Manajer maka suara guru sebaiknya tulus. Tidak perlu marah, tidak perlu meninggikan suara, apalagi menunjuk-nunjuk jari ke murid, berkacak pinggang, atau bersikap seolah-olah menyesal, tampak sedih sekali akan perbuatan murid ataupun bersenda gurau menempatkan diri sebagai teman murid.
Fokus adalah pada murid, bukan untuk membahagiakan guru atau orang tua. Murid sudah mengetahui adanya suatu masalah, dan sesuatu perlu terjadi. Bila guru mengambil posisi Pemantau, guru akan melihat apa sanksinya apa peraturannya? Namun pada posisi Manajer, guru akan mengembalikan tanggung jawab pada murid untuk mencari jalan keluar permasalahannya, tentu dengan bimbingan guru.
Posisi Kontrol Guru dalam upaya menangani peserta didik yang bermasalah dapat dilakukan dengan tahapan Segitiga Restitusi. Segitiga restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004 dalam LMS Guru Penggerak Modul 1.4 Budaya Positif 2022).
Segitiga restitusi ini dilakukan melalui tahapan (1) menstabilkan identitas, maksudnya hal terbaik apa yang sebenarnya bisa dilakukan oleh murid dalam berperilaku baik dengan teman sebaya maupun orang dewasa. kemudian, (2) melakukan validasi tindakan, murid belajar untuk menemukan alasannya melakukan sebuah perilaku yang kurang sesuai dengan harapan. Tujuan apa yang diinginkan darinya ketika melakukan perilaku tersebut. Dan terakhir adalah (3) menanyakan keyakinan, yaitu apa yang dia yakini dan sepakati sebagai bagian dari komunitas di sekolah umumnya dan dikelas khususnya.
Contoh kasus, ada peserta didik laki-laki yang tidak menggunting rambut pendek sesuai dengan kesepakatan bersama di sekolah. Apa yang dilakukan terhadap peserta didik tersebut? Selama ini kebiasaan kita adalah langsung memaafkan atau membuat mereka tidak nyaman (menghukum). Perhatian kita cenderung pada kesalahan yang dilakukan daripada mencari cara bagi mereka untuk memperbaiki diri. Pernahkah kita berpikir jauh akan dampak psikologisnya? Salah satu cara untuk memperbaiki diri agar terwujud disiplin diri dapat dilakukan melaui segitiga restitusi.
Seorang guru dalam praktik segitiga restitusi dapat mengambil posisi kontrol yang tepat, apakah sebagai teman, penghukum, membuat orang merasa bersalah, pemantau atau bahkan sebagai manajer. Tentunya yang paling ideal untuk menumbuhkan budaya positif adalan posisi kontrol sebagai manajer. Karena posisi ini membantu murid untuk dapat menyuarakan haknya dan keinginannya bahkan murid bisa melakukan diskusi bersama guru untuk menemukan solusi terbaik dari permasalahannya.
Setiap peserta didik memiliki latar belakang yang berbeda (kodrat alam). Mereka juga memiliki kebutuhan belajar (kesiapan belajar, minat murid dan profil belajar murid) yang berbeda. Olehnya, guru tentu kreatif dan terus mengembangkan diri dalam menemukan cara terbaik dalam mengajar dan mendidik peserta didik.
Demikian beberapa point yang boleh saya bagikan terkait posisi kontrol guru ketika berhadapan dengan peserta didik yang bermasalah dalam menerapkan Budaya Positif di sekolah demi terwujudnya profil pelajar Pancasila. ***