Oleh: Thomas B.Ataladjar
Anak Kampung Lembata tinggal di Bogor
Jangan Biarkan Tanah Sakral Itu Kosong
Di tengah malam menjelang 7 Maret 2022 ini, saya kembali terkenang akan semua Pejuang Rakyat Lembata dan para Tokoh Pencetus STATEMENT 7 MARET 1954, serta begitu banyak orang yang telah ikut berjuang bersama memperjuangkan tercapainya Otonomi Lembata.
Saya terkenang akan Bapak-bapak Petrus Gute Betekeneng, Mas Abdulsalam Sarabiti, S.Ambarak Badjeher, Stanislaus Lela Tufan, J. Bumi Liliweri. Theodorus Touran Layar, Yohanes Baha Tolok, Paulus Ributoran Tapoona, Bernardus Boli Krova, B.Sanga Kei, Antonius Fernandez, Fransiskus Paji Letor, Bernardus Bala Klide, Petrus Wuring Beding, Lambertus Kelake Kedang, P.Nuba Mato, Daton Keraf, S.M.Betekeneng, Jan Notan Da Proma, J. Emi Pureklolon, Johanes Lasan Bataona dan Sio Amuntoda. Saya juga teringat akan Bapak Yan Kia Poli, Pemegang Amanat Rakyat Lomblen.
Saya teringat akan para Kakang dan Kapitan, para Kepala Kampung dan Temukung, para guru kepala dan guru bantu sekolah rakyat serta seluruh Rakyat Lomblen yang mendukung perjuangan dan terlibat dalam peristiwa akbar dan monumental di Hadakewa saat itu dan sesudahnya.
Mereka telah menghasilkan sebuah produk sejarah politik Lembata yang luar biasa,yakni Statement 7 Maret 1954. Pertanyaannya, mengapa di atas tanah sakral tempat dicetuskannya Statement 7 Maret 1954 itu masih kosong? Ini pertanyaan pernah saya ajukan lewat tulisan di tengah malam menjelang 7 Maret 2017 Lima tahun yang silam. Malam ini tengah malam menjelang 7 Maret 2022, pertanyaan itu muncul kembali.
Rasanya tidak cukup sekedar kata Terima Kasih buat segala perjuangan tulus para pejuang Lembata nan ikhlas ini demi Lembata. Sambil mengenang perjuangan para pejuang Lembata ini, lamunan saya terlempar jauh ke zaman nirleka.
Sejak Zaman Purba
Sejak ribuan tahun silam manusia telah membuat monumen yang kini telah jadi monumen purbakala dan menjadi situs arkeologi penting. Sebut saja Piramida dan Sphinx lambang abadi peradaban Mesir Kuno yang dibangun sejak tahun 2.611 sebelum Masehi, sebagai makam para firaun. Patung Moai di Pulau Paskah-Hawai 1.250 S.M dan 1500 SM. Stonehenge, monumen prasejarah di Inggris yang dibangun sekitar 2.500 tahun sebelum Masehi. Tembok Besar Cina sepanjang 2.414 km karya Kaisar Qin Shihuang pada tahun 221 SM yang juga menjadi salah satu keajaiban dunia termasuk Taj Mahal di Agra, India.
Di zaman modern, dikenal Menara Eiffel ikon Perancis dan Arc de Triomphe di Paris. Jepang memiliki Monumen Perdamaian Hiroshima untuk mengenang korban pengeboman bom atom 6 Agustus 1945. Patung Liberty lambang kemerdekaan sekaligus kebanggaan Amerika Serikat. Brasil memiliki Patung Kristus Penebus di Rio de Janeiro, salah satu monumen religius tertinggi di dunia.
Monumen dalam arsitektur berarti sifat perancangan tinggi yang dapat dicapai oleh perancang untuk dapat membangkitkan kenangan atau kesan yang tak mudah terlupakan. Pendirian monumen bertujuan untuk mengenang peristiwa besar yang terjadi di tempat tersebut, juga dipergunakan sebagai tanda untuk menyampaikan pesan kepada generasi penerus bangsa yang tidak pernah mengalami peristiwa seperti ini. Monumen juga dibuat untuk mengenang atau memperingati pertempuran atau pahlawan-pahlawan yang telah gugur untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan negaranya.
Monumen Perjuangan Rakyat Indonesia
Indonesia dikenal memiliki sejarah panjang tentang perjuangannya merebut kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Semuanya melalui perjuangan para pahlawan dan rakyat yang rela mengorbankan segalanya demi melawan penjajah. Untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan, dapat disaksikan monumen-monumen yang dibangun khusus. Beberapa diantaranya, Monumen Nasional (Monas) di Jakarta yang dibangun untuk mengenang perjuangan rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda.
