Aksinews.id/Kupang – Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan (FISIP), Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang menggelar seminar bertajuk: Kartini Milenial Untuk Indonesia Berdikari. Ini dilakukan dalam memperingati Hari Kartini tahun 2022.
Seminar yang digelar di aula FISIP Unwira Kupang, Sabtu (23/4/2022), menampilkan empat pembicara. Yakni, Dekan FISIP Unwira Kupang Drs. Marianus Kleden, MSi, ketua LPA Nusa Tenggara Timur Veronika Ata, SH, M.Hum., ketua Senat Unwira Maria Regina K. Tobi, dan aktivis perempuan Katarina K.S. Lamablawa.
Para peserta yang hadir rata-rata mahasiswa dari berbagai program studi (prodi), antara lain prodi Ilmu pemerintahan, prodi Ilmu Komunikasi, prodi Administrasi Negara, prodi Matematika, Fakultas Filsafat, dan Fakultas Hukum. Juga, tampak hadir para dosen dan pegawai prodi Ilmu Pemerintahan, serta undangan dari luar kampus Unwira Kupang.
Selain untuk mengenang perjuangan RA Kartini, seminar ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran mahasiswa agar lebih maju. Juga, membangun kesadaran mahasiswa tentang penindasan kaum perempuan.
Ketua HMPS Ilmu Pemerintahan Fisip Unwira Kupang, Oktafianus Beda Paun dalam sambutannya mengatakan bahwa selama ini perempuan selalu dinomorduakan. Perempuan, menurut dia, lebih identik dengan urusan dapur. Sehingga, diharapkan seminar Kartini Milenial Untuk Indonesia Berdikari bisa mendorong mahasiswa menjadi agen perubahan.
Ya, “Kita jangan diam saja. Kita perjuangkan apa yang sudah diperjuangkan Ibu Kartini supaya tidak ada lagi perempuan yang tertindas,” tandas Oktafianus Beda Paun.
Ketua Prodi Ilmu Pemerintahan, Veronika Ina Assan Boro, S.IP, M.Si., saat membuka kegiatan seminar, menyampaikan bahwa momentum untuk memperingati hari Kartini jangan hanya diisi dengan lomba-lomba masak, fashion show, make up, menyanyi, dan cipta tari kreasi baru. Sebab, perlombaan seperti itu justru hanya memperkuat posisi perempuan pada ruang domestik atau privat.
“Kehadiran seminar ini bertujuan memperkokoh kesetaraan gender dan membuka mata kita bahwa spirit Kartini era kolonial harus dilanjutkan oleh karitini-kartini milenial dengan memperluas gerakan emansipasi pada seluruh kelompok yang termarginalisasi,” tandasnya.
“Kita perlu bangun ruang diskusi untuk berdialog dan mendiseminasikan ide untuk terus menyalahkan api perjuangan Kartini: Door Duisternis Tot Licht, Habis Gelap Terbitlah Terang, melawan lima wajah penindasan perempuan saat ini, seperti diungkapkam oleh Iris Marion Young, seorang tokoh feminism, yaitu violence, exploitation, mafginalization, powerleeness and cultural imperialism,” tandasnya.
Ina Assan menambahkan, “Kartini milenial perlu menembus ruang-ruang publik dan berpihak pada kaum minoritas, kaum yang memberantas kemiskinan dan kebodohan kepada kaum yang divariabel”.
“Bertolak dari tema seminar ini”, sambung Ina Asan, “Diharapkan bahwa Kartini milenial bersedia bergandengan tangan dengan kaum pria dan kaum pria menjadikan Kartini-Kartini milenial menjadi mitra kerja, partner yang baik, untuk mengatasi kemiskinan dan stunting di NTT”.
Dekan Fisip Unwira, Marianus Kleden, dalam materinya, mengatakan bahwa akses pendidikan laki-laki dan perempuan yang sama tetapi realitas sosial seperti dikonstruksikan agar laki-laki memutuskan dan perempuan melaksanakan. Dalam kehidupan kontras biner yang terjadi diterjemahkan secara sosial dalam kehidupan sehari-hari dalam perspektifnya. Di Indonesia tidak ada ketidakadilan gender karena laki-laki dan perempuan mempunyai wilayah kedaulatan masing-masing.
Menurutnya, konsep ketidakadilan gender diposisikan dari luar secara tradisional. Perempuan mempunyai wilayah sendiri, begitupun laki-laki. Seluruh mekanisme pendidikan tidak menghalangi perempuan dalam mengambil jabatan publik. Untuk menciptakan kesetaraan gender jangan membedakan pekerjaan laki-laki dan perempuan.
Ketua LPA NTT, Veronika Ata memaparkan mengenai sepak terjang Raden Ajeng Kartini dan perjuangannya di masa lampau.
“Sebagai Kartini milenial, kita wajib meniru perjuangan Kartini dengan semangat belajar, berparadigma luas, produktif, mampu bermodernisasi dan jangan melupakan hak kewajiban kita sebagai perempuan,” tandasnya, mengingatkan.
“Perjuangan Kartini tidaklah mudah. Kartini yang lahir di kalangan Adiningrat memanfaatkan momen tersebut untuk mengubah peran-peran perempuan,” terangnya.
Aktivis perempuan NTT, Katarina Lamablawa menyampaikan bahwa Kartini dalam perspektif mahasiswa dibutuhkan strategi dan pendekatan khusus yang dapat memicu mahasiswa untuk mau melakukan refleksi pada dirinya, pengalamannya sendiri, sehingga bisa berpikir kritis tentang pemikiran Kartini untuk masa sekarang ini.
“Sebagai mahasiswa yang tangguh, segala tugas dan kewajiban kita sebagai mahasiswa harus terus berjuang di era milenial ini,” ungkap Lamablawa.
Sementara ketua Senat Unwira, Meria Regina Kelen Toby menuturkan bahwa Kartini pada zaman teknologi digital ini memiliki ‘rasa’ yang berbeda. Perbedaan jelas terlihat dari kasat mata. Kartini saat ini jauh lebih dinamis, pintar dan mendudukkan diri sejajar dengan pria. Patut diapresiasi bahwa kemajuan yang diraih oleh perempuan sangatlah pesat.
Di era milenial ini, menurut Kelen Toby, emansipasi benar-benar memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan untuk berprestasi di berbagai bidang. Sama halnya dengan yang dilakukan pria. Namun, dia mengingatkan bahwa sebagai perempuan, di tengah semangat emansipasi perempuan tetap harus dalam kodratnya.
Seminar ini juga diisi dengan sajian film dokumenter tentang R.A. Kartini, musikalisasi puisi dan lagu perjuangan.
Peserta seminar tampak sangat antusias menanyakan soal peran perempuan dalam program pembangunan kepada narasumber. (*/AN-01)