Oleh: Felix Pebruyanto Liwu, S.Pd
Guru SMPN 3 Wulanggitang, Hewa, Flores Timur
Life is struggle. Sebuah ungkapan dari bahasa Inggris yang artinya, “Hidup adalah perjuangan”. Maknanya, adalah semua hal yang kita impikan dalam hidup harus diperjuangkan. Untuk menggapai sesuatu dibutuhkan usaha. Tanpa ada usaha tidak mungkin akan menggapai sesuatu. Tanpa ada kerja keras mustahil mimpi akan terwujud. Harus ada perjuangan.
Ungkapan ini dimaknai secara mendalam oleh Maria Adriana Toa Key. Siswi kelas IX SMPN 3 Wulanggitang, Hewa, kelahiran Pantai Oa, Kecamatan Wulanggitang ini memiliki impian untuk menjadi orang yang berguna. Untuk mewujudkan impiannya, butuh perjuangan yang tidak mudah. Apalagi patah semangat. Sebagai seorang pelajar ia terus berjuang dengan belajar di tengah tantangan sesukar apa pun. Terutama di tengah pandemic Covid-19 yang memaksa pembelajaran di sekolah harus ditiadakan.
Ketika kebijakan belajar dari rumah diterapkan untuk menghindari penyebaran virus korona pembelajaran harus dilakukan dalam jarak jauh. Bagi Adriana belajar dari rumah jauh lebih berat dari perjuangan ia dan teman-temannya menapaki jalan Pantai Oa – Hewa setiap hari sebelum korona menyerang. Jalan sepanjang kurang lebih 4 km ini mereka susuri pagi dan siang setiap hari ketika pergi dan pulang sekolah. Karena itu ketika harus kembali dan belajar dari rumah tantangan kian menumpuk.
Sungguh tak terbayangkan Adriana bahwa dia harus belajar dari rumah. Di sebuah gubuk kecil dengan ruang belajar berukuran 4 x 4 m2 dengan perabot yang minim. Hanya ada 1 buah kursi plastik dan sebuah meja kecil. Perabot tersebut yang menjadi andalan Adriana dalam belajar dan juga digunakan untuk menyambut orang yang berkunjung ke rumah. Sebuah kondisi yang sangat memilukan bagi siapa saja yang menyaksikan keadaan ini.
Adriana adalah seorang yang penuh semangat. Keterbatasan tidak membunuh semangat juangnya. Walau secara akademis ia tergolong anak yang tidak terlalu menonjol dan prestasi akademiknya pun tidak cemerlang, namun ada sesuatu sangat luar biasa pada dirinya yaitu semangatnya yang tak pernah pupus dalam belajar. Sebelum corona menyerang, kecuali sakit, Adriana tidak absen ke sekolah walau harus berjalan kaki. Pun ketika belajar dari rumah, setiap tugas yang diberikan oleh guru mata pelajaran, selalu dikerjakan dengan baik dan dikumpulkan tepat waktu.
Adriana mengisahkan bahwa ketika diberlakukan pembelajaran dari rumah, ia mengikuti arahan yang diberikan guru dalam belajar. Langkah pertama adalah membuat jadwal belajar harian di rumah, menyusun sendiri roster belajar dan menempelkan pada dinding rumah dekat tempat belajarnya. Roster inilah yang menjadi panduannya untuk belajar. Langkah berikutnya adalah membuat jurnal kegiatan belajar. Semua aktivitas belajar setiap hari dicatatnya dalam jurnal harian tersebut. Dengan jurnal tersebut, setiap akhir pekan Adriana melakukan refleksi atas semua aktivitasnya selama satu pekan. Hal-hal positif dipertahankan sementara yang masih kurang diperbaiki.
“Ketika belajar dari rumah, saya ikuti petunjuk guru untuk membuat jadwal belajar sendiri. Selain itu aktivitas belajar saya setiap hari saya tulis dalam jurnal harian. Dengan adanya jadwal dan jurnal belajar, saya bebas belajar materi apa saja dan juga menuliskan refleksi belajar saya”, ungkap Adriana.
Tidak jarang dalam belajar Adriana menemui kesulitan. Kekurangan referensi belajar adalah tantangan terbesar. Karena sumber belajar yang menjadi andalan Adriana dalam belajar hanyalah buku paket yang dipinjamkan sekolah. Adriana tidak memiliki HP android sehingga tidak bisa mencari materi di internet. Walau demikian Adriana tidak patah semangat. Ketika menemui kesulitan dalam menyelesaikan tugas, Adriana tidak ragu menanyakan kepada teman-temanya, atau kepada guru saat kegiatan home visit (kunjungan rumah).
