Aksinews.id/Wairiang – Keluarga Mahmud Rempe melancarkan aksi segel dua gedung sekaligus. Yakni, gedung Puskesmas Wairiang di Bean, dan SMK Negeri Buyasuri di Desa Atulaleng. Pasalnya, sampai sekarang Pemerintah Kabupaten Lembata belum membayar tanah yang menjadi lokasi berdirinya kedua bangunan tersebut.
Informasi yang dihimpun aksinews.id menyebutkan, keluarga Mahmud Rempe melakukan penyegelan gedung SMKN Buyasuri di Desa Atulaleng, Kecamatan Buyasuri pada hari Jumat sekitar pukul 15.45 Wita. Gedung yang dibangun sejak tahun 2006 pada masa kepemimpinan almarhum bupati Andreas Duli Manuk. “Ketika itu, disepakati harga tanahnya sebesar Rp. 700 juta. Tapi, sampai sekarang belum pernah ada realisasi sama sekali”, jelas keluarga Mahmud Rempe, yang dihubungi melalui sambungan telepon selular, Sabtu (3/12/2021).
Dijelaskan pula bahwa saat hendak melakukan aksi penyegelan, mereka sempat berpapasan dengan kepala SMKN Buyasuri. Dan, pihak keluarga menyampaikan maksud mereka melancarkan aksi penyegelan tersebut. Diharapkan, aksi ini bisa membuka mata pemerintah untuk segera melunasi hak-hak pemilik tanah.
“Bangunan sekolah sudah dipakai selama 15 tahun tapi pemerintah sama sekali tidak menyelesaikan hak-hak tuan tanah. Dulu harganya Rp. 700 juta. Tapi sekarang kita harus bicarakan lagi”, tandasnya.
Sementara penyegelan gedung Puskesmas Wairiang di Bean, baru dilakukan petang tadi, Sabtu (3/12/2021), sekitar pukul 17.00 Wita. Ikhwal soalnya, selain harga tanah belum disepakati, juga pemerintah kabupaten malah memanfaatkan tanah lebih luas dari yang diminta. “Awalnya, mereka minta ukuran 30 meter kali 35 meter. Tapi, kenyataan di lapangan, mereka pakai tanah lebih luas sampai 50 meter. Artinya, ada kelebihan 15 meter kali 30 meter’, jelas keluarga Mahmud Rempe.
Saat melakukan penyegelan, ada dua orang yang sedang bekerja dalam gedung Puskesmas. Keduanya meminta ijin untuk bermalam di dalam gedung. Pihak keluarga Mahmud Rempe pun tidak keberatan.
Pintu pagar masuk kedua bangunan itu dipasang palang dengan kayu dan bambu. Juga, mereka menempelkan secarik kertas di pagar SMKN Buyasuri, bertuliskan : DILARANG MELAKUKAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI ATAS TANAH MILIK BAPAK MAHMUD REMPE.
Begitu juga pada pagar gedung Puskesmas, selain dipalang dengan kayu dan bambu, juga ditempel secarik kertas bertuliskan: BONGKAR GEDUNG INI KARENA TIDAK ADA KEJELASAN TERKAIT SURAT HIBAH TANAH MILIK BAPAK MAHMUD REMPE.
Selain tanah di lokasi bangunan Puskesmas, Pemerintah Kabupaten Lembata juga belum membayar ganti rugi atas tanaman di lokasi tersebut. Yakni, tanaman jati local sebanyak 40 pohon, lontar 30 pohon dan satu pohon asam. “Semuanya belum dibayar ganti ruginya”, ungkapnya.
Asal tahu saja, sebelum pemilik tanah menyegel bangunan Puskesmas Wairiang, pihak kontraktor, suplayer dan pekerja bangunan juga sudah lebih dulu menyegel lokasi ini. Pasalnya, setelah PHO, pemkab belum melunasi hak keuangan kontraktor yang mengerjakan bangunan itu. Akibatnya, kontraktor juga tidak bisa membayar upah pekerja dan material bangunan dari suplayer.
Sekda Lembata, Paskalis Ola Tapobali yang dihubungi aksinews melalui pesan Whatsapp belum merespon. Sehingga sampai berita ini tayang, belum ada tanggapan dari pejabat Pemkab Lembata.(AN-01)