Aksinews.id/Larantuka – Misteri kematian Fransiskus Uje Koten, warga Desa Lewoloba, Kecamatan Ile Mandiri, Kabupaten Flores Timur, tampaknya makin sulit terkuak. Pihak keluarga sudah menerimanya sebagai musibah. Sehingga mereka menolak untuk dilakukan otopsi atas jasad almarhum Uje Koten.
Pernyataan menolak otopsi itu disampaikan pihak keluarga di hadapan kepala desa Lewoloba. Karena mereka memandang peristiwa naas yang dialami Uje Koten sebagai musibah.
Kapolres Flores Timur AKBP I Gede Ngurah Joni Mahardika melalui Kasat Reskrim Lasarus M.A.LA’A, SH menjelaskan bahwa keluarga korban selaku saksi pelapor sudah diambil keterangan minggu lalu. Dalam keterangannya, keluarga sudah menerimanya sebagai musibah.
Ya, “Keluarga sudah menerima sebagai musibah. Keluarga sudah diambil keterangan pada Kamis minggu lalu. Atas permintaan keluarga korban untuk menolak diotopsi dan diketahui oleh kepala desa,” katanya, Senin 19 Desember 2022.
Kendati begitu, pihak kepolisian tetap melakukan koordinasi dengan pihak manapun yang memiliki informasi soal penemuan mayat ini. Jika ditemukan informasi baru, dipastikan penyidik Reskrim Polres Flores Timur akan kembali turun tangan dan memprosesnya lebih lanjut.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, istri dan anak Fransiskus Uje Koten menemukan jenasah almarhum di bibir pantai persis di belakang pabrik pembekuan ikan Desa Wailolong. Saat ditemukan, darah segar masih keluar dari hidung dan telinga korban.
Pihak kepolisian sudah membawa korban untuk dilakukan visum luar. Dari hasil visum luar, ditemukan bahwa pada bagian belakang korban terdapat benturan benda tumpul yang mengakibatkan terjadinya pendarahan aktif yang keluar dari kedua telinga korban. Juga, terdapat luka lecet pada bibir bawah bagian kiri dan terdapat luka memar, lecet dan lainnya. Namun di bagian badan korban tidak ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan.
Adanya benturan benda tumpul dan luka lecet pada bibir bawah bagian kiri memicu berbagai dugaan di kalangan masyarakat. Apakah hal itu diakibatkan oleh karena korban terjatuh dan mengenai pinggiran sampan, atau sebab lain, masih belum jelas. Sebab, saat ditemukan istri dan anaknya, korban terlentang tak bernyawa. Kedua tangan lurus, dengan ujung jemari agak ditekuk. Posisi kepala korban membujur ke arah laut, dan kakinya menghadap ke pantai. Apakah korban sempat hanyut terbawa arus air laut, tidak ada yang tahu.
Dua orang nelayan yang pulang mancing menemukan sampan dalam posisi terbalik. Mereka berdua berusaha membawa kembali sampan itu ke bibir pantai, dan mendapati kerumunan warga mengelilingi jenazah korban. Tidak ditemukan bercak darah di sampan tersebut.
Di Desa Lewoloba dan kota Larantuka, muncul rumor kalau korban “dihabisi”. Motifnya, bisa jadi, merebut tas pinggang korban yang menurut istri almarhum selalu dibawa korban saat melaut. Disebut-sebut duit dalam tas itu sebanyak Rp.30-40 juta. Dan, saat jenazahnya ditemukan, tas tidak kelihatan di sekitar lokasi penemuan mayat.
Warga setempat menyebut kalau korban baru saja membeli mobil sepekan sebelumnya. Warga menduga korban “dihabisi” lebih dari satu orang. Namun mereka sama sekali tak mau menduga-duga siapa orang yang tega merenggut nyawa almarhum Uje Koten.
Istri almarhum, Fransiska Ene Makin hanya berdoa agar mendiang suaminya bisa menuntut balas atas kematiannya. “Bapa kenapa sampai begini? Kejar mereka bapa, sampai di mana pun,” ungkapnya dalam tangis di kubur mendiang suaminya dalam bahasa daerah Lamaholot.(AN-02)