Oleh : Thomas B.Ataladjar
Penulis adalah anak Kampung Lembata, tinggal di Bogor.
Hari masih gelap, sekira pukul 3-4 subuh. Dengan obor menyala serombongan pneta alep meninggalkan Lamalera yang masih lelap tertidur. Wanita perkasa,ulet, bernyali besar dan pemberani ini, menerobos pekatnya malam tanpa pengawalan laki-laki. Bakulnya penuh berisi daging ikan paus segar, dendeng kotekleme, ikan pari dan hiu, garam, kapur sirih serta hasil laut lain. Dengan beban berat di kepala, mereka bertelanjang kaki tanpa sandal, menapaki jalanan berbatu yang masih dingin, mengejar pagi mendahului terik di pendakian Labala menuju Waiwejak dan Atawolo serta desa lain di Painara. Mereka pintar memanage waktu agar masuk kampung di pedalaman Painara pagi-pagi, sebelum orang kampung berangkat ke kebun. Urusan bekal selama perjalanan, mereka urunan.
Pneta alep, Mandor Pasar Nagih Bea Pasar dan Pasar Barter Wulandoni (koleksi penulis)
Sejak kecil saya kenal sangat dekat pneta alep. Karena ada yang jadi prefo (langganan) keluarga kami. Namanya Barek, prefo tetap keluarga kami bertahun-tahun dan sudah dianggap sebagai keluarga. Saat masih remaja kecil dan baru belajar magang jualan ke pedalaman Waiwejak, mama langsung tahan dia di rumah karena masih terlalu kecil. Kuatir kelelahan di jalan. Semua ikan dan dagangannya diambil mama dan bakulnya dipenuhi mama dengan jagung, pisang, ubi dan lain-lain. Dia tidur di rumah. Kadang mama bawa Barek ke kebun petik hasil kebun sambil tunggu rombongan pneta alep yang akan balik ke Lamalera. Barek banyak cerita tentang pergulatan hidup wanita Lamalera dan pengalamannya sebagai pneta alep. Bahkan saat saya libur dari seminari, saya pernah diajak Barek ke Lamalera, sehingga cukup tau Lamalera dan kisah desa sembur paus ini.
Ternyata semua pnete alep adalah perempuan. Mereka jelajahi kampung-kampung di pedalaman menjajakan ikan dan dagangan lainnya dari rumah ke rumah. Mereka pemasar-pemasar piawai di pasar-pasar barter dan sales door to door handal di pedalaman. Pola pendekatannya dalam berjualan di kampung, lebih personal, santai dan sopan. Tidak teriak “ikan!! ikan!!, seperti pedagang ikan lainnya.
Jika malam tiba dan daganganya belum laku semua, mereka nginap. Bagi yang punya prefo (prewon) atau langganan, biasanya tinggal di rumah prefo. Yang tidak ditampung di rumah prefo, biasanya numpang tidur di gedung sekolah, emperan gereja, balai desa se izin pengelolanya. Bahkan kadang hanya berkolong langit berteman embun malam, tanpa takut digoda laki-laki kampung yang sangat menghormati perempuan. Sebuah perjuangan dan pengorbanan yang tidak ringan.
Usai berjualan di pedalaman, pneta alep kembali ke Lamalera dengan beban yang jauh lebih berat menindih kepala. Namun wajahnya senyum ceria serta hati berbunga-bunga. Pasalnya, mereka kembali dengan bakul penuh berisi jagung, pisang, ubi-ubian, gaplek, kelapa, nanas, bengkoang, kacang tanah, padi dan hasil bumi lainnya. Bertelanjang kaki, mereka kembali menapaki jalanan berbatu yang mulai membara dibakar terik matahari siang, menuju Lamalera. Setelah istirahat sehari dua, wanita-wanita perkasa ini untuk berjalan lagi ke pedalaman, seperti hari-hari sebelumnya. Begitulah kerasnya irama hidup pneta alep. Ini sekedar goresan singkat kenangan saya bergaul dengan pneta alep dan prefo kami sejak kecil, sampai saya tamat seminari dan merantau ke Jakarta 1972. Saat itu, Lembata selatan masih terisolir dan oto belum masuk Lamalera dan Painara.
