Namanya Martin Tokan. Ia berasal dari kampung Pukaone, Adonara, Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Ia lahir di Rumah Sakit Bukit, Lewoleba, Lembata, pada tanggal 30 Januari 1985, buah kasih bapak Cristianus Asan Leki dan ibu Helena Kewae Bolen (almarhumah).
Masa kecil sampai dengan usia 17 tahun, Martin tinggal di Kalimantan karena kedua orang-tuanya yang bekerja di perusahaan kayu, PT. Ratah Timber Company.
Pada saat Martin berusia 14 tahun, ibundanya meninggal dunia karena sakit. Setelah beberapa tahun kemudian, Martin mempunyai Ibu sambung yang bernama Bulu Sadu.
Di masa kecilnya, Martin menunjukkan kecerdasan dan semangat juang yang tinggi. Dia lebih aktif dibandingkan dengan ketiga saudaranya, Nuel, Dami, dan Nona.
Memasuki masa remaja, Martin justru sering menunjukkan perilaku nakalnya yang sangat membuat ayahnya cemas. Martin pun putus sekolah di bangku SMA. Dan, pada tahun 2002, sang ayah memutuskan untuk memindahkan Martin ke Surabaya dalam pengasuhan adik dari ayahnya, bapak Thomas Raya Tokan.
Di kota Surabaya, Martin merasa lebih tertantang. Apalagi, dia pernah berjanji pada almarumah ibunya bahwa dia harus sukses untuk bisa membahagiakan keluarga.
Tidak lama setelah tinggal dan dalam pengasuhan bapak Thomas Raya Tokan, Martin memutuskan untuk pindah dan tinggal bersama seorang kakak dari kampung di margasiswa Perhimpunan Mahasiswa Katholik Indonesia (PMKRI) Cabang Surabaya. Sekitar sembilan bulan di margasiswa, hidup Martin dan si kakak ini sangat memprihatinkan. Lebih sering makan sekali sehari.
Pada suatu ketika, Martin menerima tawaran untuk menguji talenta di dunia akting. Dengan penuh semangat, dia mengikuti test akting tersebut dan lolos. Martin pun ke Jakarta untuk mengikuti shooting.
Pada hari pertama mengikuti shooting, dia mendapatkan pengalaman baru. Dan, ternyata tidak mudah untuk menjadi artis karena harus standby di lokasi syuting seharian penuh. Merasa tidak cocok, Martin memutuskan kembali ke Surabaya.
Pada suatu hari, Martin bertemu dengan seseorang yang akhirnya merubah jalan hidupnya hingga kini. Sosok itu bernama Arnold Nope Nitbani, asal Pulau Timor, So’E, yang kemudian menjadi ayah angkatnya.
Beliau adalah seorang Katolik yang taat. Dia menghabiskan hari-harinya sebagai Pelayan Tuhan (Pendoa). Selain menyekolahkan Martin hingga selesai di bangku SMA, Arnold Nope juga mendidik Martin menjadi pribadi yang lebih baik dan takut akan Tuhan. Martin sering diajak beliau memberikan pelayanan doa di rumah-rumah maupun di kantor kantor.
Suatu ketika, dia memeluk Martin dan berkata, “Anakku Martin, suatu saat jika bapak sudah tiada, kamulah yang melanjutkan estafet untuk melayani Tuhan menggantikan saya dan kamu pasti bisa”. Martin sangat terpukul karena pada tahun 2014, ayah angkat yang baik hati ini tutup usia akibat kanker usus.
Seiring berjalannya waktu, Martin pun mengikuti jejak beliau yaitu memberikan pelayanan di perusahaan-perusahaan di Surabaya. Dia mendapat berkat dan akhirnya bisa membiayai kuliahnya di Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra, Surabaya, dan juga kedua adiknya sampai menyandang gelar sarjana.
Dalam perjalanan memberikan pelayanan di gereja dan perusahaan-perusahaan, ada beberapa teman atau kolega yang sharing tentang permasalahan hukum yang mereka alami. Berawal dari situlah, dia merasa tertarik untuk lebih dalam mempelajari ilmu hukum dan menjadi pengacara.
Mimpinya pun terwujud. Pada tahun 2019, Martin dilantik menjadi pengacara setelah menjalani pendidikan profesi Advokad di Universitas Airlangga, Surabaya. Kasus pertama yang dia tangani adalah mendampingi sebuah perusahaan besar dan menang. Saat itu, Martin masih bergabung dengan Law Office POTU & Partners Brothers Lawyer.
Dalam waktu yang singkat (1 tahun), dia dapat menyelesaikannya dengan baik sehingga namanya dapat diperhitungkan di dunia pengacara. Martin memperoleh fee milyaran rupiah kala itu.
Saat masih bersama ‘Potu & PARTNERS’, pernah mendapatkan penghargaan Platinum Lawyer Indonesia Award 2021 dari Yayasan Penghargaan Prestasi Indonesia (YPPI) karena dalam kurun waktu 6 bulan menang diatas rate 90 persen yang teregister website dan tercatat di MA tidak pernah kalah dalam perkara perdata. Martin dan rekan juga pernah mengalahkan tim Kopi Jhony yang ketuanya adalah Hotman Paris Hutapea dalam kasus Agung Raharjo.
Berjalannya waktu, atas dukungan luar biasa dari sobat karibnya, Rolland Elias Potu, Martin sukses membuka Kantor Pengacara sendiri. Kantor yang berlokasi di perumahan elit Citraland ini diberi nama MT Law Office.
Dan saat ini, Martin sedang menangani beberapa kasus pidana seperti pencemaran nama baik, penipuan dan penggelapan serta tindak pidana cyber crime dan perkara perdata yaitu perceraian, gugatan harta bersama, gugat waris, gugatan wanprestasi dan gugatan perbuatan melawan hukum baik di Surabaya, Sidoarjo dan Malang.
Martin juga menjadi Corporate Lawyer / Pengacara Perusahaan baik di Jakarta, Surabaya, Semarang, Australia , Spanyol antara lain : PT. Stoddart Asia Pacific, PT. CFM – Spanyol, PT. Caterindo – Surabaya, PT. Jerindo Sari Utama – Surabaya, Jakarta, Semarang dan Australia, PT. Indo Perkasa Abadi – Pandaan, Jawa Timur.
Saat ini, Martin sedang tengah menjalani pendidikan Magister Ilmu Hukum di Universitas Bhayangkara, Surabaya. Impian terbesarnya adalah menjadi pengacara sukses dan sumber berkat bagi orang lain.
Dia berpesan dan memotivasi orang orang muda dengan mengutip ayat Alkitab: ‘tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru ; mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah (Yesaya 40:31).
Ayat Alkitab itulah seolah ilham dari Tuhan Yesus sehingga berdirilah MT Law Office dengan simbol Sayap Rajawali. (*/AN-01)