Oleh: Y. Bala Januarius
Alumnus MA in International Education and Development,
Sussex University, Brighton, England, UK.
Di jantung Kota Lewoleba, Kabupaten Lembata, berdiri megah gedung perpustakaan daerah yang sepertinya menegaskan kepada semua warga yang melintas – bahwa buku adalah jantung pengetahun. Tampilan gedung yang indah di depan jalan negara trans Lembata dengan gaya arsitek mirip jaman renaissance itu langsung mengundang decak kagum. Barangkali ini juga merupakan gedung ‘ago lewo‘ (penghias kampung) Lembata yang menjadi kebanggaan anak tanah bahwa buku-buku pantas mendapat tempat yang layak dan berkualitas seperti perpustakaan daerah ini.
Literacy Legacy
Pertanyaannya, apa makna kehadiran perpustakaan daerah ini ketika disandingkan dengan literacy legacy anak-anak dari rahim pulau Lembata yang telah menyejarah dalam perjalanan literasi bangsa ini? Sebelum perpustakaan ini ada, bahkan jauh sebelum sekolah dengan fasilitas hebat sekarang, telah lahir dan terbukti orang-orang hebat dari masa ke masa.
Sebut saja almarhum Profersor Doktor Gorys Keraf, Putera Lembata pakar Bahasa Indonesia yang buku dan pemikirannya telah memberi warna dan kualitas untuk perjalanan berbahasa bangsa kita. Bukunya yang sangat terkenal, yang membuat namanya meroket dalam kancah nasional tatabahasa adalah Tatabahasa Indonesia (1970) . Para pelajar dan mahasiswa sangat familiar dengan nama ini. Ia adalah seorang ilmuwan bahasa sejati yang mengabdikan dirinya sebagai dosen di Universitas Indonesia hingga akhir hanyatnya. Saya masih ingat, salah satu buku wajib yang harus kami pakai semasa mahasiswa yakni KOMPOSISI untuk referensi tulis menulis. Buku ini juga merupakan suatu master piece karyanya untuk dunia kebahasaan di tanah air.
Atau kita kenal juga, tokoh literasi kesohor yang lain, Pater Alex Beding, SVD, imam sulung dari Pulau Lembata. Untuk mengenang rekam jejaknya pada pesta intan imamatnya, Pos Kupang tanggal 27 Januari 2012 menulis bahwa Pater Alex Beding, SVD tidak sekedar imam katolik yang setia melayani umatnya, dia adalah tokoh perintis yang membudayakan tradisi membaca bagi masyarakat Flores, Lembata dan NTT umumnya lewat buku dan media massa. Dia merupakan tokoh peradaban daerah ini yang patut dikenang dan diteladani.
Pater Alex Beding adalah tokoh visioner dalam dunia literasi. Ia risau dengan kegelapan yang melanda Nusa Tenggara Timur (NTT) di jaman lampau, demikian tulis ama Hurekmaking dalam blog pribadinya 9 Juli 2019. Ketika itu, sekolah-sekolah rakyat sudah dibuka walau masih sedikit. Sudah ada lulusan Sekolah Guru Bawah dan Sekolah Guru Atas yang mengajar di desa-desa. Orang NTT mulai banyak membaca. Tapi, jika tidak ada bahan bacaan, kemampuan baca tulis ini perlahan-lahan bisa hilang. Orang akan menjadi lupa huruf.
Mempertimbangkan kondisi ini, maka ia membidani lahirnya Surat Kabar Mingguan DIAN pada tahun 1973 yang kemudian sangat berjasa untuk menanamkan budaya baca masyarakat NTT. Di tangan pater Alex Beding dan barisan anggota konggregasi Sovietas Verbi Divini, DIAN telah menjadi terang dalam kegelapan literasi di NTT selama kurang lebih 30 tahun dari Ende, Kota Pancasila.
