Aksinews.id/Lewoleba – Ini tantangan bagi 144 Kepala Desa di kabupaten Lembata yang baru terpilih, Senin (8/11/2021) kemarin. Mereka ditantang untuk meminta pengurangan alokasi dana desa. Itu sebagai upaya mengurangi beban negara pada hutang.
“Semakin banyak orang berlomba-lomba menjadi kepala desa. Saya yakin bahwa hal itu menandakan bahwa semakin banyak orang yang sadar akan potensi sumber daya alam bukan potensi besarnya Dana Desa. Penting untuk diketahui bahwa Indonesia kita ini sudah memiliki utang di Bank Dunia yang sangat besar”, tandas aktivis Taman Daun, Jhon S. Batafor, kepada aksinews.id, Selasa (9/11/2021), berkenaan dengan usainya Pilkades serentak di Kabupaten Lembata.
Dia mengharapkan semua kepala desa di kabupaten Lembata mampu mengelola Sumber Daya Alam (SDA) di setiap desanya masing-masing. Dan, juga “Harapan besar saya, semua kepala desa di kabupaten Lembata berani keluar sebagai desa-desa pertama di Indonesia yang menolak atau minta kurangi jumlah alokasi dana desa”, tandasnya, menantang.
“Ketika itu terjadi, maka desa-desa di Lembata akan menjadi contoh untuk desa lain di Indonesia dan kabupaten pertama yang mampu berkontribusi atau punya sumbangsih kurangi utang negara. Bagaimana jika hal itu ditiru oleh desa lain di Indonesia? Atau bahkan semua desa di Indonesia bersepakat? Maka bahagialah Indonesia ini, bisa selamat dari ancaman kehancuran besar akibat utang”, ungkap Batafor.
Lalu bagaimana caranya agar desa bisa hidup? “Yah mudah saja. Kelola sumber daya alam masing-masing desa dan hiduplah sebagai warga dan desa serta kabupaten yang produktif bukan konsumtif atau mental enak karena sumber dana dari hasil utang yang berpotensi besar menghancurkan Indonesia akibat jika kita kebanyakan terus bebani negara dan tidak ada perubahan atau tidak ada hasil”, tandasnya.
Dia juga mengingatkan soal spirit gemohing yang menjadi budaya masyarakat Lembata. “Teman-teman mudaku semua, pemimpin setiap desa… ini bukan soal ada uang atau tidak… Bukan soal ada dana desa atau tidak. Bukan itu. Tanpa uang sekalipun, kita bisa sama-sama gemohing (gotong royong) gunakan sumber daya lokal yang ada untuk berbuat banyak aksi demi kemandirian desa dan kabupaten ini”, ujar dia.
“Kabupaten kita ini sudah Otonomi. Otonomi daerah dapat diartikan sebagai kemandirian mengurus diri sendiri dan tidak bergantung pada orang lain. Bahkan, otonomi lebih luas bermakna ‘tidak menggantungkan hidup pada negara’. Daerah yang telah Otonomi juga Wajib untuk urus rumah tangga sendiri. Seperti contoh halnya dulu masih hidup ditanggung orang tua ya sekarang sudah mandiri ya urus diri sendiri, bukan terusan minta uang dari orang tua”, ujarnya, mencontohkan.
“Sama halnya dengan kita hidup di kabupaten ini, berusaha untuk menjadi manusia dan kabupaten yang tidak terus-menerus membebani negara. Begitu banyak alokasi anggaran dan bantuan baik dari pusat maupun provinsi berpuluh-puluh tahun tetapi kita tetap menjadi daerah miskin. Lembata semakin miskin lalu utang makin banyak?” tegasnya, mengingatkan.
Dia berharap agar Pemerintah Daerah Lembata dan Pemerintah Desa lebih sadar melihat semuanya. “Sehingga sebisa mungkin kita mampu menjadi kabupaten mandiri yang hidup lebih besar dari SDA kita. Sebab ketika SDA kita dikelola dengan baik maka kita turut menjadi kabupaten yang mampu berkontribusi mengurangi beban negara termasuk meminimalisir utang negara kita”, tandasnya, dan menambahkan, “Kepala desa hebat, kepala desa yang mampu hidupi desa secara mandiri dari kekayaan desanya”.(AN-01)