Aksinews.id/Larantuka – Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Republik Indonesia pada tanggal 31 Mei 2022 melayangkan surat kepada Para Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di lingkungan Kementerian Instansi Pusat dan Daerah perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Istansi Pemerintah Pusat dan Daerah.
Surat itu berhubungan dengan pelaksanaan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, serta Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Salah satu point surat yang saat ini ramai diperbincangkan di kalangan guru honorer, yakni terkait dihapusnya semua tenaga honorer pada tanggal 28 Nopember 2023, serta larangan untuk tidak boleh lagi melakukan perekrutan jenis kepegawaian selain PNS dan PPPK di lingkungan instansi pemerintahan.
Menanggapi polemik dan simpang siurnya informasi ini di kalangan guru, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Flores Timur membuka forum menjaring aspirasi dari guru-guru honor di Kabupaten Flores Timur, Minggu (24/7/2022) lalu.
Sejumlah guru honorer di Kabupaten Flores Timur, NTT menolak keras wacana ini. Sebab di tingkat daerah, informasi ini sebelumnya hampir tidak kedengaran. Tidak ada sosialisasi.
Selain itu, guru-guru honor yang sedang bekerja ini ada yang lama mengabdinya sudah berpuluh-puluh tahun. Jika diberhentikan, akan lahir ribuan tenaga guru yang menganggur.
Marselinus Witak Guru dari Kecamatan Adonara Timur mengatakan, wacana pemberhentian tenaga honorer itu sangat meresahkan di kalangan guru. “Pak, mendengar informasi ini, semangat kerja sepertinya hilang. Kami bukan baru satu dua tahun mengajar. Kami ini sudah mengabdi lama. Lalu apakah kemudian aturan itu langsung berhentikan kami? Tolong kami Pak,” ungkap Marsel dengan nada tinggi.
Senada dengan Marselinus Witak, Diana Deran Ola juga mengungkapkan kecemasannya. “Pak, mendengar informasi ini, kami hampir-hampir mau stroke. Kiranya dipertimbangkan dengan matang regulasi ini. Kami awalnya jadi guru dengan ijazah SMA lalu berjuang sekuat tenaga menjadi Sarjana dan kemudian tiba-tiba kami diberhentikan, ini sangat tidak manusiawi Pak. Tolong kami Pak,” ungkap Diana.
Aspirasi yang lain datang dari Emanuel Tupen Bara, guru honor pada SMPN 1 Wulanggitang. Eman mengatakan, wacana pemberhentian tenaga honorer memang lagi hangat dibicarakan di sekolah-sekolah saat ini.
“Isu ini lagi ramai Pak. Sebagai guru di lapangan, yang berkorban dan setia mengabdi mestinya diberi kabar yang menggembirakan bukan kabar seperti ini yang kami harapkan,” ujarnya.
Dia juga menyentil soal perekrutan tenaga PPPK terakhir. Ya, “Terkait PPPK kemarin masih menuai soal, dimana formasi yang tidak sesuai kebutuhan, Mata Pelajaran tertentu yang tidak ada formasi. Mestinya hal seperti ini dibereskan dulu. Kami sangat mendukung respon cepat dari PGRI sebagai wadah perjuangan guru, kiranya ada jalan keluar yang memberi keadilan untuk para guru,” ungkap Eman.
Ketua PGRI Kabupaten Flores Timur, Maksimus Masan Kian mengatakan, PGRI sebagai wadah perjuangan para guru tidak akan tinggal diam atau hanya menonton semata akan hal yang menyulitkan para guru. PGRI akan bergandengan tangan dengan seluruh guru se-Nusantara untuk menyampaikan aspirasi kepada pemerintah untuk mendapat perhatian.
“PGRI adalah wadah perjuangan guru, dan PGRI tidak akan tinggal diam melihat persoalan ini. Mari kita bergandengan tangan menyampaikan aspirasi kita. Tentu, dengan saluran yang tepat dan cara yang etis,” tandasnya.
“Saat ini sesuai data riil, jumlah guru honor lebih banyak dari guru ASN dan PPPK. Jumlah guru di pelosok desa lebih banyak ditempati oleh guru honor. Jika guru honor semuanya diberhentikan dalam waktu bersmaan, dapat dibayangkan akan seperti apa nasib dunia pendidikan Indonesia.”
“Saya yakin, Pemerintah tentu mendengar setiap jerit tangis warganya. Tidak ada sebuah bangsa melahirkan sebuah keputusan yang membuat warganya meneteskan air mata. Regulasi diatur oleh manusia. Jika kemudian regulasi tersebut tidak menciptakan kemanusiaan, manusia akan duduk dan rembuk lagi untuk melihat regulasi tersebut,” ungkap Maksi Masan Kian.
Dia menjelaskan bahwa hari Kamis, 28 Juli 2022, PGRI Pusat di bawah Komando Prof. Dr. Unifah Rosyidi,M.Pd akan menggelar Rapat Koordinasi Tingkat Nasional yang melibatkan seluruh Ketua PGRI Propinsi, PGRI Kabupaten dan Cabang untuk membulatkan tekad memberi aspirasi sebagai bahan pertimbangan pemerintah terkait wacana pemberhentian tenaga honorer. (*/AN-01)