Adriana harus membuang jauh-jauh rasa malunya agar bisa meminjam HP android temannya untuk mengakses materi pembelajaran. Kadang ia harus menunggu berjam-jam untuk berbagi HP dengan temannya. Apalagi desa Pantai Oa, tempat tinggalnya belum ada sinyal telepon dan internet. Satu-satunya sumber internet adalah jaringan wifi milik desa. Itu pun hanya bisa diakses di sekitar kantor desa.
“Kesulitan utama saya dalam belajar adalah buku referensi. Bapa Mama hanya petani karena itu tidak punya cukup uang untuk membeli buku apalagi HP. Tapi saya tidak malu minta bantuan pada teman”, tutur Adriana.
Belajar dari rumah dengan tantangan seperti ini kadang terasa menjenuhkan bagi Adriana. Fasilitas belajar kurang memadai kadang membuat motivasi belajarnya menjadi kendur. Keceriaan bersama teman-teman kelas menjadi hilang karena setiap hari hanya bertemu anggota keluarga. Namun belajar dari rumah tidak selalu tentang kesulitan. Ada juga hal-hal yang menyenangkan. Bagi Adriana belajar dari rumah itu terasa menyenangkan karena tidak ada orang yang mengawasi seperti guru. Belajar menjadi lebih rileks karena waktu belajar diatur sendiri.
Perjuangan Adriana di masa pandemic Covid-19 terasa kian berat saat Ujian Akhir Sekolah. Sebagai siswa kelas IX yang sebentar lagi akan menamatkan sekolah menengah pertama, Adriana harus mengikuti Ujian Akhir Sekolah. Pada tahun 2021 SMPN 3 Wulanggitang mengadakan ujian secara online. Lagi-lagi Adriana mengalami kesulitan handphone android. Beruntung sekolah memiliki tablet yang dapat dipinjamkan untuk peserta didik yang belum memiliki HP android.
Perjuangan Adriana selama belajar dari rumah di masa pandemic Covid-19 turut diakui ayahnya, Gaspar Plue. Ketika sekolah memutuskan untuk memulangkan siswa ke rumah, kami hanya pasrah. Peran kami sebagai orang tua hanya sebatas mendampingi dan mengawasi Adriana dalam belajar. “Maklum Pak, kami hanya tamat SD jadi hanya dapat mengawasi Adriana dalam belajar. Ketika dia dan teman-temanya sibuk bermain kami mengingatkannya untuk segera kembali belajar dan menyelesaikan tugas yang diberi oleh guru. Untuk beli HP kami tidak mampu”, ujar Gaspar.
Meskipun Adriana anak seorang petani, ia memiliki cita-cita menjadi anak yang berguna bagi keluarga dan masyarakat. Itulah motivasi yang terpatri dalam diri Adriana sehingga mendorongnya untuk giat belajar di tengah pandemic Covid-19 sekalipun. Cita-cita Adriana diawali dari kondisi kehidupan keluarga yang sederhana dan susah. Karena itu ia berkomitmen untuk tidak menyerah dalam belajar agar menjadi lebih baik dari kehidupan orang tuanya sekarang. Impiannya adalah merubah kehidupan keluarga menjadi lebih baik. Dan jalan menggapai impiannya itu adalah lewat jalur pendidikan.
Karena itu walau di tengah situasi yang sulit Adriana pantang menyerah. Ia menjalani pendidikannya dengan semangat. Belajar dalam kondisi yang serba terbatas mmembutuhkan semangat pantang menyerah dan menuntut ketekunan. Karena orang yang enggan belajar dan menyerah lalu pasrah pada keadaan dan atau tantangan pada akhirnya akan menuai kegagalan.
Di tengah pandemic Covid-19 sekarang, dalam dunia pendidikan tentu ada banyak kisah seperti yang dialami oleh Adriana. Covid-19 memberi seribu satu macam pengalaman belajar yang patut direflesikan untuk dapat diambil hikmahnya. Selamat berjuang Adriana. Masa depan yang cerah menanti lewat perjuangan tak kenal lelahmu. Impian jangan hanya sebatas impian, wujudkan impian menjadi kenyataan.(*)