Aksinews.id/Larantuka – Perjuangan tenaga medis di RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka, Kabupaten Flores Timur untuk mendapatkan hak-haknya atas dana klaim layanan pasien Covid-19 dari Kemenkes RI belum juga berakhir. Kamis 3 November 2022 malam, sekitar 500 orang dari berbagai profesi medis menggelar aksi seribu lilin di pelataran depan rumah sakit milik pemkab itu.
Mereka tampak kesal dan kecewa berat dengan Pemda Flores Timur yang menyatakan bahwa uang jasa sebesar Rp 5,6 miliar bukan hak mereka di RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka. Padahal, dana dari Kemenkes RI merupakan klaim atas pelayanan pasien Covid-19.
Koordinator aksi Seribu Lilin, dr. Fitry tampak kesal bahkan meledak-ledak saat menyampaikan pernyataan sikapnya di hadapan wartawan.
“Kami pegawai RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka menyatakan keprihatinan terhadap hak akan jasa pelayanan pasien Covid tahun 2021 yang sudah diatur, namun dinyatakan oleh Pemda Kabupaten Flores Timur dan dinyatakan bukan merupakan hak kami, atau kami tidak memiliki hak,” ungkap dr. Fitry dengan nada kesal bercampur haru.
Selain itu, kata dia, pegawai RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka sangat kecewa dengan pernyataan pemerintah daerah Kabupaten Flores Timur bahwa dana dari Kemenkes RI yang merupakan klaim untuk layanan pasien Covid bukan hak Rumah Sakit Umum Daerah Larantuka. Ia menilai pernyataan tersebut sangat bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
“Upaya diplomasi dengan Pemda Flotim telah dilakukan secara baik dan sesuai aturan, namun Pemerintah Daerah Kabupaten Flores Timur tetap berpegang pada hasil evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Flores Timur tentang perubahan APBD tahun anggaran 2022 Nomor: 900/287/BKUD5/2022 tertanggal 7 Oktober 2022. Namun hasil tersebut semakin mengaburkan hak-hak kami. Dan hasil evaluasi tersebut tidak memperhatikan regulasi,” tandasnya, prihatin.
Sebagai koordinator aksi, pihaknya berharap segera dilakukan audit terhadap penggunaan dana tersebut. “Tujuan kami adalah apa yang menjadi hak kami yang diatur dalam peraturan yang berlaku segera dibayarkan oleh Pemda Kabupaten Flores Timur. Kami dari pegawai RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka yang terdiri dari dokter, perawat, bidan, tenaga anastesi, tenaga analis, tenaga radiografi, tenaga teknis kefarmasian, tenaga elektronmedik teknisi, petugas oksigen, petugas kamar mayat, sopir, cleaning servis, dan satpam mengetuk hati nurani Pemda Flores Timur untuk segera membayarkan hak kami,” ungkap dokter Fitry.
Ia menguraikan bahwa aksi damai seribu lilin oleh pegawai RSUD ini dilakukan di lingkungan RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka dengan perhitungan tidak terganggunya pelayanan masyarakat sekitar.
“Kami akan tetap berjuang untuk mendapatkan hak kami sesuai dengan peraturan. Kami pegawai rumah sakit sangat mengharapkan keadilan atas pemenuhan hak-hak dan kewajiban kami,” tambahnya.
Ia menyebut, hak nakes itu tertuang dalam regulasi sebesar 40 persen dari dana yang diklaim. Untuk tahun 2022 pelayanan Covid sudah diterima sampai tiga kali.
Pihaknya bingung, karena belum ada perubahan aturan yang ada. Hanya berdasarkan hasil evaluasi kemudian dinyatakan bahwa mereka tidak punya hak.
Untuk penerimaan uang jasa, pada tahap pertama berkisar pertama Rp 1 Miliar, dan tahap kedua Rp 4 Miliar lebih. “Total Rp 5,6 Miliar uang jasa semua pegawai belum terealisasi,” terangnya, dan berharap agar aksi malam hari ini bisa direspon oleh pemerintah daerah setempat.
Sementara itu, Ketua Komite, Yeni Temaluru yang membawahi 12 profesi di RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka menyebut aksi seribu lilin malam ini selain bentuk keprihatinan atas hak nakes yang tidak dikembalikan Pemda Flotim di tahun 2021, juga mengenang arwah pasien Covid-19 yang meninggal di Rumah Sakit.
Informasi yang dihimpun aksinews.id menyebutkan bahwa para nakes di Flores Timur sudah melakukan koordinasi dan klarifikasi mengenai hak-hak mereka hingga ke pemerintah pusat di Jakarta. Sehingga mereka sudah berkali-kali mendatangi DPRD Flores Timur di Bale Gelekat agar ikut memperjuangkan hak-hak mereka atas kucuran dana klaim layanan pasien Covid-19 sebesar 40% dari dana yang dikucurkan. Sayangnya, sampai saat ini perjuangan mereka masih kandas.
Asal tahu saja, kasus dana Covid-19 yang dikelola Badan Penanggulan Bencana Daerah (BPBD) sudah “memakan” tiga korban yang kini meringkus di ruang tahanan sebagai tahanan Kejaksaan Negeri (Kejari) Larantuka. Ketiga tersangka yang ditahan Kejari Larantuka itu adalah Sekretaris Daerah (Sekda) Flotim, Pelaksana Kepala BPBD Flotim dan Bendahara BPBD.
Beberapa waktu lalu, sempat beredar rumor kalau-kalau dana kucuran Kemenkes RI atas klaim layanan pasien Covid-19 ini sudah diplot untuk membiayai kegiatan pembangunan di daerah. Sehingga Pemkab setempat bersikeras bahwa para nakes di RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka tidak punya hak atas dana yang mengalir pada tahun 2021 silam itu. (AN-02/AN-01)