Membicarakan kembali tentang sosok seorang ahli bahasa kelahiran Lamalera, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, ternyata mengundang perhatian yang membanggakan. Putri sulungnya, Dr. Catharina P. S. Keraf, SpPD, FINASIM – ahli penyakit dalam pada RSUD Prof. W.Z. Yohanes Kupang, sampai meneteskan air mata saat menyampaikan testimony soal ayahnya dalam forum seminar. Ia menemani saudaranya, Willibrordus Gregorius Adhyartha Usse Keraf, ST., M.M., M.TI., yang disepakati keluarga untuk menyampaikan testimony.
Dokter Nina Keraf, begitu Dr. Catharina P. S. Keraf, SpPD, FINASIM akrab disapa, sama sekali tak menyangka kalau ayahnya sangat dihormati dan membawa kebanggaan bagi masyarakat intelektual di tanah kelahiran ayahnya sendiri. Lembata. Maklum saja, semasa hidup, ayahnya selalu tampil bersahaja. Sederhana dan penuh perhatian bagi keluarga dan sesama. Sehingga anak-anak Prof. Dr. Gorys Keraf sama sekali tak tahu kalau ayahnya punya andil besar bagi bangsa ini maupun sesamanya.
“Kami baru tahu kalau bapak banyak membantu orang justeru saat bapak saat beliau meninggal. Banyak yang datang menyampaikan ucapan duka dan mengaku pernah dibantu bapak,” ungkap dokter Nina Keraf.
Bagaimana cara sang ayah membantu orang dan apa pula sumbangsihnya bagi bangsa ini, mereka tak banyak tahu? Sehingga dua kakak beradik anak kandung almarhum Prof. Dr. Gorys Keraf itu mengikuti seminar dengan seksama. Tak sedetik pun mereka meninggalkan ruangan seminar. Kalimat-kalimat yang mengalir, baik laporan panitia yang disampaikan Fransiskus Sabaleku, sambutan Sekretaris Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Lembata, Raymundus Beda, sambutan tertulis Penjabat Bupati Lembata, Drs. Marsianus Jawa, MSi, hingga materi yang dipaparkan ketiga pembicara, diikuti dengan sungguh-sungguh.
Tiga pembicara yang tampil dalam forum seminar ini merupakan mewakili generasinya masing-masing. Seolah forum seminar ini menjadi ajang dialog antar generasi Lembata. Paling tua, Thomas B. Ataladjar, mantan jurnalis, pegiat LSM pendidikan, guru, dan penulis. Ia tinggal di Bogor, Jawa Barat, yang datang ke Lembata untuk launching bukunya, ‘Lembata dalam Pergumulan Sejarah dan Perjuangan Otonominya’ dan penulisan buku mulok untuk SLTA.
“Wah… saya nih dibajak. Main tunjuk saja,” gerutu Abang Thomas Ataladjar saat saya minta jadi pembicara dalam Seminar tentang Gorys Keraf ini. Sayangnya, kata dia, buku-buku dan dokumennya tentang Prof. Dr. Gorys Keras, tidak dibawa ke Lembata. Sehingga ia cuma bisa berkisah tentang mantan dosennya di Unika Atmajaya Jakarta yang ada dalam ingatannya saja.
Toh begitu, kisahnya tentang Prof. Dr. Gorys Keraf ternyata mampu mengundang decak kagum peserta. Dia mengungkapkan bahwa seorang putera Lamalera yang memperistri perempuan Batafor, Lamalera juga, merupakan seorang ahli bahasa yang cukup disegani. Profesor Gorys Keraf mampu mengatur lalu lintas berbahasa Indonesia yang baik dan benar melalui buku-bukunya. “Dua orang yang paling berperan bagi saya dalam hal tulis menulis adalah Prof. Dr. Gorys Keraf dan Pater Aleks Beding,” ungkap Thomas Ataladjar. Terus?
Sabar dulu. Anak muda, Gregorius Yoseph Laba yang akrab disapa Yoris Wutun, punya pandangan yang luar biasa terhadap sosok Prof. Dr. Gorys Keraf. Kendati tak pernah bersua muka dengan sang profesor linguistik itu, namun darinya Yoris Wutun belajar banyak hal. Terutama, tentang bagaimana membangun peradaban dengan membaca. Karenanya, ia mengajak kaum muda Lembata untuk mencontohi Prof. Dr. Gorys Keraf yang mampu menunjukkan prestasi di tingkat nasional bahkan hingga manca negara dengan menerbitkan sejumlah buku.
Senada dengan Thomas Ataladjar, Yoris Wutun sebagai generasi muda Lembata juga sepakat menamai gedung Perpustakaan Daerah Lembata menjadi Gedung Perpustakaan Prof. Dr. Gorys Keraf. Sayangnya, gedung paling megah di Lembata itu masih belum menyimpan selembar pun karya tulis Prof. Dr. Gorys Keraf.
Karenanya, ia pun senada berharap agar kedepan Pemerintah Daerah Kabupaten Lembata melalui Dinas Kearsipan dan Perpustakaan (DKP) Kabupaten Lembata dapat mengalokasi anggaran untuk pengadaan buku-buku karya Prof. Dr. Gorys Keraf. Thomas Ataladjar bahkan mengusulkan ruangan khusus untuk menyimpan karya tulis anak tanah Lembata.
“Sehingga orang dapat belajar tentang Lembata melalui gedung perpustakaan ini,” ujarnya, termasuk belajar tentang Prof. Dr. Gorys Keraf dari tanah kelahirannya sendiri. (freddy wahon / bersambung)