Novel Lamafa Sudah Terbit.Novel Pnete Alep, Tunggu Terbit
Setelah membaca naskah novel “Lamafa” karya wartawati dan novelis Fince Bataona, sebelum terbit jadi buku, sejumlah tanya mengusik saya. “Lamafa sudah ditulis, kapan novel Pneta Alep ditulis biar seimbang? Mengapa wanita pneta alep ini begitu kuat dan berani sampai mampu menjinakan sistem Paji Demong yang jadi momok orang Lomblen itu? Apa kiat wanita bernyali gede ini mensiasati masa sulit era Paji Demong dan kala situasi tak aman termasuk vule pledur? Bukankah pekerjaan pneta alep ini penuh perjuangan beresiko tinggi, seperti sang lamafa saat menghadapi paus ganas terluka yang ngamuk di tengah laut saat leffa? Betulkah pneta alep ini, ikut berperan bikin cerdas orang Lembata seperti orang Jepang dan Yahudi yang berotak cerdas lantaran gemar konsumsi ikan yang konon bikin otak pintar? Dan serentet pertanyaan susulannya.
Peneta Alep Sayap Orang Lamalera Berbagi Ikan “Kiriman” Leluhur
Orang Lamalera memandang ikan-ikan di laut teristimewa kotekelema, sebagai peliharaan leluhur dan diperuntukkan bagi anak cucu mereka. Maka pemberian leluhur ini harus diperlakukan dengan baik, sopan dan penuh rasa hormat. Karena barang “kiriman” leluhur ini adalah berkat. Untuk memperoleh ikan“kiriman” ini, sejumlah syarat, ritual dan prosedur harus dipenuhi. Hati harus bersih dan tak ada persoalan yang mengganjal antar keluarga atau di suku. Jika masih ada penghalang atau pelanggaran adat, maka harus disingkirkan dulu melalui pagelaran ritual adat, agar tidak membawa sial, musibah di laut, dan berakibat kerjaan lefa jadi sia-sia.
Jika ada kotekelema yang tertangkap, pembagian dagingnya berlangsung di pantai dilakukan secara adil sesuai yang berhak mendapatkannya. Empat pihak pertama yang memperoleh bagiannya, yakni awak perahu, pemilik tena, tanah alep (tuan tanah) yakni suku Wujon dan Tufaone, penghuni awal Lamalera; dan Kotekelema untuk Leffo dinikmati oleh semua penduduk di kampung. Sebuah pola pembagian tradisional yang menjamin pemerataan dan keadilan. Karena tujuan penangkapan kotekelema dan ikan-ikan lain jelas telah terpatri dalam syair Sole Kenait: “pau ata fakahae pe rae leffo: kresi, kebelek, ata kide kenuke fakahae ge ata fakahae prae ile ale gole (memberi makan semua orang di kampung: kecil, besar, fakir miskin semuanya serta semua orang yang tinggal di lereng gunung Labalekang). Bait syair ini menegaskan bahwa ikan (khususnya kotekelema) ditangkap bukan semata untuk menghidupi dan dinikmati orang Lamalera, tetapi juga masyarakat seputar gunung Labalekang atau orang di pedalaman. Caranya lewat pasar barter atau barter door to door ke pedalaman. Pola pembagian dan distribusinya berprinsip pemerataan, memungkinkan terbentuknya hubungan yang erat antara prefo dan kotekelema, antara langganan dan ikan paus. Disinilah letak watak sosial pola pembagian daging kotekelema di Lamalera. Daging kotekelema disebar ke seluruh kampung, sehingga bisa dinikmati oleh semua orang Lembata, mungkin kecuali daerah Kedang karena jaraknya yang jauh.