Monumen Proklamator di Jakarta, dibangun untuk mengenang momen proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 sekitar pukul 10.00 WIB. Monumen Bandung Lautan Api di Bandung dibangun untuk memperingati peristiwa Bandung Lautan Api pada 23 Maret 1946.Monumen Palagan Ambarawa di Jalan Mgr. Sugiyopranoto, Panjang Lor, Panjang, Kecamatan Ambarawa, Semarang yang merupakan simbol mengenang sejarah pertempuran Palagan Ambarawa pada 12-15 Desember 1945.
Monumen Yogya Kembali di Yogyakarta yang khusus dibangun untuk mengenang jasa para pahlawan, memperingati peristiwa ditariknya tentara Belanda dari Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949. Patung Pangeran Diponegoro di Lapangan Monas dan di berbagai daerah di Indonesia. Tugu Pahlawan di Surabaya, yang dibangun untuk memperingati peristiwa pertempuran 10 November 1945 antara arek-arek Suroboyo dengan tentara sekutu.
Monumen Bajra Sandhi atau Monumen Perjuangan Rakyat Bali di Jalan Raya Puputan No.142, Kota Denpasar, yang dibangun untuk mengenang perjuangan rakyat Bali melawan penjajahan.Patung Jenderal Sudirman, sama seperti Pangeran Diponegoro, Patung Jenderal Sudirman di Jl. Sudirman Jakarta juga bisa ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Patung Sultan Hasanuddin, berdiri tegak dan gagah di kawasan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar. Patung Martha Christina Tiahahu yang berlokasi di Karang Panjang, Kota Ambon. Di bagian bawah patung tertulis, “Martha C. Tijahahu, mutiara Nusa Laut, Pahlawan Nasional RI, yang berjuang untuk mengusir penjajah Belanda dari Maluku”.
Dan, masih banyak lagi monumen perjuangan rakyat di berbagai tempat di Indonesia yang dibangun untuk mengenang jasa para pahlawan pejuang kemerdekaan Indonesia. Mereka tokoh yang punya andil dan berjasa bagi perjuangan tersebut. Hal ini sengaja divisualisasikan secara luas kepada masyarakat agar dijadikan contoh dan teladan masyarakat. Semoga perjuangan para pahlawan menginspirasi kita.
Monumen dan Museum Perjuangan Rakyat Lembata Sudah Saatnya Dibangun
Pada tanggal 7 Maret 2011, sebagai Pemimpin Redaksi majalah Suara Lembata saat itu, saya meluncurkan majalah Suara Lembata edisi 7 Maret 2011 di hadapan ribuan massa di lapangan Hadakewa.
Sebelum acara itu, saya bertemu dengan seorang bapak tua yang mengaku ikut menyaksikan peristiwa Statement 7 Maret 1954. Namanya Yohanes Pati Hidalabi. Saya tanya kepadanya, “Bapak bisa tunjukkan kepada saya tempat di mana Bapak Petrus Guru Gute berdiri mencetuskan Statement 7 Maret 1954 bersama tokoh Pencetus lainnya?”
Bapak tua itu menghantar saya ke pinggir lapangan luas terbuka Hadakewa, dekat bangunan sekolah. Beliau mengambil sepotong kayu lalu membuat sebuah lingkaran. Ia lalu menyuruh saya maju ke titik tengah lingkaran tersebut dan berdiri di situ. Ia lalu katakan, “Nah di tempat Ama berdiri itulah Bapak Guru Gute dulu berdiri mencetuskan Statement 7 Maret 1954”.
Saya terpaku merinding di atas tanah “sakral” itu. Hati kecil bertanya, “Mengapa tanah ini kosong? Sama sekali tak ada sebuah tanda pun yang menunjukkan bahwa lokasi itu sesungguhnya sangat bersejarah bagi Lembata. Tak ada sebuah tugu, patung, monumen apalagi museum atau sekedar sebuah prasasti.”
Keesokan harinya tanggal 8 Maret 2011, saat wawancara dengan Bapak Guru Gute di rumahnya di Berdikari Lewoleba, saya sampaikan bahwa kemarin saya ada di Hadakewa, dan berdiri di tempat dulu Bapak Guru Gute berdiri mencetuskan Statement 7 Maret 1954. Dan, saya cuma sampaikan kepadanya bahwa tanah itu masih kosong, dengan bilang, “Ternyata di atas tanah sakral itu Lembata kosong, Pak”.
Bapak Guru Gute memandang saya dengan pandangan tajam tak berkedip. Beliau kemudian lalu hanya mengangguk-anggukan kepalanya… lantas diam, tanpa komentar apapun. Saya hanya bisa menebak-nebak apa yang sedang dipikirkan beliau saat itu.
