Aksinews.id/Lewoleba – Pelaku sejarah perjuangan otonomi Lembata tahun 1999, Yohanes Vianey Burin, SH mempertanyakan kegiatan seremonial perutusan Lewo Kaka-Ari antara Pemkab Lembata dan Pemkab Flores Timur yang terjadi Larantuka, tanggal 12-13 Mei 2022. Dia menilai kegiatan ini lebih pada pencitraan yang dibuat Bupati Lembata yang akan berhenti tanggal 22 Mei 2022 mendatang.
“Selaku pejuang dan salah satu delagasi rakyat Lembata yang masih hidup, saya tidak pernah dimintai pendapat atau informasi. Jadi ini mereka baru ngarang. Bupati Thomas Ola bilang menghargai pejuang kenapa membelakangi kami,” ungkap Vian Burin, heran, Jumat (13/5/2022).
Menurut dia, menjadikan Lembata kabupaten otonom telah melalui perjuangan panjang penuh dengan suka-duka, keringat darah dan air mata.
“Lembata ini jadi kabupaten bukan dari hadiah, tetapi dari perjuangan yang panjang sejak tahun 1954 sampai tahun1999,” ungkap Vian Burin.
Sebagai salah satu pejuang Otonomi Lembata, Ia merasa kecewa dengan pemerintah kabupaten Lembata dibawah kepemimpinan Bupati Thomas Ola.
Menurut dia, perjuangan otonomi Lembata telah melewati semua proses. Ya, “Semua proses dulu setelah otonomi sudah kita lalui. Seremonial perutusan apa? Ini satu gejala baru sindrom kebudayaan yang fatal. Memutarbalikkan sejarah yang sudah dilakukan kami perjuangkan. Ini omong kosong semua, buat sesuatu tidak punya pendasaran, seolah-olah yang kami buat dulu itu salah jadi mau diluruskan,” ungkap praktisi hukum ini.
Dirinya khawatir akan terjadi hal-hal yang lebih fatal kedepannya bagi rakyat Lembata. “Dulu kita sudah pamit bahwa kita tetap kakak dan adik. Kami pamit untuk membangun diri sendiri dari hasil perjuangan kami. Dan restu itu sudah diberikan saat itu. Ini pergi buat ulang minta perutusan mau utus siapa? Sementara waktu tinggal menghitung hari ini. Kalau mau pergi minta restu untuk maju lagi jadi bupati ya silahkan saja tapi jangan dibungkus dalam narasi yang membingungkan begini,” tegas Vian Burin.
Disampaikan, sebagai kabupaten baru saat itu, para pemangku kepentingan sudah melewati semua proses termasuk berpamitan secara baik dengan kabupaten Flores Timur.
Ya, “Sudah kita pamit baik- baik, bukan pelepasan. Istilah itu kami tidak pakai waktu itu. Alasan bahwa kita itu satu secara budaya. Membangun sama. Dulu satu periuk, kini jadi dua periuk. Ade sudah punya periuk sendiri jadi ade pamit untuk urus diri tetapi tetap dalam bingkai Lamaholot”, tutupnya.(*/AN-01)