Penyebaran daging ikan paus (kotekelema) ke pedalaman, dilakukan oleh pneta alep dan dikenal dengan pneta atau barter door to door. Ikan dan hasil laut lainnya ditukar dengan hasil bumi. Di sinilah peranan pneta alep menjadi penting, sebagai distributor lewat barter door to door maupun pasar barter, dengan “membagi-bagi” daging ikan paus walau ini merupakan transaksi dagang. Tempat terdekat yang paling sering sambangi pnete alap ialah Posiwatu, Imulolo, Puor, Boto, Lamalefar, Bata, Wulandoni, Lewuka, Udak, Tapobali, Lewopenutu. Pnete alep bisa kembali hari yang sama ke Lamalera. Kalau kampung yang agak jauh pnete alep harus menginap 1-2 hari. Seperti Waiwejak, Atawolo, Watuwawer, Lerek, Karangora, Bakan, Lewaji, Kalikasa, Waiteba, Loang, Mingar, Baobolak, Atafufu, Penikene. Sementara yang lebih jauh lagi seperti Lewoleba, Hadakewa, Leragere, Leralodo, dan Ile Ape butuh waktu lebih lama.
Pneta Alep biasa pergi berkelompok paling sedikit dua orang atau lebih. Daging kotekelema merupakan komoditas utama barter. Transaksi barter door to door sangat luwes, tidak harus langsung dibayar. Pnete alep hanya memberikan ikan, lalu berkeliling di seluruh kampung untuk menawarkan ikan lain. Di akhir perjalanan saat akan pulang ke Lamalera, dia mampir lagi kesitu untuk mengambil jagung atau komoditas lain. Jarang terjadi penipuan, entah di pihak Lamalera maupun mitranya di pedalaman sebab saking seringnya bertemu mereka sudah saling kenal. Tidak dikenal agen dalam pembelian ikan dari Lamalera. Transaksi terjadi secara langsung, antara penjual dan pembeli. Tak pernah ada orang di pedalaman yang memborong ikan-ikan dari pnete alep, lalu menjualnya kembali kepada orang sekitar di pedalaman dengan harga lebih tinggi.
Dengan daya jangkau lokasi operasi yang begitu luas ,serta melayani begitu banyak orang untuk bisa ikut menikmati ikan kotekelema, maka para ibu dan wanita muda pneta alep Lamalera boleh bangga. Karena mereka telah menjadi sayap orang Lamalera,yang bisa terbang ke mana-mana untuk memperoleh bahan makanan menghidupi keluarga. Dewasa ini , seiring dengan dibukanya jalur transportasi dan kemajuan teknologi, pola perjalanan pneta alep berubah. Kini naik oto atau ojek, dengan barang bawaan lebih banyak. Untuk kaderisasi pnete alep, wanita muda sudah dibimbing untuk ikut pnete sejak usia sekolah, biasanya waktu libur sekolah. Pembimbing utama biasanya mamanya sendiri, pnete alep yang ulung dan berpengalaman. Pneta Alep juga percaya akan nasib. Jika hari ini pulang dengan membawa sedikit barang, mereka berpikir besok mungkin baru hari baiknya. Sama seperti nelayan Lamalera yang berhari-hari pulang dari Laut Sawu tanpa membawa hasil, dia berpikir bahwa hari baiknya belum datang. Hanya dengan harapan ini besok dia kembali lagi ke laut.
Tula Hemma, Tani Tenane, Dosso Sia, Tunnu Apu
Di kalangan masyarakat Lamalera, terdapat pembagian yang tugas antara kaum pria dan wanita. Tugas pokok kaum pria adalah Ola Nua. Sementara tugas pokok kaum wanita Lamalera, adalah memasak (tula hemma) dan mengurus rumah tangga. Tapi tugas pokok lainnya adalah Fule Pnete dan Du Hope(fule: pasar; pnete: transaksi jual-beli). Yakni ke pasar barter atau ke desa-desa pedalaman untuk menukarkan (barter) pelbagai hasil Ola Nua dari kaum pria, dengan berbagai jenis makanan pokok seperti jagung, padi, pisang, berbagai jenis umbi-umbian dan buah-buahan.
