Aksinews.id/Lewoleba – Pasca erupsi dan banjir bandang yang meluluhlantakan desa-desa di Kecamatan Ile Ape dan Kecamatan Ile Ape Timur, SMP Negeri 3 Satap Ile Ape Timur masih belum bisa melakukan kegiatan belajar mengajar tatap muka. Pasalnya, gedung sekolahnya berada di Desa Waimatan. Sedangkan, seluruh warga desa ini sudah dikosongkan.
Pihak sekolah bersama komitenya sempat bertemu Bupati Lembata, Thomas Ola agar dicarikan gedung sekolah di tempat yang aman sehingga kegiatan belajar mengajar bisa dilangsungkan secara tatap muka. Akan tetapi, Bupati Thomas mengarahkan mereka untuk menemui Dinas PKO Lembata guna mencari jalan keluarnya.
Tapi, “Sampai sekarang belum ada solusinya”, ungkap Antonius Sulong Pati, SPd kepada aksinews.id, di Lewoleba, Minggu (31/10/2021) malam.
Guru mata pelajaran sejarah yang merangkap juga dua mata pelajaran lain, PKN dan Seni Budaya, ini menuturkan bahwa pembelajaran online sangat menyulitkan para siswanya. Sebab, signal internet di wilayah desa Lamagute dan desa Aulesa sangat sulit. “Siswa harus mendaki gunung untuk mendapat tempat yang ada signal internet. Kami guru-guru juga tersebar. Kebetulan saya tinggal di kontrakan di Lewoleba”, ujarnya, lirih.
Ada juga yang memposting sulitnya mereka mendapatkan signal internet. Padahal, para siswa harus mengikuti Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK). Ya, “Pelaksanaan ANBK kali ini memberikan tantangan tersendiri bagi kami. Namun sekalipun dengan keterbatasan daya dukung bahkan warga sekolah dalam masa sulit pasca bencana banjir bandang dan tanah longsor, kami tetap tidak patah semangat untuk belajar dan tetap ingin mengikuti pelaksanaan ANBK yang akan datang dengan harus keluar masuk hutan dan naik turun bukit untuk belajar bersama”, akun facebook Eman Langoday, sambil mempost juga foto-foto siswa berseragam keluar masuk hutan.
“Perjuangan menaklukan sinyal harus membutukan pengorbanan dan kesabaran yang ekstra… Maafkan kami yang selalu membuat hatimu kesal untuk masalah jaringan. Kami hanya gurumu yang tidak mengetahui betapa sulitnya kamu menghadapi pendidikan di masa ini. Semoga kamu tetap sabar dalam belajar…”, tulis Eman Langoday, guru. SMPN 3 Satap Ile Ape Timur.
Sekolah ini memiliki 80-an siswa yang terbagi dalam empat rombongan belajar. Kelas VII hanya satu rombongan, kelas VIII dua rombongan belajar, dan kelas IX hanya satu rombonga belajar. “Siswa dari Waimatan semuanya di tempat pengungsian, baik di Lewoleba maupun di pondok-pondok di Ile Ape. Sedangkan, dari Lamagute dan Aulesa tetap di kampungnya”, papar guru Pati.
Para siswa, orang tua wali siswa maupun para guru berharap segera ada solusi bagi mereka untuk bisa melakukan kegiatan belajar mengajar tatap muka. “Tatap muka itu harapan kami guru, siswa maupun orang tua wali siswa. Masyarakat sedang dalam kesulitan ekonomi pasca banjir dan longsor. Online itu butuh biaya internet. Itu yang sangat menyulitkan buat siswa, selain akses internet yang juga sulit di daeah kami”, jelas Antonius Sulong Pati.(AN-01)