Aksinews.id/Kupang – Pakar hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana, Kupang, Dr. Kotan Yohanes Stefanus, SH, MH meminta pejabat Provinsi Nusa Tenggara Timur tidak mengibuli rakyat dengan argumentasi yang tidak dipahaminya sendiri. Hal ini disampaikan terkait penjelasan Kepala Biro Administrasi Pimpinan Setda NTT, Dr. Ardu Jelamu Marius mengenai pemulangan jenasah almarhum Eliaser Yentji Sunur ke Lembata, walau terpapar Covid-19.
Ya, “Argumentasi yang dikemukakan Karo Humas Provinsi NTT bahwa keputusan Gubernur NTT untuk membawa Almarhum Bupati Lrmbata, Mohamad Yentji Sunur ke Lembata, kendatipun Almarhum wafat karena COVID, adalah diskresi Pemprov NTT. Argumentasi tersebut menunjukkan pemprov, khususnya Karo Humas tidak memahami konsep Diskresi dan batas toletansi penggunaan diskresi”, tegas akademisi Undana yang diakrab disapa Jhon Kotan, Selasa (20/7/2021), di Kupang.
Kotan mempertanyakan, apakah regulasi tentang Pandemi Covid-19 memberi ruang diskreasi. Ya, “Pertanyaan, apakah regulasi tentang Pandemi Covid memberi ruang diskresi bagi Gubernur untuk itu? Dimana ruang kebijakan itu? Regulasi itu memberikan batas toleransi sampai sejauhmana? Kalau ada disktesi untuk Gubernur itu apa sajakah tolok ukurnya”, ujarnya, bertanya-tanya.
“Saya berpendapat bahwa tidak ada ruang diskresi dalam regulasi pandemi. Oleh karenanya, sebagai pejabat provinsi, rakyat jangan dikibuli dengan argumentasi yang tidak dipahami pejabat itu sendiri”, tegas Jhon Kotan.
Sebagaimana diberitakan media online dari Kupang, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat melalui juru bicara, Ardu Jelamu Marius mengatakan, keputusan untuk memakamkan jenazah almarhum Bupati Sunur telah dikoordinasikan pemerintah Provinsi NTT bersama pemerintah Kabupaten Lembata dan pihak rumah sakit Siloam Kupang.
Keberangkatan jenazah dari Kupang ke Lembata pun telah dipertimbangkan dari berbagai aspek. Ardu Jelamu menyebut, keputusan membawa jenazah Bupati Sunur untuk dikebumikan di tengah -tengah rakyat Kabupaten Lembata merupakan keputusan yang harus diambil pemerintah.
“Pertama, karena Bupati Lembata tidak hanya seorang pribadi yang namanya Yance, tapi dia adalah seorang pejabat publik, bupati dan bapa dari ratusan ribu orang yang meninggal saat menjalankan tugas,” ujar Ardu Jelamu sebagaimana dikutip POS-KUPANG.COM.
Bupati Sunur sebelum meninggal, kata Ardu Jelamu, masih melaksanakan tugas ke Jakarta dan Labuan Bajo sebelum akhirnya dirawat di RS Siloam Kupang karena Covid-19.
Selain itu, jelas Ardu Jelamu, sebagai pejabat publik maka Bupati Sunur terikat konsekuensi dengan jabatan publik yang mengatur segala tata cara sesuai standar kenegaraan.
“Konsekuensi dari jabatan publik, terkait dengan dia (mendiang Bupati Sunur) ada tata caranya. Jadi, tidak semua hal harus sama karena kedudukan seseorang yang diatur dalam protokoler. Dengan menjadi bupati atau pejabat publik maka kehidupan tidak bersifat pribadi tapi bersifat public”, tegas pria yang juga menjabat Kepala Biro Administrasi Pimpinan Setda NTT itu.
Karena itu, kata Ardu Jelamu, setelah hampir satu v mengabdi bagi masyarakat dan bumi Lembata maka rakyat tentu menginginkan Bupati mereka kembali ke perut bumi di tengah rakyatnya.
Karenanya, ia menegaskan bahwa suara suara miring yang menuduh pemerintah “pilih kasih” dalam penerapan kebijakan penanganan jenazah COVID-19 harus juga melihat sisi lain dari diskresi yang diambil pemerintah.
“Tidak semua hal dalam hidup berlaku sama satu dengan yang lain, tidak bisa samakan tata cara presiden meninggal dengan bukan presiden. Ada tata caranya”, ujar dia.
Pemerintah, kata dia, telah memastikan seluruh proses keberangkatan jenazah dari Kupang ke Lembata dengan standar penerapan protokol medis yang sangat ketat.
“Peti jenazah sudah ditutup mati dan semua keluarga yang mengantar diswab dan dipastikan negatif. Pilot dan pengantar semua menggunakan pakaian hasmar lengkap. Pemakaman tidak lama, begitu tiba langsung dimakamkan”, ujar Ardu Jelamu.
Pemerintah, kata Ardu Jelamu, menghimbau masyarakat untuk tidak membully hal tersebut. “Kami menghimbau masyarakat tidak membully orang yang sudah meninggal, biarkan almarhum beristirahat dalam damai. Jangan lagi diungkit”, imbau dia.(*/fre)