Namun wanita Lamalera juga menekuni kegiatan Tani Tenane . Mereka menenun sarung baik untuk keperluan busana sehari-hari (untuk kaum pria disebut Noffi, dan untuk kaum wanita disebut Kefatek), maupun untuk keperluan adat. Sarung adat umumnya samblmemiliki motif yang di desain khusus dalam berbagai macam bentuk gambar khusus, disebut moffa. Hasil menenun juga untuk mencari uang untuk membantu kebutuhan kehidupan keluarga. Biasanya sambil berjalan ke pedalaman atau pasar mereka nyambi , berjalan menjunjung beban berat sambil memintal benang,
Pekerjaan tambahan lain wanita Lamalera adalah memasak (dosso) garam (sia) yang dilakukan secara sederhana hingga menjadi garam yang siap dikonsumsi atau dibarter. Kegiatan tambahan wanita Lamalera lainnya adalah Tunnu Apu (tunnu:membakar, apu: karang laut), yakni membakar karang laut menjadi kapur, untuk dikonsumsi sebasgai pelengkap sirih pinang atau untuk pengecatan tembok rumah. Semua usaha ini dilakukan wanita Lamalera dengan tujuan menyokong kehidupan keluarga termasuk biaya anak sekolah. Kebiasaan ini terus diwariskan oleh kaum ibu kepada anak-anak perempuan bahkan dilatih sejak dini untuk mengerjakannya.
Pneta Alep Pendamai Paji Demon, Barter Memupuk Persaudaraan
Sebuah pertanyaan sempat mengusik saya. Bagaimana pneta alep mampu mengatasi masa sulit di era Paji Demon dulu yang merupakan momok bagi orang Lembata? Situasi yang menakutkan dan berbahaya. Sistem Paji Demon membuat Lembata tidak aman dan terpecah belah masyarakatnya. Kubu Paji berada di bawah kekuasaan raja Adonara membawahi hamente Kedang,Lewotolok dan Kawela. Sedangkan Kubu Demon di bawah yurisdiksi raja Larantuka membawahi hamente Lamalera, Hadakewa dan Labala. Orang Paji melihat orang Demon sebagai musuhnya. Kadang-kadang terjadi konflik berujung pada perang antar kampung dan pendukungnya. Apalagi menyangkut masalah pelanggaran batas tanah atau wilayah yang sering jadi pemicu konflik.
Bila muncul konflik berdarah, orang dihinggapi ketakutan akan tindakan balasan dari musuh. Akibatnya aktivitas ekonomi terganggu dan semua pasar barter terkena dampaknya. Pengunjung pasar barter berkurang termasuk kegiatan pneta alep ke pedalaman ikut terganggu. Bagi pneta alep, perjalanan ke pedalaman sangat mencekam. Kegiatan barternya dilakukan hanya dengan masyarakat terbatas. Mereka ibarat terjepit situasi simalakama. Pergi pneta nyawa taruhannya, tidak pergi, kehidupan keluarga terancam. Maka perempuan Lamalera bernyali besar ini tidak pernah berhenti ke pasar atau pnete ke daerah pedalaman, karena mereka hanya bisa hidup dengan cara itu.
Mereka harus berjalan ke daerah Paji seperti Mingar dan Ile Ape. Atau ke pasar Baokume (pasar Merdeka) dan Lewoleba yang mempertemukan kelompok Demon dan Paji. Bahkan terkadang Pasar Wulandoni dan Lebala juga mencuatkan aroma permusuhan Demon vs Paji meskipun Lamalera dan Lebala masuk kerajaan Larantuka. Meskipun demikian, pasar-pasar barter tidak pernah ditutup dan aktifitas pneta alep tetap berlangsung. Permusuhan Demon vs Paji tidak “mengubur” barter, dan mematikan aktifitas pneta alep atau membuatnya menyerah. Karena barter merupakan cara satu-satunya untuk mempertahankan hidup. Walau diliputi ketakutan dan rasa tidak aman mereka bisa menyiasatinya dengan berjalan dalam kelompok besar atau berangkat agak siang dan pulang menghindari malam hari, dan tetap waspada. Bagi masyarakat Lamalera, dalam situasi tidak tenang ini, hasil pnete jelas berkurang dibanding saat damai.
