Aksinews.id/Larantuka – Sekalipun sudah ditetapkan menjadi pahlawan nasional, keluarga tetap bersikukuh agar Frans Lebu Raya, mantan Gubernur NTT dua periode, dimakamkan di kampung halamannya, Wato’one, Kecamatan Witihama, Adonara, Kabupaten Flores Timur. Padahal, Pemerintah Provinsi NTT menginginkan agar ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Dharmaloka, Kupang.
Jenazah Frans Lebu Raya diterbangkan dari Kupang dengan maskapai Dimonim Air, dan tiba di Bandara Gewayan Tanah Larantuka disambut segenap unsur Forkompimda Kabupaten Flores Timur bersama keluarga dan warga masyarakat. Dari Bandara, almarhum Frans Lebu Raya disemayamkan beberapa saat di kantor Bupati Flores Timur untuk memberikan penghormatan terakhir sebelum diseberangkan dengan perahu motor ke Pulau Adonara melalui pelabuhan laut Tobilota.
Arak-arakan rombongan almarhum Frans Lebu Raya dari Tobilota menuju Wato’one disambut warga masyarakat Adonara. Mereka spontan berdiri di sepanjang jalan sebagai penghormatan terhadap almarhum yang dikenal sukses membangun ruas jalan trans Adonara, dan mendorong ekonomi pedesaan dengan kucuran dana hibah “Anggur Merah” dari APBD I NTT.
Rombongan pengantar jenazah baru tiba di Wato’one saat hari mulai gelap. Masyarakat tumpah ruah menyambut kembalinya sang pahlawan. Tangis histeris pun tak terhindarkan.
Wakil Bupati Flores Timur, Agus Payong Boli, SH, MHum mengaku kagum dengan sosok almarhum Frans Lebu Raya. “Almarhum Frans Lebu Raya adalah pemimpin yang kharismatik, aspiratif dan solutif. Bukti kharismatiknya adalah beliau petarung tak pernah kalah mulai dari menjadi wakil ketua DPRD Propinsi NTT, Wakil Gubernur NTT satu periode dan Gubernur NTT dua periode dan gagal internal dalam caleg 2019. Kharismatik inilah yang membuat saya sebagai politisi muda ingin belajar banyak darinya”, ungkapnya.
Berikut dia juga aspiratif dan solutif. “Itu terbukti, program Anggur Merah untuk desa jauh sebelum ada dana desa untuk mengatasi kemiskinan, kemudian ditiru oleh beberapa dunia dan Indonesia sendiri melalui Dana Desa. Intinya beliau baik dan berguna, bahwasanya ada kekurangan manusiawi ya itu kodrati kemanusiaan kita”, sambungnya.
Menurut Agus Boli, Frans Lebu Raya meninggal di usia 61 tahun, usia yang jauh dibawah harapan hidup orang Asia yakni rerata 71 tahunan dan harapan hidup menurut kitab Mazmur 70 tahun. “Artinya, mungkin sebagian orang mengatakan ia masih terlalu muda, tetapi bagi saya bahwasanya kualitas hidup seseorang tidak diukur dari seberapa lama ia hidup, tetapi seberapa berguna orang itu ketika ia masih hidup. Almarhum Frans Lebu Raya telah menunjukan kualitas hidup yang luar biasa bagi bangsa dan negara, terutama bagi NTT”, ujarnya.
“Karena jika kita hidup berguna maka hidup satu tahun sama dengan 1000 tahun dan jika hidup tidak berguna, hidup 1000 tahun sama dengan hidup hanya satu tahun. Pesannya adalah mari menjadi orang berguna ketika masih hidup yang Tuhan sudah beri cuma-cuma buat kita. Hidup adalah amal”, ungkap Wabup Agus Boli. (AN-01)