Namanya Hermina Daeng Paron. Seorang Ahli Madya Keperawatan. Ia memang belum familiar di kalangan masyarakat Flores Timur. Ia hanya seorang staf Puskesmas Lambunga.
Tapi, siapa sangka kalau perawat ini sungguh menaruh perhatian pada Orang dengan Gangguan Jiwa (OdGJ)? Dia sungguh-sungguh terjun mengurus OdGJ di wilayah Lambunga, Kecamatan Kelubagolit dan sekitarnya.
“Awal saya tertarik dengan OdGJ itu, ada program mengenai OdGJ, banyak penyintas OdGJ yang berkeliaran, tak terurus, tidak terawat. Saat itu dokter (Richard-red) ajak kami ikut pelatihan di Kupang. Pulang dari pelatihan itu, saya lihat aduh banyak ibu-ibu dan bapak-bapak yang OdGJ itu saya rasa kasihan. Saat pulang itu kami lakukan pendataan, setelah itu baru saya dan dokter ke rumah-rumah,” kata Hermina Daeng Paron kepada wartawan via sambungan seluler, Sabtu, 25 Juni 2022.
Hermina mengaku banyak kisah unik saat ia membesuk para penyintas guna diberi obat. Bahkan, ia pernah dikejar OdGJ dengan parang, dilempari bata juga makan bersama dengan para penyintas agar ia bisa minum obat yang diberikan.
“Kadang kita harus ikut mereka punya mau. Pernah mereka ajak makan sama-sama dengan piring yang kotor sekali dan tidak pernah dicuci. Lalu dia angkat dia punya sendok nasi di piring kotor itu suruh saya makan. Saya makan mau muntah tidak, muntah tidak. Saat itu, dia (OdGJ) lihat saya dia tertawa. Saya juga tertawa,” kisah Hermina, tegar.
“Dia (OdGJ) tanya saya: ‘kenapa mau muntah saya punya (piring) kotor kah?’ Saya jawab, “Tidak, piringnya terlalu bersih”. Dia bilang eh, mau ejek saya. Akhirnya dia tertawa, saya juga tertawa,” tutur Hermina lebih jauh.
Selain itu, perawat yang consern terhadap OdGJ memasuki lima tahun itu, pernah dikejar oleh OdGJ dengan parang.
“Waktu itu, dia kejar saya dengan parang Adonara. Saya duluan lari. Saat itu saya datang dengan pak dokter,” terangnya.
Tak berhenti di situ, ia pernah dipalak OdGJ di jalan agar bisa menghantarnya dengan sepeda motor menuju sebuah lokasi di wilayah Adonara. Ia tak bisa berkutik dan menghantar OdGJ tersebut.
“Saya takut juga karena saat saya bawa motor mau antar dia, dia pegang parang dekat leher saya. Dan saya turuti kemauannya untuk diantar ke lokasi tersebut,” kenang Hermina waktu itu.
Hermina sendiri mengaku tertarik untuk melayani OdGJ karena sebuah panggilan sekaligus kepercayaan. Salah satu kisah yang terekam jelas dalam ingatannya adalah saat kunjungan kepada seorang OdGJ yang belasan tahun tidak bicara sama siapa-siapa. Tapi, berkat sentuhan moril dengan memberikan pelayanan obat-obatan, akhirnya ada perubahan besar yang terjadi dalam hidupnya.
“Awalnya, kami ajak dia (OdGJ) omong. Yang bikin saya kaget itu, pada bulan ketiga kunjungan kami dia sudah bisa gunting rambut dan mandi. Bulan kedua kita panggil belum menyahut, kita ajak omong terus akhirnya pada bulan Mei, dia sudah bisa bantu orang tua. Lalu saat ketemu dia sudah bisa panggil nama kita,” ungkap Hermina puas atas pelayanan yang telah mereka berikan.
Ia sadar stigma sosial terhadap OdGJ masih terus terjadi, namun mereka berusaha mengikis stigma itu dengan memberikan konseling kepada siapa saja termasuk keluarga.
“Kami selalu bilang mereka juga sakit jadi butuh pengobatan supaya sembuh. Jangan pernah bilang mereka itu orang gila,” pungkasnya. Hermina berharap, jangan ada yang dipasung apalagi dipukul. Ya, “Harapan saya jangan ada yang dipasung, apalagi dipukul kalau ketemu mereka di jalan-jalan itu. Go Perohono (saya ingat mereka),” ujarnya. (Yurgo Purab)