Permusuhan dengan Lebala misalnya, otomatis akan menghalangi jalan perempuan Lamalera untuk melakukan barter di kampung-kampung di Atadei. Mereka selalu ketakutan kalau berjalan melintasi Lebala, satu-satunya jalan ke Atadei harus melewati Lebala. Maka mereka nekat saja tetap melewati rute yang sama ini. Permusuhan dengan Lebala juga berakibat pada ketidakamanan di pasar barter Wulandoni (Sabtu) dan pasar Lebala (Rabu). Dalam iklim permusuhan atau perang perempuan Lamalera cenderung mengalihkan tempat tujuan barter ke kampung lain di sebelah barat Lamalera yang lebih aman. Dengan demikian barter sebagai tradisi nenek moyang terus dipertahankan. Dan keberanian serta kenekatan pnete alep sebagai pelaku barter baik di pasar barter maupun barter door to door di pedalaman, justru telah ikut “mendamaikan” kelompok Demon dan Paji.
Menurut Petrus Gute Betekeneng, tokoh pencetus Statement 7 Maret 1954 dan pejuang otonomi Lembata, pasar barter justru menetralisasi permusuhan Demon vs Paji. Walau masyarakat diliputi rasa takut. namun faktanya pasar barter tetap berlangsung. Orang Demon dan Paji bertemu seperti biasa untuk melakukan transaksi karena sadar bahwa mereka saling bergantung satu sama lain. “Barter itu memupuk persaudaraan. Kalau dalam transaksi uang, hubungan seakan putus setelah transaksi, tetapi dalam barter hubungan itu tetap berlanjut di luar pasar,” kata Gute Betekeneng.
Di masa konflik Paji Demong, sangat mengganggu kegiatan fule-pnete yang dilakukan kaum perempuan Lamalera. Karena daerah tujuan barter tersebar di tempat-tempat konflik tersebut yang mempersempit daerah tujuan barter. Walau terjadi konflik atau perang tidak akan menghentikan kegiatan barter. Perempuan Lamalera tetap mencari jalan dan siasat untuk mendatangi daerah penghasil pangan. Mereka percaya, pihak-pihak yang bermusuhan di pedalaman biasanya tidak menghalangi apalagi mencederai perempuan Lamalera yang sedang melakukan aktifitas pnete, karena mereka juga tahu bahwa itulah cara hidup orang Lamalera.
Veku Mandor Pasar, Vule Pledur, Cerdas Gara-gara Makan Ikan
Sejak kecil sering diajak mama ke pasar barter Labala, Wulandoni dan Waiteba. Lebih senang ke Wulandoni, karena selalu dibeliin mama veku atau pluit dan gula-gula. Benda kecil veku ini, justru jadi pengatur pelaksanaan pasar barter. Dan “wasit” pasar barter adalah mandor pasar yang mengatur jalannya pasar. Setibanya di pasar, semua peserta pasar dari gunung dan pantai, duduk menunggu waktu sambil mempersiapkan barang-barang pasarnya, sampai tanda pasar dibuka. Menjelang sekira pk.10.30, mandor pasar berkeliling memungut bea pasar berupa barang, dari peserta barter. Peserta dari pedalaman, bea pasarnya berupa satu dua batang jagung, pisang, kelapa, ubi, atau sirih pinang. Orang pesisir membayar bea berupa ikan, garam atau kapur sirih. Para papalele (pedagang) membayar bea dalam bentuk uang. Bea pasar diserahkan ke mandor pasar sebagai pengganti dari “gaji” atas jasa dan tugasnya menjadi pemandu jalannya kegiatan pasar. Setelah bea pasar dipungut dan memastikan bahwa semua orang sudah datang, mandor pasar meniup vekunya. Dan sumpritan panjang ini jadi pertanda transaksi dimulai.