Lepas dari generasi perintis, saat ini ada lagi beberapa tokoh muda yang karena keahlian tulis-baca telah dikenal secara luas secara nasional. Misalnya Bapak Robert Bala Tolok; ia adalah penulis yang prolific, yang sudah lama menulis di berbagai media massa lokal maupun nasional serta menulis berbagai buku. Di tengah situasi pandemi covid 19, ia malahan menjadi sangat produktif. Beberapa buku di antaranya adalah: Cara Mengajar Kreatif, Succesful Aging, Memaknai Badai Kehidupan, Menjadi Fasilitator Menarik- Efektif, Berbuah di Usia Senja, Menjadi Guru Hebat Zaman Now, Homili yang membumi, serta Creative Teaching.
Atau juga di generasi yang lebih kemudian lagi, ada Pater Stef Tupeng Witin, SVD dan Pater Charles Beraf, SVD yang merupakan imam SVD dengan kemampuan menulis yang sangat luar biasa. Tulisan-tulisan mereka selalu terpublikasi di berbagai media massa dengan berbagai ide brilian untuk membangun kesadaran kritis para pembaca.
Tanpa mengabaikan yang lain, Ini hanyalah sederet nama dari anak tanah Lembata yang telah sangat berkualitas membentuk diri dan berkontribusi untuk dunia literasi. Tentu saja mereka telah dengan susah payah membangun kapasitasnya di atas keterbatasan masa lampau dengan hasil yang jauh sangat memuaskan di mata publik.
Mungkin saat para kaliber literasi ini mengenyam pendidikan di NTT, secara umum masyarakat masih sulit mendapatkan buku dan majalah yang berkualitas. Tetapi karena mereka masuk (dididik) di tempat yang berkualitas dengan referensi bacaan dan perpustakaan yang lengkap, seperti Seminari Menengah dan Seminari Tinggi serta sekolah misi yang lain, maka mereka telah mendapatkan yang sangat baik untuk mengembangkan diri. Tentu saja dengan keutamaan-keutamaan yang seharusnya, misalkan disiplin dalam segala hal, budaya baca yang tinggi, budaya diskusi, kesetiaan terhadap aturan, bekerja dan berdoa, serta kemampuan untuk bisa passing over (beralih dan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan kelompok masyarakat / lingkungan yang dimasuki).
Dengan segala kapasitas mereka yang unggul ini, mereka telah mengharumkan nama Lembata dalam dunia literasi dan mewariskan kepada warga Lembata khususnya dan Indonesia umumnya akan pentingya ketekunan membaca dan menulis. Ini adalah LITERACY LEGACY, sebuah warisan literasi yang tak tertandingi.
Perpustakaan Daerah Lembata: Quo Vadis?
Lalu apa pentingnya warisan literasi ini disandingkan dengan keberadaan perpustakaan daerah kabupaten Lembata?
Gedung yang dibangun dengan Dana Alokasi Khusus sekitar Sembilan miliar rupiah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara di tahun 2020 menjadi kantor perpustakaan dan arsip daerah sekaligus menjadi gudang pengetahuan (berbagai referensi berupa karya tulis, karya cetak dan karya rekam) yang dilengkapi dengan fasilitas ruangan baca dan tempat pertemuan mini. Ini mungkin salah satu gedung perpustakaan daerah termegah di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Gedung ini sungguh harus menjadi gudang pengetahuan masa kini buat generesi Lembata. Belajar dari kesulitan masa lalu akan kurangnya bahan bacaan buat masyarakat, manajemen Perpustakaan di bawah kepemimpinan Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Lembata, Bpk. Burhanudin Kia, SH diharapkan bisa menghapus dahaga masyarakat akan sumber bacaan. Tentu saja Perpustakaan daerah tidak menjadi tempat semayamnya buku-buku bisu tanpa disentuh oleh gairah para warga, melainkan menjadi magnet untuk menarik putera puteri Lembata guna mengenyam setiap inspirasi dari halaman ke halaman.
