Aksinews.id/Balauring – Suplayer dan para pekerja bangunan nekad menutup gedung Puskesmas atau sebutan warga setempat, Rumah Sakit, Balauring di Wowong, Desa Tiba, Kecamatan Omesuri, dan Puskesmas Wairiang di Desa Bean, Kecamatan Buyasuri. Pasalnya, uang ratusan juta rupiah milik suplayer dan para buruh bangunan belum dibayar. Padahal, kedua gedung sudah digunakan untuk melayani orang sakit.
Seorang suplayer material bangunan, Abubakar Sidik yang dihubungi aksinews.id melalui telepon selelurnya, Selasa (16/11/2021), menjelaskan, dirinya bersama rekan-rekannya nekad melakukan aksi penutupan kedua Rumah Sakit agar ada perhatian dari Pemerintah Daerah Kabupaten Lembata.
“Selama ini, kami piker uang sudah cair ke kontraktor. Ternyata, uangnya masih tertahan di Pemda. Kami tagih kami punya uang, tapoi kontraktor juga belum dibayar, sehingga uang ratusan juta rupiah ini belum dibayar juga”, ungkap Abubakar Sidik.
Massa belasan orang yang datang ke Puskesmas Balauring meminta petugas medis yang sedang bertugas meninggalkan gedung puskesmas. Petugas dipersilahkan membawa serta peralatan medis dan obat-obatan untuk memberikan pelayanan di desa. Pintu masuk bangunan Puskesmas dipalang dengan bambu sehingga tidak bisa dibuka.
“Kami tidak bermaksud menghambat pelayanan medis kepada masyarakat. Tapi, kami menuntut hak-hak kami dipenuhi”, ungkap Abubakar Sidik, kesal.
“Saya punya sendiri Rp 113 juta. Itu harga material batu pasir, air kerja, semen, batu bata, makan minum pekerja. Belum termasuk teman-teman lain punya. Juga, upah untuk buruh lokal juga belum dibayar”, tandasnya.
Dia meminta Pemda segera memproses pembayaran kepada kontraktor sehingga tagihan mereka bisa dibayarkan. “Bangunan sudah digunakan, kenapa uangnya tidak dibayarkan”, sesal Abubakar Sidik.
Sementara itu, kontraktor pelaksana Lembah Ciremai, Aries Langobelen yang dihubungan terpisah, mengaku tahu kalau kedua bangunan itu ditutup oleh suplayernya. “Pekerjaan kami sudah selesai, dan sejak bulan Maret lalu sudah di-PHO. Kenapa hak-hak kami belum dibayar. Pemda bayar, baru kami bisa lunasi hutang-hutang kami dengan suplayer dan buruh bangunan”, ungkap Aries, kesal.
Aries Langobelen menjelaskan bahwa dirinya sudah beberapa kali menemui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk memproses pencairan dananya. “Alasannya macam-macam. Dulu bilang tungguh perubahan. Sekarang bilang APH (aparat penegak hukum) sudah masuk, sehingga dia takut membayar. Ya, saya kerja ini pake saya punya uang, kenapa dipersulit”, tandasnya, geram.(AN-02)