Terkadang hanya lantaran terjadi sedikit gesekan, menyebabkan fule pledur, atau kekacauan di pasar. Jika muncul situasi seperti ini, pnete alep untuk sementara mengalihkan tempat tujuan barter dengan resiko, hasilnya lebih sedikit. Dan Setelah itu barter kembali berjalan, tidak pernah berhenti.
Terkadang saya bertanya mengapa orang Lamalera dan Lembata banyak yang pintar-pintar? Apakah ada kaitannya dengan kecerdasan orang Jepang dan Yahudi yang doyan makan ikan? Banyak faktor yang membuat otak jadi cerdas, yakni perpaduan faktor genetis, kultur dan lingkungan. Secara genetis orang tua yang cerdas akan menurunkan anak-anak yang cerdas.Tapi kecerdasan akan tampak jika kebiasaan sehari-hari (kultur) termasuk pola konsumsi turut mendukung, serta ditunjang oleh lingkungan yang kondusif. Kegiatan bersekolah, aktif belajar, gemar membaca, berpikir dan mengemukakan pendapat akan merangsang peningkatan kecerdasan.
Namun mantan Menteri Kelautan dan Perikananan Susi Pudjiastuti pernah mengungkapkan bahwa mengkonsumsi ikan, lebih sehat karena bebas kolesterol jelek dan mengandung banyak omega yang dapat membuat kita lebih pintar dan sehat. Ikan adalah jenis makanan paling sehat yang kaya akan nutrisi, khususnya omega-3 dan omega-6 yang berperan penting dalam perkembangan sel otak. Banyak studi yang telah membuktikan bahwa mengkonsumsi omega-3 secara rutin dapat meningkatkan kecerdasan, skor IQ. Dr. Tan Shot Yen, seorang ahli gizi, mengatakan bahwa ikan yang dimaksud oleh Ibu Susi Pudjiastuti adalah ikan laut, spesifiknya ikan laut dalam. Beberapa jenis ikan yang memiliki kandungan omega-3 tinggi, diantaranya ikan kembung, tuna, salmon, tongkol dan teri,namun kita perlu tahu cara yang tepat untuk mengolah ikan tersebut. Tapi, mengkonsumsi makanan bergizi seperti ikan yang mampu menunjang kemampuan otak saja, tentu tidak cukup. Kemampuan otak perlu terus diasah dengan belajar secara rutin.
Cerdas dan Suksesnya Orang Jepang
Jepang merupakan negara maju yang memiliki SDM terbaik. Setelah lulu lantak dihajar bom atom tahun 1945, dan Jepang dihajar oleh tsunami yang melumpuhkan perekonomiannya, Jepang dapat pulih begitu cepat. Banyak orang bertanya, Mengapa Orang Jepang bisa memiliki otak yang pintar dan selalu sukses dalam berbisnis? Apakah semua itu dari makanannya, kebiasannya atau pola hidupnya? Setelah di telisik, ternyata kunci rahasia sukses orang Jepang dan Yahudi memiliki otak cerdas, dipengaruhi sejumlah faktor. Orang Jepang sejak kecil sudah dituntut mandiri. Orang Jepang penuh inovasi Mereka mengembangkan Ilmu dan terus belajar. Orang Jepang merupakan negara yang pantang menyerah dan tahan banting dan tak cepat putus asa. Mereka loyal dalam bekerja. Dan gemar membaca merupakan rahasia terbesar kenapa otak orang Jepang pintar. Orang Jepang sangat anti konsumerisme secara berlebihan. Tidak boros dan suka menghemat. Orang Jepang adalah pekerja keras. Pulang cepat dari kerjaan, adalah sesuatu yang “memalukan” di Jepang, sekaligus pertanda jika pekerja tersebut termasuk “yang tidak dibutuhkan” oleh perusahaan. Itulah rahasia kenapa orang Jepang pintar-pintar, sukses dan negaranya maju.
