Perdhaki menggelar Sosialisasi dan Advokasi Strategi Perencanaan Partisipatif di Tingkat Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Desa dalam Percepatan Eliminasi Malaria di Kabupaten Lembata pada Jumat, 16 Desember 2022, di ballroom Olimpic, Lewoleba Lembata. Kegiatan yang dibuka penjabat Bupati Lembata, Drs. Marsianus Jawa, MSi itu menghadirkan empat narasumber dari Dinas PMD Lembata, Dinas Kesehatan Lembata, SR Perdhaki Ende, dan SSR YPMD Lembata. Berikut catatan wartawan aksinews.id, Freddy Wahon yang akan disajikan secara serial.
Tujuh tahun sudah, Perdhaki, singkatan dari Persatuan Karya Dharma Kesehatan Indonesia, berkarya di tanah Lembata. Ya, sejak tahun 2015, Perdhaki menggalang warga Lembata untuk bangkit dan bersama-sama stakeholder lainnya, baik pemerintah maupun lembaga lainnya, memerangi penyakit endemis malaria. Gerangan apakah Perdhaki itu?
Perdhaki merupakan asosiasi dari Karya Kesehatan Katolik di Indonesia, yang didirikan pada tanggal 27 Juli 1972. Anggota Perdhaki terdiri dari fasilitas-fasilitas kesehatan seperti Rumah Sakit dan Klinik Pratama milik Gereja Katolik dan Kristen. Saat ini, jumlah anggotanya mencapai 440. Perdhaki terlibat dalam banyak program kesehatan di Indonesia. Salah satunya, Program Malaria.
Program Manejer Sub Recipient (PM SR) PW KA Ende, Ishak Supatriot Dalo yang akrab disapa Ard Dalo, mengisahkan bahwa sejak tahun 2010, Perdhaki terpilih sebagai Principal Recipient (PR) oleh Global Fund untuk menjalankan Program Malaria di wilayah Kalimantan dan Sulawasi. Program ini dijalankan hingga tahun 2014, yang kemudian terus diperpanjang setiap tiga tahun.
Tahun 2015-2017, Perdhaki ditunjuk jadi PR program malaria di Kawasan Timur Indonesia (KTI), lanjut 2018-2020 menangani kerjasama Percepatan Eliminasi Malaria di KTI, dan 2020-2023 Global Fund memperpanjang kerjasama Percepatan Eliminasi Malaria di KTI Berbasis Penggerakan Masyarakat.
Dan, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan satu dari lima provinsi di KTI dengan tingkat kesakitan malaria yang cukup tinggi. Peta endemisitas wilayah dari angka Annual Parasite Incidence (API) menunjukkan bahwa NTT sudah masuk dalam kategori gawat malaria. Sehingga Global Fund – New Funding Modality (NFM) menetapkan Perdhaki sebagai principal recipient untuk KTI, termasuk NTT.
Sebagai organisasi yang mengandalkan jejaring gereja Katolik, dibentuklah Sub Recipient Keuskupan Agung Ende, yang membawahi lima wilayah kerja Sub-sub Recipient (SSR). Yakni, SSR Yayasan Papa Miskin Dekenat (YPMD) Lembata di Kabupaten Lembata, SSR Kevikepan Ende di Kabupaten Ende, SSR Kevikepan Labuan Bajo di Kabupaten Manggarai Barat, SSR Puspas KeWe di Kabupaten Sumba Tengah dan SSR PSPP Waikabubak di Kabupaten Sumba Barat.
SR Ende melakukan analisis SWOT, dan menetapkan guideline strategi kerja di wilayah SSR. Ada lima strategi yang diterapkan. Yakni, (1) Persiapan dan peningkatan kapasitas lembaga, (2) Pembukaan akses pada kelompok masyarakat, (3) Penciptaan dan Penguatan Lingkungan yang kondusif bagi perubahan perilaku dan kesehatan komunitas (Malaria & Covid-19), (4) Peningkatan pengetahuan dan kesadaran komunitas terhadap Malaria & Covid-19, dan (5) Pemberian dukungan terhadap perubahan perilaku komunitas mempertahankan perilaku yang aman dan penyediaan layanan melalui pelayanan kesehatan.
Menurut Ard Dalo, ada tiga komponen penting dalam pelaksanaan program malaria Perdhaki di lapangan. Pertama, Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM). Komponen ini menjalankan tiga peran penting. Yakni, Outreaching/temukan orang sakit – obati, menggelar Sekolah Malaria atau Diskusi Kampung, dan inovasi Kampung Bebas Malaria – surveilans migrasi.
Kedua, komponen Juru Malaria Desa (JMD), yang berperan dalam usaha penemuan kasus – pengobatan, dan Diskusi Kampung – Monitoring Penggunaan Kelambu. Ketiga, CSO dan Fasilitator Lapangan, memainkan peran dalam advokasi, komunikasi perubahan perilaku, dan pemberdayaan – penggerakan masyarakat.
Dengan demikian, Ard Dalo menejalaskan bahwa ada lima (5) kegiatan yang dilaksanakan di tingkat SSR. Yakni, (a) Advokasi, Sosialisasi, Penggerakan Masyarakat, (b) Pelatihan Kader, (c) Pemeriksaan, Pengoobatan dan Laporan, (d) Diskusi Kampung dan (e) Inovasi Gerakan Kampung Bebas Malaria.
Apa yang dilakukan Perdhaki sesungguhnya merupakan upaya membangun gerakan bersama untuk menurunkan jumlah kasus positif malaria, dan sedapat mungkin menihilkan kasus kematian karena terpapar malaria. Harapan terbesarnya, adalah masyarakat yang menjadi subyek perubahan itu sendiri. Ya, Perdhaki merupakan ujung tombak dalam gerakan eliminasi malaria, dengan sebuah mimpi masyarakat akan mampu bergerak sendiri tanpa dampingannya. ***