Laga final Liga Champions edisi 2021-2022, antara Liverpool versus Real Madrid akan dihelat Minggu (29/5/2022) dini hari, dan disiarkan secara langsung SCTV. Juru taktik kedua tim mulai menebar signal perang di luar arena. Pelatih Liverpool Juergen Klopp mengaku kondisi timnya saat ini sudah jauh lebih baik dibanding saat final Liga Champions edisi 2017-2018. Sebaliknya, Carlo Ancelotti menganggap pertandingan yang digelar di Stade de France, Saint-Denis, Perancis ini sebagai revans. Kedua tim sama-sama pernah saling mengalahkan di Liga Champios edisi sebelum-sebelumnya.
Liverpool pernah takluk dari Real Madrid dengan skor 3-1. Setelah itu, Liverpool kembali bertemu Real Madrid dibabak perempat final edisi Liga Champions 2020-2021. Lagi-lagi, Liverpool kalah agregat, setelah hanya imbang 0-0 di Anfiel dan kalah 3-0 di Madrid. Liverpool pun tersingkir.
Kini setelah belajar dari kekalahan dan melakukan pembenahan tim, Jurgen Kloop mengaku ia dan timnya sudah lebih tahu caranya menang.
“Kami melakukannya dengan cara Liverpool, yang merupakan cara yang sulit. Jadi, kami kehilangan [beberapa] final besar, jelas,” ujar Klopp, dikutip BolaSport.com dari situs resmi Liverpool.
“Pada tahun pertama, final Liga Europa dan final Piala Liga (keduanya gagal). Semua pengalaman ini penting dalam hidup. Mereka tidak baik dalam cara apapun.”
“Jadi, kami kembali dan kami harus belajar cara menang. Kami harus belajar bagaimana berada di level atas fokus dan konsentrasi dalam permainan seperti ini.”
“Untuk melakukan semua hal yang Anda lakukan selama bertahun-tahun, menggunakannya dalam permainan yang begitu tinggi dan produktif – dan itulah rencananya.”
“Jadi ya, saya pikir jika kami belum memasuki tim kelas dunia tetapi Anda ingin sampai di sana, maka Anda harus belajar.”
“Itulah yang kami lakukan dan saya sangat senang dengan perkembangan para pemain selama bertahun-tahun.”
“Itu sebabnya grup ini cukup kompak sejak saat itu. Ini tidak banyak terjadi, tetapi beberapa pemain memainkan final Liga Champions ketiga, yang benar-benar luar biasa,” kata Klopp.
Dari final Liga Champions 2017-2018, Klopp menilai telah banyak hal berubah dan skuad yang dimilikinya saat ini lebih berpengalaman dan siap mengalahkan Madrid.
“Itu selalu sulit. Itu karena, pertama dan terutama, mereka adalah tim kelas dunia, klub kelas dunia, dan mereka tahu bagaimana memenangkan pertandingan sepak bola,” imbuh Klopp.
“Saya pikir itu menjelaskan semuanya dan mereka tidak di luar sana untuk memainkan pertandingan persahabatan, tetapi kami juga tidak, dan terutama tidak di final.”
“Saya pikir yang paling bisa kita pelajari (sejak 2018) dari apa yang kita ketahui tentang kedua tim, kami tidak berbeda terlalu banyak dari segi skuad.”
“Real Madrid mungkin sedikit lebih banyak berubah, tetapi tetap saja, intinya, terutama lini tengah, kekuatan mereka masih sama. Banyak hal masih seperti sebelumnya.”
“Jadi, lini belakang mereka telah banyak berubah, di depan, Cristiano Ronaldo tidak ada di sana, benar, tetapi Karim Benzema masih ada.”
“Pemain muda Brasil (Vinicius Junior dan Rodrygo) sekarang dan semua hal semacam ini, jadi mereka adalah tim kelas atas.”
“Tapi bagus untuk bermain di final sebelumnya, pasti. Saya mengatakannya setelah kami memenangkan final melawan Tottenham.”
“Di semua final yang pernah dimainkan tim saya sebelumnya, kami memainkan sepak bola yang lebih baik, tetapi kami kalah.”
“Jadi, kami harus belajar untuk memenangkan final dan kami telah memenangkan beberapa, bukan final Liga Champions, tetapi beberapa lainnya.”
“Kami lebih berpengalaman sekarang dan itu mungkin bagus,” tutur Klopp mengakhiri.
Bagaimana dengan Carlo Ancelotti, pelatih Real Madrid? Don Carlo adalah pelatih yang paling sering mengantar tim mencapai final Liga Champions.