Usai wawancara saya kembali ke Jakarta dengan membawa serta sebuah pertanyaan tak terjawab, “Kenapa tanah sakral” itu masih kosong?
Malam 7 Maret 2022 ini, saya kembali berkhayal dan berharap. Sudah saatnya dibangun MONUMEN dan MUSEUM PERJUANGAN RAKYAT LEMBATA di lokasi dicetuskannya Statement 7 Maret 1954 di Hadakewa. Kenapa harus di Hadakewa? Pertama, Hadakewa secara historis adalah Ibukota Lomblen di zaman kolonial. Betapapun kolonial sifatnya, Hadakewa merupakan bagian dari catatan panjang sejarah Lomblen (Lembata).
Kedua, dari segi perdagangan, Hadakewa dulu adalah sebuah bandar atau kota pelabuhan bagi Lomblen selain Balauring. Bahkan, sebuah kota pendidikan sebelum beralih ke Lewoleba.
Ketiga, Hadakewa adalah kota dicetuskannya Statement 7 Maret 1954 yang monumental itu. Sebagai kota bersejarah dan kota Perjuangan, layak kiranya di Hadakewa dibangun sebuah Monumen dan Museum Perjuangan Rakyat Lembata.
Saat ini, Lembata memiliki begitu banyak anak tanah berpendidikan tinggi dari berbagai disiplin ilmu dan bergelut di berbagai profesi dan pakar dari berbagai bidang. Ada Guru Besar, dosen, akademisi, intelektual. Lembata memiliki banyak intelektual, konseptor dan pemikir, baik yang ada di Indonesia maupun di berbagai belahan dunia. Hemat saya, sudah saatnya semua duduk bareng satukan pikiran dan membuat sebuah konsep dasar pembangunan sebuah Monumen dan Museum Perjuangan Rakyat Lembata di Hadakewa.
Membangun monumen bersejarah, perlu sebuah konsep yang matang. Tidak sekedar punya semen berapa sak, dan sejumlah bahan bangunan lalu asal bangun, dengan hasil bangunan asal jadi.
Terlepas dari permasalahan yang masih melilit Lembata, banyak nilai-nilai sejarah yang dapat mengingatkan kita pada perjuangan masa lalu. Perjuangan membangun Lembata ini perlu juga ditandai dengan berbagai pembangunan Monumen dan Museum Perjuangan Rakyat Lembata itu sendiri.
Keinginan pembangunan ini tak lain untuk mengenang dan melestarikan perjuangan Rakyat Lembata masa silam dalam memperjuangkan kemandiriannya. Tujuannya, untuk mengabadikan dan mengenang jasa para tokoh pejuang Lembata yang begitu banyak, yang telah menyumbangkan jasanya hingga tercapainya otonomi Lembata, sekaligus mengenang peristiwa penting perjuangan tersebut. Sehingga diharapkan dapat terus membangkitkan inspirasi dan semangat patriotisme generasi saat ini dan mendatang.
Lewat Monumen dan Museum Perjuangan Rakyat Lembata serta aneka diorama dan kelengkapannya, pengunjung khususnya generasi muda dapat mengetahui dan memahami sejarah Perjuangan Rakyat Lembata tersebut.
Inisiatif dari Pemda Kabupaten Lembata, peran serta dari para seniman atau pengamat seni, pengamat sejarah, arkeolog, arsitek, budayawan, para pakar serta peran serta segenap Rakyat Lembata sangat diharapkan untuk memikirkan perwujudan berdirinya sebuah monumen dan Museum Perjuangan Rakyat Lembata tersebut, sekaligus mengelola dan merawatnya, sebagai bentuk tanggungjawab bersama.
Dengan adanya monumen tersebut, juga dapat menjadi ornamen yang dapat menambah keindahan dan daya tarik Hadakewa tempat dicetuskannya Statement 7 Maret 1954 yang pada gilirannya akan menjadi salah satu destinasi Wisata Sejarah utama Lembata. Semoga khayalan dan impian malam 7 Maret 2022 ini, kelak jadi kenyataan terwujud. SELAMAT MEMPERINGATI STATEMENT 7 MARET 1954 DI TAHUN 2022. SALAM HORMAT BUAT SEMUA PEJUANG LEMBATA.***
Ide cenerlang dari seorang penulis anak kampung dari Lembata, Ama Thomas Ataladjar akan terwujud dalam satu saat
Semoga Tuhan membuka jalan bagi kita semua utk dapat mewujudkannya.
Hadakewa akan.menjadi destinasi sejarah otonomi Lembata dan tujuan wisata.