Hampir genap 23 tahun Nusa Lembata berdiri di atas kakinya sendiri. Perjuangan panjang sejak lahirnya Statement 7 Maret 1954 akhirnya berbuah otonomi. Tepat di tanggal 12 Oktober 1999, ‘buah’ itu dipetik anak-anak Lembata. Sejak saat itu, panji otonomi sudah jadi milik anak-anak Lembata.
Perjuangan mengisi kemerdekaan sejak awal otonomi menyisakan banyak kenangan. Sejarah mencatat itu satu demi satu. Sama seperti daerah-daerah lain di Indonesia, Lembata berpacu dalam pembangunan di berbagai bidang.
Bidang kesehatan, tak bisa disangkal menjadi salah satu prioritas. Bertahun-tahun lamanya, bidang ini ‘disentuh’ pemerintah dan semua pemangku kepentingan. Meski demikian, benang kusut pembangunan kesehatan belum juga habis terurai. Malah semakin runyam tatkala Pandemi Covid-19 datang mendera.
Kisah pilu dunia kesehatan di Lembata kini bertambah lagi. Dalam pertemuan Konvergensi Penanganan Stunting Tingkat Kabupaten Lembata, Rabu (25/5/2022), kisah itu mengemuka. Dari 9.497 balita yang ada saat ini, 1.895 di antaranya mengalami stunting. Dengan kata lain, prevalensi stunting di Lembata saat ini adalah sebesar 19,95 %.
Hal itu dikemukakan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata, Drs Bala Warat Gabriel, MM melalui Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Rosadelima Tuto, SST. Delima adalah salah satu dari tiga narasumber saat itu.
Dia mengatakan, angka prevalensi itu masih lebih rendah dari angka prevalensi nasional, yakni sebesar 24.40%. Namun demikian, angka itu tak bisa dipandang sebelah mata. Pasalnya, stunting akan tetap menjadi masalah dalam segala aspek kehidupan manusia berapapun nilainya.
“Selain itu, angka prevalensi itu masih jauh lebih tinggi dari target penurunan yang ditetapkan Presiden RI Joko Widodo,” sambungnya.
Sebagaimana diketahui, Jokowi menargetkan angka prevalensi stunting di Indonesia harus turun menjadi 14 % pada tahun 2024 yang akan datang. Artinya, Lembata masih terpaut hampir 6%, lebih rendah dari target yang ditetapkan itu.
Stunting, Apa Itu?
Badan Kesehatan Dunia, World Health Organization (WHO), mendefinisikan stunting sebagai gangguan perkembangan pada anak yang disebabkan oleh gizi buruk, infeksi berulang suatu penyakit dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. Dengan kata lain, stunting merupakan kondisi gagal tumbuh kembang pada anak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting sebagaimana dikemukakan WHO di atas, tentu tak lepas dari peran banyak pihak. Orang tua sudah pasti mendapat tempat pertama. Lebih-lebih, karena 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) seorang manusia amat sangat tergantung pada orangtua, ibu dan juga ayah.
“Konsep 1000 HPK telah menjadi sebuah konfirmasi bahwa kehidupan memang dimulai dari pembuahan (konsepsi). Di saat itulah, seorang anak manusia mulai hidup, tumbuh dan berkembang,” ungkap Wenseslaus Ose Pukan, S.Sos, M.AP dengan nada lantang memulai presentasinya juga sebagai salah satu narasumber.
Menurutnya, dengan konsep ini maka semua aspek kehidupan manusia harus diperhatikan sejak adanya pembuahan. Dan, itu semestinya dipersiapkan sejak awal.
Jadi konsepsi harus melalui sebuah proses persiapan yang matang. Jika itu tidak dilakukan, stunting sudah pasti akan terus menghantui. Hasil akhirnya adalah akan lahir banyak generasi baru yang tidak berkualitas. “Lost generation” kemudian menjadi sebuah fakta yang menyedihkan. Akan ada banyak air mata yang harus mengucur jika stunting tak segera ditangani.
“Dinas Sosial dan P2KB sudah dan akan terus melakukan pendampingan-pendampingan bagi semua pasangan usai subur. Supaya sebelum berumahtangga, mereka sudah punya persiapan,” lanjutnya.
Pria yang akrab disapa Wens itu pun mengaku prihatin dengan banyaknya remaja Lembata yang terjebak dalam perkawinan tanpa rencana. Pasalnya, hal itu sudah nyata-nyata menjadi salah satu biang terjadinya stunting.
“Data kita saat ini, ada 16.562 keluarga yang berisiko terhadap stunting dengan berbagai alasan. Jadi, kita sudah harus punya konsep pencegahan yang baik terhadap keluarga-keluarga itu,” paparnya tenang.
Konvergensi Penanganan Stunting di Lembata
Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Kabupaten Lembata menjadi “leading sector” dalam program penanganan stunting di daerah ini. Sebagai pemimpin, Bappelitbangda Kabupaten Lembata telah merancang model perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program dengan melibatkan partisipasi para pihak terkait. Dalam konteks ini, sinergi dan kolaborasi menjadi hal terpenting. Sinergi dan kolaborasi dimulai dari menyiapkan dan menganalisis berbagai data dasar. Akan terus berlanjut sampai evaluasi dan perencanaan di siklus berikutnya.
Dari Forum Pertemuan Konvergensi Penanganan Stunting yang baru dilaksanakan kemarin, ada banyak hal yang bisa ‘dipetik’ sebagai bahan pembelajaran. Hasil-hasil pertemuan ini pun akan menjadi bahan acuan dalam pengambilan keputusan-keputusan penting ke depannya.
Pertama, konvergensi itu sangat penting. Tidak hanya supaya semua bisa bergerak tetapi lebih dari itu semua harus bergerak dengan arah dan tujuan yang sama. Para peserta dari lintas sektor telah menyepakati hal itu. Kedua, akurasi data adalah sebuah kewajiban. Dan para pemangku kepentingan punya tanggung jawab moral yang besar dalam menyediakanya.
Karena itu, setiap utusan dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang hadir saat itu telah bersepakat untuk segera membereskannya. Ketiga, desa-desa lokus intervensi program stunting akan segera ditetapkan berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan dianalisis. Ketiga point pokok di atas ditekankan berulangkali oleh Hyasintus Lama, Pejabat Fungsional Perencana yang tampil sebagai pemandu diskusi.
Kepala Bappelitbangda Kabupaten Lembata, drh. Mathias A. KP. Beyeng mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang berpartisipasi dalam kegiatan itu. Manto, yang sebelumnya menjabat Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata itu sungguh-sungguh berterimakasih karena tanpa partisipasi para peserta yang hadir, sinergi dan kolaborasi yang diharapkan tak mungkin terwujud.
Iya, konvergensi penanganan stunting sudah menjadi sebuah keharusan. Dengannya, semua energi positif akan bisa menyatu dan menghasilkan sebuah kekuatan yang besar. Olehnya, ada banyak tangan yang bisa bergerak untuk menyeka air mata anak-anak stunting di Lembata. Semoga. ***
Penulis : Darko King, ASN pada Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata dan Pendiri TBM Moting Maung Lembata.