Tercatat, Ancelotti sudah empat kali mengantar timnya ke final Liga Champions. Pertama, tahun 2003 saat membesuk AC Milan, 2005 (AC Milan), 2007 (AC Milan), serta 2014 (Real Madrid).
Dalam empat partisipasi final itu, Ancelotti sukses mengangkat trofi juara Liga Champions dalam tiga kesempatan, yakni 2003, 2007, dan 2014. Artinya, pelatih yang akrab disapa Carletto itu hanya gagal sekali, persisnya pada 2005.
Patut dicatat, Liverpool merupakan pemberi penderitaan bagi Ancelotti pada final Liga Champions 2005 yang mentas di Stadion Olimpiade Ataturk, Istanbul.
Milan asuhan Ancelotti kalah secara tragis 2-3 via adu penalti dari Liverpool usai berbagi skor imbang 3-3 dalam duel selama 120 menit. Padahal, Milan asuhan Ancelotti menutup babak pertama dengan keunggulan 3-0!
Kemenangan Liverpool pada final Liga Champions 2005 disebut-sebut sebagai salah satu comeback alias kebangkitan paling epik dalam sejarah sepak bola.
Tapi, di lain sisi, bagi Milan dan Ancelotti, Istanbul adalah tragedi. Perih kekalahan itu sulit dilupakan dan begitu membekas bagi Ancelotti.
Ancelotti lantas memendam obesi untuk membalas dendam kepada Liverpool. Sampai-sampai, ia menjadi pendukung Liverpool!
Harapan Ancelotti untuk kembali bersua Liverpool di final Liga Champions terwujud pada edisi 2007. Partai puncak kala itu dipentaskan di Athena, Yunani. “Semuanya berjalan sesuai rencana, rencana yang terbangun oleh takdir, bukan saya.”
“Saya bertanya-tanya, mengikuti berita, mengikuti perkembangan mereka (Liverpool). Viva The Reds,” ujar Ancelotti dalam buku biografi “Carlo Ancelotti: The Beautiful Game of an Ordinary Genius”.
Sembari berupaya mengantar AC Milan mencapai hasil terbaik, Ancelotti mengikuti betul kiprah Liverpool di Liga Champions 2016-2017 dan terus mendukung mereka agar sampai ke final.
Pada hari di mana Liverpool memainkan partai semifinal kontra Chelsea, Ancelotti dan anak asuhnya di Milan bahkan menggelar nonton bareng guna memberikan dukungan kepada The Reds.
“Malam itu, pusat kebugaran kami, untuk sementara, tak lagi ada, diganti dengan tempat duduk.”
“Kop di Anfield berpindah ke Carnago, di provinsi Varese, hati dan jiwa Rossoneri. Pesta terjadi di sini, di tempat pertemuan kami, dengan para fan yang ‘haus darah’ berjongkok di depan televisi.”
“You’ll Never Walk Alone, Liverpool. Di sanalah kami, Milanisti terbungkus dengan syal merah,” tutur Ancelotti mengisahkan kebahagiaan dirinya dan anak asuh melihat Liverpool menyingkirkan Chelsea.
Momen revans yang dinantikan Ancelotti terwujud di Athena, Yunani, 23 Mei 2007. Carletto mengantar Milan menang 2-1 atas Liverpool di final Liga Champions 2007 via dwigol Filippo Inzaghi.
Sejak itu, munculah pepatah bijak ikonik di kalangan fan AC Milan, untuk menegaskan bahwa selalu ada harapan di tengah keterpurukan terdalam. “Setelah Istanbul, selalu ada Athena.”
Pepatah itu juga dipakai akun media sosial resmi AC Milan untuk menyebar pesan semangat pada periode awal pandemi Covid-19 melanda dunia.
Kata-kata bijak tersebut jelas akan mengiringi langkah Ancelotti memimpin Real Madrid menantang Liverpool di final Liga Champions 2022. Ancelotti tahu bahwa Real Madrid pernah kalah 0-1 di final Liga Champions 1981 dari Liverpool. Final kala itu dipentaskan di Parc des Princes, Paris, Perancis.
“Itu bisa menjadi revans juga bagi kami,” kata Ancelotti jelang duel final Liga Champions 2022 versus Liverpool di Stade de France, Saint-Denis, Perancis, seperti dikutip PosKupang.com dari Kompas.com. Ancelotti tentu ingin mengulang kisah revansnya bersama Milan dan mungkin memunculkan pepatah baru di kalangan fan Madrid “Setelah Paris, selalu ada Saint-Denis”.(AN-01)