Aksinews.id/Larantuka – Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga (PKO) Kabupaten Flores Timur bersama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) setempat bersepakat mendorong penerapan Muatan Lokal (Mulok) di sekolah.
Hal itu dibicarakan dalam webinar yang diselenggarakan PGRI Flores Timur, Sabtu (11/6/22) dengan topik Mulok Masuk Sekolah.
Kepala Dinas PKO Flores Timur, Felix Suban Hoda mengatakan, Mulok memang sudah menjadi pembicaraan selama ini. Namun belum banyak yang menerapkannya.
Ya, “Terkait Mulok, selama ini memang sudah menjadi perbincangan yang hangat. Bukan tidak ada sama sekali penerapannya di sekolah. Ada. Tetapi belum banyak. Kedepan ini, kita tidak bisa mengharapkan satu elemen saja yang bergerak. Walau Perbub Mulok sudah digulirkan, kita mesti saling berkolaborasi untuk mendaratkan Mulok di sekolah kita masing-masing,” ujarnya.
“Bagi sekolah yang sudah menerapkan, diharapkan bisa menjadi contoh dan referensi untuk sekolah yang lain. Kita juga bisa mengajak Pemerintah Desa untuk sama-sama menumbuhkan Mulok di kalangan generasi muda sejak dini. Kita bergerak dulu dari sekolah dan wilayah kita masing-masing hingga pada saatnya kita akan memiliki satu modul bersama secara kabupaten yang dapat dijadikan referensi pembelajaran Mulok. Kita mesti bergerak bersama,” tandasnya.
Webinar dipandu host Fandy Setiyanto dan Antonius Toni Ruron dengan moderator Maria Natalia Ana Yusti ini, menghadirkan tiga narasumber. Yakni, David Klawes, pensiunan guru, dikenal sebagai seorang budayawan, Silvester Petara Hurit, Seniman, pegiat teater, yang saat ini bekerja di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Flotim, dan Markus Malaka, guru di SDK Nurabelen, Ketua PGRI Cabang Ile Bura.
David Klawes yang akrab disapa Opa Literasi menyampaikan bahwa Mulok memang menjadi bagian penting dalam menumbuhkan pengetahuan dan karakter anak Lamaholot. Mulok bukan barang baru. Dia tidak asing, sebab sudah dibicarakan sejak lama. Telah diterapkan sebelumnya, namun persoalan ada pada konsistensi pengembangannya.
Bagi David Klawes, mestinya Mulok mendapat tempat yang penting dalam pembelajaran di sekolah. “Mari kita mulai menerapkan Mulok di sekolah, berdasarkan pemetaan budaya di wilayah kita masing-masing. Bicara tentang Lamaholot itu sangat luas sehingga mari kita memulai dengan mengali kearifan berdasarkan wilayah kita masing-masing sehingga efektif. Saya saat ini sedang menyusun perangkat pembelajaran plus bahan ajar khusus Mulok di Kecamatan Kelubagolit. Bersama teman-teman PGRI Cabang Kelubagolit, kami sudah duduk bersama membicarakan hal ini dan rencananya tahun ajaran baru ini perlahan sudah bisa diterapkan,” kata Opa Literasi.
Silvester Petara Hurit mengatakan, ruang belajar bagi peserta didik tidak sebatas pada ruang sempit bernama kelas. Akan tetapi, menurut dia, ruang belajar siswa yang luas itu adalah di semesta. Belajar Mulok, kata dia, sama dengan belajar tetang eksistensi dan jati diri sebagai orang Lamaholot.
Ya, “Bicara Mulok sama dengan kita belajar akan eksistensi jati diri kita sebagai orang Lamaholot. Sadar atau tidak, kita belajar sangat banyak tentang pengetahuan global, hal yang tinggi-tinggi tetapi kemudian tidak menghidupkan, membuat kita rapuh. Sementara budaya kita dengan kandungan nilai yang hebat itu diabaikan,” tandasnya.
Menurut dia, harus ada porsi yang adil dalam pembelajaran di sekolah terkait mata pelajaran lain dengan Mulok. “Kita bisa buat klasifikasi pembelajaran. Misalnya, anak SD belajar Tarian, Anak SMP belajar koda adat, anak SMA/K belajar berteater yang mengangkat nilai budaya, dan lain-lain. Kita sangat kaya dengan budaya kita. Sangat, sangat kaya, mulai dari tarian, lagu, sastra lisan, upacara adat, alat musik, tenunan, makanan dan lain-lain. Mari kita mulai dari hal yang paling sederhana. Misalnya di sekolah cukup satu dua menit dalam sehari mereka diberi kesempatan membaca sastra Lamaholot perlahan akan meningkatkan kecintaan mereka pada budaya kita,” ujar Sil Hurit.
Markus Malaka malah menyampaikan bahwa Mulok SD di Kecamatan Wulanggitang dan Kecamatan Ile Bura sudah diterapkan. Ia menceritakan, sejak tahun 2008 setelah mengikuti Bimtek yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Flores Timur dan pihaknya langsung menyusun perangkat Mulok SD dan digunakan sampai saat ini.
Ketua PGRI Cabang Ile Bura ini mengatakan, Mulok yang diterapkan di Wulanggitang dan Ile Bura menggali potensi yang ada di wilayah-wilayah setempat.
“Dalam menyusun perangkat pembelajaran Mulok, kami memulainya dengan menggali potensi-potensi yang ada di desa atau wilayah dimana Satuan Pendidikan tersebut berada. Adapun potensi budaya yang digali yakni tarian tradisional, lagu-lagu daerah, permainan tradisional, tata cara bercocok tanam, cara pengolahan garam, sapaan adat untuk tamu kehormatan, tata cara perkawinan dan lain-lain. Sehingga sejak dini anak bisa mengenal budaya lokal. Karena kami sudah terapkan, jika teman-teman guru lain yang ingin mencoba, kami bisa bagikan dokumen kami sebagai referensi awal,” ujar Markus.
Ketua PGRI Flores Timur, Maksimus Masan Kian mengatakan, PGRI Flores Timur suka tantangan inovatif. Dikatakan, PGRI Flotim sangat siap untuk berkolaborasi dengan pihak manapun untuk segera direalisasikan pembelajaran Mulok di sekolah.
“Saya membayangkan begini teman-teman, apakah memungkinkan, saat musim tanam, sehari sekolah libur supaya anak-anak bisa ikut menanam bersama orang tua di kebun. Demikian juga saat musim panen. Biar anak Lamaholot tahu warisan leluhurnya yang turun temurun soal bercocok tanam. Jika anak tidak mengenal tanah, tidak cium bau tanah, bahkan tangannya tidak kotor karena tanah, pasti lahan tidur di wilayah kita akan semakin meningkat,” ujarnya.
“Saya juga berimajinasi, jika di kampung ada rangkaian upacara adat, apakah anak bisa libur sehari untuk turut mengikuti rangkaian acara adat tersebut, sehingga memberi kesempatan kepada mereka menimba nilai-nilai kehidupan dari budaya kita. Ini sekedar imajinasi,” kata Maksi. (*/AN-01)