Tingkat kecerdasan orang Jepang ternyata berada di atas rata-rata tingkat kecerdasan orang Asia lainnya. Hal itu dibuktikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) Jepang yang mendapat pengakuan internasional dan sejajar dengan negara-negara industri maju. Orang Jepang juga dikenal sehat dan memiliki gairah hidup tinggi sampai usia tua.
Dari aspek gizi dan pangan, ternyata bahan pangan yang mendominasi makanan orang Jepang ialah ikan, dengan tingkat konsumsi rata-rata 60 kg per orang per tahun. Fakta menunjukkan, orang Jepang dengan tingkat konsumsi ikannya lebih tinggi memiliki rata-rata kecerdasan yang lebih tinggi.Karena ikan merupakan bahan pangan yang kaya DHA (Docosahexaenoic Acid) , salah satu jenis asam lemak omega-3 yang penting untuk perkembangan otak dan mata. Secara alami, DHA banyak terkandung dalam ikan, seperti tuna, salmon, makarel, atau sarden, lele, mas, mujair, bandeng, teri, kakap juga kaya protein, bahkan ikan asin memiliki kandungan protein tertinggi.
Rahasia Kecerdasan Bangsa Yahudi
Bangsa Yahudi juga dikenal sebagai bangsa yang cerdas, banyak ide dan penemuan besar diciptakan oleh orang-orang Yahudi yang berhasil mempengaruhi dunia karena kecerdasanya, termasuk yang berkutat di dunia teknologi. Sejarah dunia mencatat beberapa tokoh Yahudi yang dikenal sepanjang zaman berkat kecerdasaan mereka dalam bidang yang mereka tekuni Sebut saja Albert Einstein, bapak fisikawan dunia , Sigmund Freud bapak Psikoanalisis , Karl Heinrich Marx, filsuf, pakar ekonomi politik, David Ben Gurion, Mark Elliot Zuckerberg, penemu dan pendiri Facebook. Bill Gates, penemu Microsoft, Sergey Brin dan Larry Page. pembuat Google Mike Lazaridis, penemu blackberry. Felix Bloch, (1954) penemu bom atom dan banyak penemu lainnya. Masih banyak lagi orang Yahudi yang mendapatkan pengakuan dari dunia berkat kecerdasan mereka dan berhasil mempengaruhi dunia. “Kenapa dan bagaimana bangsa Yahudi bisa sampai secerdas itu? Apa rahasianya?
Kesimpulan awal mengapa orang Yahudi cerdas dan hebat jawabannya hanya satu Pendidikan!! Orang Yahudi wajib Sekolah dan anak-anak dilarang buta huruf .Memiliki sistem pembelajaran dalam pendidikan yang terencana baik. Sejak dalam kandungan, gizi dan pertumbuhan janin sangat terjaga. Wanita Yahudi yang sedang hamil memiliki kebiasaan sering bernyanyi dan bermain piano. Sementara suami membeli buku matematika dan menyelesaikan soal bersama sang istri sampai sang istri melahirkan. Mereka percaya hal tersebut akan melatih kecerdasaan otak si anak dikandungan. Sejak kecil anak-anak Yahudi telah dilatih bermain piano dan biola. Bermain musik dan memahami not yang dapat meningkatkan IQ karena hentakan musik dapat merangsang otak. Anak-anak Yahudi diajar berpikir positif dan ditanamkan pemikiran dialektis dan rasional. Dilatih untuk melihat perspektif yang berbeda dari suatu masalah. Mereka wajib membaca buku yang sulit. Bangsa Israel terkenal sangat menjaga kebersihan dan tabu merokok
Dari segi makanan, bangsa Yahudi gemar memakan ikan dan hanya memakan isinya saja. Makanan utama orang Yahudi adalah ikan tanpa kepala bersama salad, kacang almond serta jenis kacang lainnya dan roti. Mereka juga wajib mengonsumsi pil minyak ikan. Mereka juga gemar olahraga terutama, lari, memanah, dan menembak. Memanah dan menembak merupakan latihan untuk otak agar dapat fokus. Sedangkan menembak merupakan latihan persiapan bela negara. Demikian rahasia kecerdasan otak bangsa Yahudi terbentuk.
