Aksinews.id/Larantuka – Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Hilmar Farid mengajak SimpaSio Institut agar tidak lupa pada akar budaya Flores Timur, termasuk mengangkat tokoh yang menjadi pahlawan lokal. Hal itu penting untuk membantu generasi muda mengenal identitas budayanya sendiri.
“Yang dilakukan teman-teman mungkin (menggali-red) tokoh-tokoh lokal, narasi cerita yang sangat membantu terutama generasi yang tumbuh di sekolah itu memiliki kebanggaan identitasnya. Itu tugas mulia yang paling besar di institut ini,” kata Dirjen Kebudayaan saat menyambangi Simpa Sio Institut di Flores Timur, Sabtu, 26 Maret 2022.
Ia lebih jauh mengapresiasi SimpaSio Institut yang punya ketertarikan pada nilai sejarah. “Saya su dengar SimpaSio, sebenarnya. Saya melihat teman-teman muda punya kreatifitas yang luar biasa dan sepertinya ada ketertarikan sejarah ya?,” tukasnya.
Ia menyatakan bahwa ada banyak pahlawan lokal yang mesti diangkat ke permukaan agar dikenal publik.
“Di mana sebetulnya sejarah lokal ini dan nasional. Kita selalu bicara nama-nama besar dalam sejarah. Di sini juga orang bicara mengenai Budi Utomo, Kartini, sementara ada begitu banyak pahlawan lokal, tidak harus melawan Belanda dan seterusnya, tapi yang berpengaruh dan berkarya di bidang pendidikan. Jadi, wawasan kita mungkin nasional bahkan internasinal tapi lupa dengan akarnya sendiri,” kata Dirjen Kebudayaan.
Ia berjanji akan bekerja sama dengan SimpaSio Insritut. “Kementrian senang bisa bekerjasama, mengembangkan apa-apa yang perlu dilakukan. Saya tidak datang bawa program yang aneh-aneh, tentu tidak. Saya mau dengar kalian mau buat apa,” bebernya lebih jauh.
Sementara itu, Bernardus Tukan, Direktur SimpaSio Institut mengatakan SimpaSio resmi berdiri pada 14 April 2016. Dan Simpa Sio Institut terbuka pada segala kemungkinan meski roh awal berdirinya pada pengarsipan dan pendokumentasian.
“Apa yang dilakukan terbuka pada segala kemungkinan. Rohnya pada pengarsipan dan pendokumentasian, karena orang Indonesia sangat lalai dalam mendokumentasikan arsip tapi juga cepat lupa tentang suatu peristiwa. Menolak lupa,” kata Bernardus Tukan.
Dari situ, kata pendiri SimpaSio Institut, tahun 2016, saat HUT Hari Anak Nasional (HAN), Simpa Sio mulai fokus pada literasi.
Sementara itu, dihadapan Dirjen Kebudayaan, Tim Kreatif SimpaSio Institut, Vici Kean mengucapkan terima kasih karena telah diberi ruang di rumah SimpaSio Institut.
“Namanya semangat pasti ada. Tapi, namanya pemantik pasti muncul apinya. Yang sudah kami lakukan di SimpaSio itu banyak. Ada kemah budaya, ada lingkar belajar, dan sebagainya,” tandas Vici Kean.
Yang hadir pada kegiatan tersebut, Hilmar Farid (DirJen Kebudayaan), Sjamsul Hadi (Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat), I Made Dharma Suteja (Kepala BPNB Bali), Julianus Limbeng (Pamong Budaya Ahli Muda, Kapokja Masyarakat Adat), Darmawati (Pranata Humas Muda, Kapokja Kerja Sama) serta Bupati Flores Timur dan Pimpinan OPD terkait.(AN-02)
Mantap,…Harus ada upaya untuk memunculkan kearifan lokal trmasuk tokoh2 lokal yang sangat berpenagruh bagi daerah dan bangsa….