Aksinews.id/Kupang – Dosen sekaligus psikolog pada Program Studi Psikologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Nusa Cendana Kupang, Abdi Keraf, S.Psi., M.Si., M.Psi., prihatin terhadap sejumlah kasus kekerasan seksual dengan korban anak di bawah umur di Kabupaten Lembata. Dia mengingatkan semua pihak agar tidak menyimpan bom waktu yang bisa saja menimpa anggota keluarga sendiri.
Hal itu diungkapkan Abdi Keraf ketika menjawab pertanyaan aksinews.id, Senin (28/3/2022), berkaitan dengan tiga kasus kekerasan seks pada anak di bawah umu yang sedang ditangani Polres Lembata. Yakni, kasus yang terjadi di desa Nubamado, Kecamatan Nubatukan, kasus di desa Kolipadan, kecamatan Ile Ape, dan terakhir kasus di desa Lelata, kecamatan Wulandoni.
Berikut petika lengkap wawancara dengan Abdy Keraf :
Bagaimana Anda melihat fenomena kekerasan seks terhadap anak di bawah umur di Lembata, yang sedang ditangani SatReskrim Polres Lembata?
Kasus pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di Kabupaten Lembata pada beberapa pekan terakhir, tentu sangat mengundang keprihatinan kita semua. Sebab, betapa tindak, dalam waktu yang relatif singkat, aksi amoral yang ditunjukkan oleh orang-orang dewasa yang seharusnya menjadi pelindung dan penolong bagi anak-anak yang masih belia, justru malah bertindak sebagai penghancur masa depan anak-anak yang baru belajar tumbuh dan berkembang.
Sepertinya kasus ini beruntun terjadi di beberapa wilayah berbeda?
Kasus-kasus ini, bisa jadi merupakan satu gambaran kecil dari aebagian besar kasus lain yang tersembunyi yang kita tidak ketahui. Bisa jadi, yang muncul ini hanyalah seperti sebuah gunung ditengah samudera yang luas. Bisa jadi, di pelosok desa, di balik-balik rimbunan pohon dalam gubuk-gubuk pemukiman masyarakat daerah terpencil, kasus serupa sudah banyak terjadi, hanya saja korban atau keluarga korban, tidak berani melaporkan.
Karena itu, hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi semua masyarakat. Tidak saja pemerintah, aparat hukum tapi juga sampai ke kepala desa, tetua adat, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, dan siapa saja, harus memiliki keberanian untuk melakukan gerakan secara masif melawan tindak kekerasan seksual pada anak.
Bagaimana penananganannya menurut Anda?
Hak-hak korban kekerasan seksual, apalagi pada anak di bawah umur, perlu ditegakkan. Sebab, anak masih merupakan sosok lemah yang tak berdaya, belum mampu berpikir dan bertindak sendiri dalam memenuhi hak atas dirinya sebagai korban kejahatan seksual. Karena itu, anak perlu mendapatkan bantuan dan pertolongan dari orang dewasa lainnya, agar hak-haknya sebagai warga negara Indonesia dapat terpenuhi. Setidaknya, anak memiliki hak untuk mendapatkan pendampingan dan kepastian hukum, sertabila diperlukan memperoleh rehabilitasi psikologi oleh pihak-pihak yang berwewenang. Sebab, salah satu dampak buruk yang dihadapi anak korban kekerasan seksual adalah trauma yang berkepanjangan. Dan bila tidak didampingi, konsekuensinya akan sangat luas terhadap perkembangan mental anak ke depan. Anak bisa saja tumbuh menjadi pribadi yang pemalu, tidak percaya diri, mudah menyalahkan diri sendiri, menarik diri dari lingkungan, bahkan bisa menyebabkan stres dan depresi bila ditolak dalam suatu relasi sosial di masa yang akan datang.
Sebagai psikolog, menurut Anda, apakah penanganannya cukup dengan proses hukum?
Menangani kasus kekerasan seksual yang terjadi, aparat penegak hukum perlu memberikan perhatian yang serius. Sebagai psikolog, tentunya saya sangat mendukung upaya pihak aparat dalam merespon laporan keluarga korban. Namun, tentu dengan harapan bahwa respon ini segera ditindak lanjuti dengan langkah-langkah yang tepat dan cepat sesuai prosedur kerja polisi, termasuk memberikan perlindungan hukum terhadap korban, dan juga pelapor.
Kita berharap, bahwa setelah ditindaklanjuti oleh pihak aparat, akan diikuti dengan upaya-upaya penegakan hukum yang serius dan seadil-adilnya. Hak-hak korban dan juga pihak-pihak yang dirugikan dalam tindak kejahatan seksual ini, perlu mendapatkan satu kepastian hukum yang tidak saja menjamin pemenuhan hak korban, tapi juga dapat menjadi bukti kerja serius pihak aparat dalam menekan laju tindak kejahatan seksual pada anak di masa-masa yang akan datang.
Terus?
Selain itu, saya juga berharap, agar aparat berani mengambil langkah tegas dengan mengenakan pasal-pasal yang tepat tanpa pandang bulu kepada pelaku, bila secara benar dan menyakinkan telah melakukan tindak kejatahan seksual pada anak. Para pedofil ini, seharusnya mendapatkan hukuman yang berat jika terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan kejatahan seksual pada anak.
Menurut Anda, apa yang harus dilakukan masyarakat?
Saya berharap, bahwa masyarakat luas, perlu merespon kasus-kasus ini dengan berupaya menciptakan sistem pencegahan yang berbasis dalam keluarga, lingkungan sekitar setingkat RT atau RW, desa/kelurahan. Perlu adanya sosialisasi yang digagas oleh para tokoh masyarakat, aparat desa atau perangkat lainnya, melalui diskusi-diskusi kecil, forum-forum bersama, berlandaskan kerukunan dan solidaritas. Semua pihak harus duduk bersama dan membicarakan tentang pentingnya upaya-upaya pencegahan dan pengawasan, serta tindakan berani melapor terhadap tindak kejahatan seksual pada anak di lingkungan terdekat. Kita jangan menyimpan bom waktu, yang sekali-kali bisa saja menjadikan anggota keluarga kita adalah korbannya.(*/AN-01)