Sejumlah tokoh Lembata. Kiri ke kanan: P.Alex Beding,SVD (Pelopor Pers NTT), Petrus Gute Betekeneng (Pencetus Statement Maret 1954 dan Pejuang Otonomi Lembata), Prof.Dr.Gorys Keraf, ( Guru Besar UI, Pakar Bahasa Indonesia), Brigjen.Pol (Purn) Drs.Anton Enga Tifaona (Jendral Polisi,Pejuang Otonomi Lembata), Dr.Sony Keraf, (Mantan Menteri KLH), H.Sulaeman L.Hamzah (Anggota DPR RI, Pejuang Otonomi Lembata), Prof.Dr.Alo Liliweri,MS.(Guru Besar Undana Kupang, Pakar Komunikasi).
Banyak Orang Lembata dan Lamalera Pintar dan Cerdas, Mengapa?
Orang Jepang dan Yahudi yang gemar mengonsumsi ikan dan otak anaknya cerdas,itu fakta tak terpungkiri. Bahwa banyak orang Lamalera dan Lembata umumnya cerdas dan pintar ,juga fakta. Banyak orang Lembata yang berkiprah di berbagai disiplin ilmu dan menggeluti aneka profesi . Ada pastor, misionaris, uskup, guru besar, dosen, guru, DPR, jenderal, menteri, bupati, Ketum Inkud, wakil walikota, camat, pejabat pemerintah, sastrawan, jurnalis dan penulis dan lain-lain. Saya belum pernah membaca hasil penelitian mendalam menjawab pertanyaan ini,”Mengapa dan bagaimana orang Lamalera dan Lembata banyak orang yang cerdas dan pintar. Apakah juga gara-gara makan banyak ikan seperti orang Yahudi dan Jepang?
Fakta menunjukkan pulau Lembata dikelilingi laut yang kaya aneka jenis ikan dari teri hingga paus dan hasil laut lainnya. Tingkat konsumsi ikan di Lembata tinggi. Maka bukan tidak mungkin, karena banyak makan ikan yang kaya DHA, menjadikan orangnya pintar dan cerdas. Bila ini benar, maka pneta alep Lamalera jelas ikut berperan dan berjasa besar dalam mendistribusikan “makanan tak dan kecerdasan otak” bersama para nelayan di seantero pesisir Lembata, lewat ikan yang dibarter dan dijualnya. Yang terakhir ini, perlu penelitian ilmiah lebih lanjut guna menjawabnya. Walau disadari bahwa kecerdasan otak terbentuk dari perpaduan faktor genetis, lingkungan dan kultur. Mari kita menyelam lebih dalam terus cari tau bersama jawabannya, mengapa orang Lembata dan Lamalera pintar dan cerdas.Itu tugas kita.****
Sumber :
- Ambrosius Oleona dan Pieter Tedu Bataona ,SH, Masyarakat Nelayan Lamalera dan Tradisi Penangkapan Ikan Paus, Penerbit Lembaga Gelekat Lefo Tanah,2001.
- Alex Beding,SVD, Lamalera Bafalofe,2016
- Catatan pengalaman hidup bersama pneta alep sejak kecil hingga 1972 serta pergulatan hidupnya.
- Ataladjar Thomas,Lamalera Gerbang Masuknya Agama Katolik dan Pendidikan di Lomblen,Bagian dari Buku Lembata Dalam Pergumulansejarag dan Perjuangan Otonominya
- Klipping tentang Lembata koleksi penulis.
Terimakasih Bapa, tulisan yang sangat bagus. Saya hanya punya sedikit kenangan tentang pnete alep ini yaitu menjemput mama pulang dari Kivang (Puor) dan ikut ke pasar Wulandoni. Mama pergi dengan beban dan kembali dengan beban yang lebih berat lagi tetapi senyum kebahagiaan ketika tiba di rumah dan kami semua dapat menikmati hasil barter 🙏