Sabtu siang, 9 Oktober 2021, teman saya Ignasius Dewantoro Liarian, S.Fil., M.Si (Kepala Bidang Pengelolaan layanan dan Pelestarian bahan perpustakaan) di ruangan kerjanya, menjelaskan bahwa minat baca warga masyarakat khususnya di Kota Lewoleba dan sekitarnya cukup baik. Data tahun 2017 menunjukkan bahwa jumlah pengungjung ada 4.439 orang terdiri dari anak sekolah Dasar 1.969 orang, anak Sekolah Menengah Pertama 1.211 orang, anak Sekolah Menengah Atas 882 orang, mahasiswa 29 orang, masyarakat umum 127 orang, serta guru dan pegawai negeri sipil 221 orang. Secara akumulatif, pengunjung dari tahun 2017-2019 sebanyak 8. 518 orang.
Kendati demikian, selama masa pandemi, kunjungan ke Perpustakaan daerah menurun drastis. Buku dianggap menjadi media yang potensial untuk penyebaran covid-19 kalau dipakai bergantian. Karena itu, masyarakat dan anak sekolah tidak dianjurkan untuk datang meminjam buku dan membaca di perpustakaan untuk menghindari penyebaran covid 19. Data rekapan menunjukkan bahwa di saat puncak pandemi covid 19, jumlah kunjungan sangat sedikit dibandingkan dengan data kunjungan tahun 2017-2019. Total pengunjung di tahun 2020 -2021 hanya sejumlah 788 orang.
Walau dalam kesulitan mobilitas dan kewaspadaan tinggi untuk aktivitas sosial, Pihak Perpustakaan Daerah tetap berjuang maksimal untuk bisa pada jalur kerja character dan capacity building menuju Lembata sebagai Kabupaten Literasi.
Yang saat ini sedang dilakukan adalah pendampingan koleksi bahan bacaan perpustakaan desa berupa ilmu terapan di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, wirausaha, pendidikan, kesehatan, pariwisata, dan industri rumah tangga. Sudah dilakukan distribusi 250 judul buku ke semua perpustakaan desa di Kabupaten Lembata (144 desa). Diharapkan agar kehadiran buku-buku di desa ini bisa meningkatkan akses bahan bacaan dan budaya baca masyarakat sekaligus menjadi sumber bacaan yang menginspirasi warga desa melakukan inovasi dan terobosan- terobosan yang dipelajari dari buku-buku tersebut.
Untuk terus memotivasi peningkatan kreativitas, minat dan bakat anak-anak Lembata, Pihak Perpustakaan daerah telah menyelenggarakan PANGGUNG LITERASI yang melibatkan para murid dan guru dari berbagai sekolah di Lewoleba dan sekitarnya. Lanjutan dari kegiatan ini adalah kerjasama dengan sekolah-sekolah untuk mengatur jadwal kunjungan berkala ke perpustakaan daerah. Suatu langkah by design yang perlu diapresiasi untuk sedikit memacu budaya baca generasi masa kini yang mungkin lebih senang dengan hiburan audio-visual via gadget di tangan mereka.
Dengan tenaga 11 staf dan 14 orang pengolah buku, Perpustakaan Daerah Lembata ingin memberikan yang terbaik untuk kemajuan literasi di Lembata. Ia ada untuk tujuan memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatakan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa (Pasal 4 Undang Undang Nonomr 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan)
Kerja yang visioner dari balik deretan buku-buku dengan program inovatif ke depan akan membawa Lembata mengikuti jejak para perintis dan tokoh kaliber literasi yang telah memberi contoh dengan legasi yang tak mungkin terhapuskan. Bravo Perpustakaan Daerah Lembata. Sebuah kado di Hari Ulang Tahun Kabupaten Lembata yang ke- 22. Dirgahayu Lembata 12 Oktober 2021, Jayalah selalu.(*)