Oleh: John S. Batafor
Aktivis Taman Daun, Tinggal di Bluwa, Lewoleba
Tidak dapat dipungkiri tren tindak kriminalitas seperti kasus pelecehan seksual dan pembunuhan seperti menjadi hal yang dianggap biasa. Film dan video, photo termasuk dari seringnya berita-berita ditayangkan di berbagai media massa menjadi hal yang mudah dikonsumsi oleh banyak pengguna media social, khususnya Facebook yang aktif digunakan oleh kebanyakan orang, khususnya Kabupaten Lembata.
Saya sangat miris dengan semua postingan di sosial media, termasuk beberapa media online yang mempublikasikan berita kriminal pembunuhan yang sangat sadis, seperti yang baru saja terjadi di Lembata. Ada beberapa media dengan judul extreme dan isi berita yang hanya menulis singkat kronologi pembunuhan tanpa ada advice atau himbauan positif bagi pembaca dari semua kalangan termasuk anak-anak dan remaja. “Ya, hanya menulis bagai bercerita bahwa telah terjadi pembunuhan hingga kepala dipenggal dan dibakar” tanpa peduli dampak pada phisikologi pembaca.
Berita seperti ini bukan hanya berpengaruh pada keluarga, tetapi jauh lebih dari itu, adalah dampaknya untuk banyak orang termasuk remaja. Ketika kita sering melihat hal kejahatan semacam ini maka kita akan semakin merasa hal ini biasa dan tidak takut lagi. Akhirnya, hal ini jadi dianggap biasa. Dan, banyak orang akan dengan gampang melakukan hal serupa karena dianggap biasa atau seperti tren.
“Bisa anda bayangkan, seperti melihat sebuah gambar dengan tubuh berlumur darah yang telah dicincang dengan benda tajam?? Setiap orang sudah pasti awalnya takut melihat gambar atau video semacam itu namun ketika sering melihat berulang kali maka akhirnya tidak takut lagi seperti pertama kali melihat”. Hal ini merupakan faktor kebiasaan yang akan merubah kondisi jiwa dan kebiasaan seseorang.
Berita semacam ini bukan lagi informasi bermanfaat tetapi lebih kepada dampak negatif untuk banyak orang terutama anak remaja.
Perlu dipertanyakan, mengapa berita-berita ini terlalu sering ditulis begitu rinci dan hanya sebagai berunsur informasi, tanpa terselip unsur-unsur edukasi berupa norma-norma kehidupan maupun edukasi peraturan hukum. Apa tujuan pemberitaan-pemberitaan negatif ini dan apa pengaruhnya bagi khalayak pembaca terutama anak remaja?
Professor psikologi dari Amerika, Laurence Steinberg mengatakan, “Otak remaja seperti mobil dengan akselator bagus tapi remnya lemah. Dengan impuls yang kuat di bawah kontrol pengaruh yang buruk, kemungkinan hasilnya adalah tabrakan. Dan, mungkin, KRIMINALITAS”.
Dia juga mencatat bahwa “remaja lebih rentan terhadap pengaruh negatif yang menyebabkan mereka kurang memiliki kendali”. Bahkan para ahli mengatakan bahwa pada usia 16-17, remaja rata-rata lebih impulsif, agresif, emosional tidak stabil, kemungkinan mengambil risiko, reaktif, rentan terhadap tekanan, cenderung berfokus pada hasil jangka pendek dan meremehkan konsekuensi jangka panjang terhadap perbuatan mereka. Kekerasan terhadap orang lain juga cenderung memuncak pada masa remaja, terutama pada awal umur 16 tahun, kata psikiater Peter Ash dari Emory University.
Jadi sudah jelas berita-berita kekerasan apalagi yang sadis akan memberikan efek pada khalayaknya, khususnya pada anak remaja. Dimana fase ini merupakan tahap penyesuaian yang tinggi akan perubahan. Perilaku remaja sangat bergantung pada faktor personal dan faktor situasional yang mempunyai peranan penting terhadap perilaku remaja. Maka tentunya, hal ini memberikan dampak perubahan pada perilaku bukan hanya pada remaja itu sendiri, namun akan meluas terhadap perubahan pada masyarakat itu sendiri. Norma-norma kehidupan yang baik akan berubah menjadi tidak baik.
Selain itu, sangat diharapkan para pengguna media social, juga termasuk pengguna Facebook yang lebih banyak digunakan oleh masyarakat kabupaten Lembata, khususnya dapat sebisa mungkin tidak mempublikasikan hal semacam ini. Karena sama sekali tidak ada manfaat positif. Malah dampaknya bisa jadi berbuah pahit pada orang lain ketika hal serupa ditiru.
Orang tua juga sebaiknya mengarahkan anak-anaknya untuk menggunakan media sosial secara benar dan atau tidak perlu menggunakan media social, khususnya Facebook di usia yang belum cukup.
Semoga kedepannya Kabupaten kita lebih baik dan lebih sering mengkonsumsi hal-hal positif demi kemajuan bersama pada daerah kita yang sudah tertinggal ini.
Salam! (*)
Mntap kk,, tulisan mencerdaskn ,, khusus pembaca