Kehidupan manusia selalu tidak luput dari bencana. Korban dan penderitaan kerap kali mengikuti, setelah bencana terjadi. Bencana Badai Siklon Tropis Seroja yang menimpa Nusa Tenggara Timur (NTT), pada 3-4 April 2021 yang lalu, jelas merupakan peristiwa pahit, menyedihkan dan santer menarik perhatian publik. Menurut data yang diterima Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), bencana seroja mengakibatkan 181 orang kehilangan nyawa, 66 ribu rumah rusak parah, 12.334 orang terpaksa mengungsi dan 258 lainnya luka-luka (Tribunnews, 4 Mei 2021).
Bencana juga bertendensi membawa penderitaan bagi warga dan kalangan yang terdampak. Nyawa dan harta benda terancam. Orang yang mengalami peristiwa tersebut hanya bisa pasrah, dan hanyut dalam penderitaan. Segelintir orang kemudian merefleksikannya dan mengambil hikmah dari peristiwa tersebut. Seorang Pemikir Austria, Viktor Frankl berpendapat, bahwa berbagai peristiwa penderitaan apa pun termasuk bencana bisa diterima dan dijalani, jika orang mampu menimba nilai dan makna dalam hidupnya. Nilai dan makna hidup bisa berupa keluarga, nilai-nilai kehidupan atau Tuhan. Namun, terkadang juga, bencana yang begitu menyakitkan kerap kali membunuh semua makna yang ada. Orang justru jatuh ke dalam rasa putus asa.
Peristiwa Seroja dalam sekejab telah meluluhlantakkan berbagai dimensi kehidupan masyarakat NTT baik kehidupan ekonomi, sosial dan lingkungan. Tentu hal ini menarik simpati dan respon sosial berbagai kalangan untuk membantu meringankan beban penderitaan masyarakat NTT yang terdampak bencana.
Solidaritas Para Donatur di Tengah Bencana “Siklon Tropis Seroja”
Bencana Badai Siklon Tropis Seroja yang menggemparkan NTT, menyuguhkan nilai dan makna lainnya tentang rasa simpati dan solidaritas. Solidaritas sosial terwujud dalam rasa simpati berbagai pihak untuk satu hati, bahu-membahu dalam mengumpulkan dan memberikan donasi. Bahkan, lebih dari itu, ada pula yang terdorong dan berinisiatif memberikan sebagian waktu dan tenaganya sebagai relawan bencana.
Solidaritas dan tanggap darurat terhadap bencana seroja NTT pun muncul di berbagai tempat, di wilayah di Indonesia. Di Jakarta misalnya, kepanitiaan “Satu Hati Untuk NTT” yang digagas oleh Warga Diaspora NTT Jabodetabek dan Ormas-Ormas NTT Jabodetabek yang difasilitasi oleh Badan Penghubung NTT-Jakarta, telah bekerja maksimal. Sejauh ini, panitia “Satu Hati Untuk NTT” telah berhasil menyalurkan bantuan donasi barang lebih dari 200 ton. Keberhasilan panitia “Satu Hati Untuk NTT” tidak terlepas dari dukungan besar para donatur antara lain; Mensekneg, Kementerian Perhubungan, Pemprov NTT, Pak Komisaris Independen PT Pelni, PT Pelni, Paguyuban Istri-istri AKABRI 92, Binroh Kristiani Telkom Group, Aoki Vera, Relawan Anak Bangsa, PT Internusa Minyak, IKB, OKP asal NTT, serta para donatur yang menyumbang secara personal.
Secara umum, para donatur yang menyumbang ke Poskoh Satu Hati Untuk NTT, menyumbang secara spontan karena rasa simpati, tanpa adanya ikatan kekeluargaan, ikatan religiusitas atau pun kepentingan tertentu. Poskoh yang berpusat di Kantor Badan Penghubung NTT-Jakarta, yang berlokasi di Tebet, Jakarta selatan tersebut, sebulan terakhir menjadi tempat yang ramai didatangi para donatur dari berbagai kalangan.
Dengan adanya partisipasi berbagai pihak, dapat disimpulkan bahwa dengan bencana seroja di NTT, dapat mampu menggerakkan solidaritas masyarakat secara masif dan spontan, dengan kesadaran sosial universal, yang dilandasi juga oleh rasa kemanusiaan yang tinggi. Bencana NTT dapat membangkitkan semangat personal dan kolektiv sehingga sangat mungkin memupuk kebersamaan berbagai pihak walau sesaat.
Kehadiran “Kang Dede” di Tengah Bencana Seroja
Wujud solidaritas dan kepedulian berbagai pihak terhadap bencana Siklon Tropis Seroja di NTT tidak lain merupakan wujud antusiasme terhadap situasi kritis dan menyedihkan yang dialami warga NTT pasca bencana. Pada dasarnya, rasa solidaritas dan peduli muncul oleh karena adanya rasa simpati. Namun, esensi solidaritas secara total, ada dalam wujud ‘kehadiran’. Dengan kehadiran membuat seseorang merasa memiliki (Sense of Belonging). Seperti juga dalam situasi bencana, kehadiran akan selalu ‘berarti’ bagi orang lain terutama bagi mereka yang tengah mengalami penderitaan atau kesusahan.
Di tengah penderitaan yang dialami warga NTT atas peristiwa seroja, muncul sosok yang memiliki kepedulian yang mendalam, yang turut berkontribusi besar dalam membantu meringankan beban penderitaan yang tengah dialami warga NTT. Beliau adalah Komisaris Independen PT PELNI, Kristia Budiyarto atau biasa disapa ‘Kang Dede’. Kontribusi besar Kang Dede nampak dalam kehadirannya beberapa kali di Poskoh Satu Hati Untuk NTT, Tebet Jakarta Selatan dan mengikuti setiap tahapan dan proses pendistribusian donasi dari poskoh menuju NTT. Melalui lobi yang dilakukan aktivis kemanusiaan, Sandra Hartono, Kang Dede pun dengan lapang dan keterbukaan hati membantu memfasilitasi penyaluran donasi dari Poskoh Satu Hati Jakarta menuju NTT. Sesuai data Poskoh Satu Hati Untuk NTT Jakarta, Kang Dede telah membantu memfasilitasi pengiriman donasi sebanyak dua kali secara gratis; yang pertama melalui KM Ciremai sebanyak kurang lebih 35 ton dan yang kedua melalui KM Umsini, kurang lebih 90 Ton.
Partisipasi ‘Kang Dede’ sebagai relawan dalam aksi sosial Panitia Satu Hati Untuk NTT, bukan hal anyar karena dari rekam jejaknya, beliau sendiri juga adalah seorang relawan. Kang Dede adalah seorang relawan dan aktifis pendukung Jokowi sejak Pemilihan Gubernur DKI Jakarta bersama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Kang Dede kemudian, kembali sebagai relawan Jokowi pada pemilihan Presiden 2014 dan 2019. Walau secara implisit lebih memfokuskan diri sebagai relawan media, namun semangatnya sebagai aktifis sosial dan spirit relawan yang dibangunnya terus berakar dan ditunjukkan hingga saat ini. Semangat relawan yang selalu siap meluangkan waktu untuk kepentingan banyak orang.
Sumbangsi besar Komisaris Independen PT PELNI terhadap NTT sebagai bukti bahwa seorang pemimpin publik harus benar-benar menanamkan nilai-nilai sosial dan kemanusiaan di dalam dirinya. Pemimpin tidak hanya identik dengan kekuasaan, tetapi harus mengakar dalam pelayanan. Dalam hal ini, sosok dengan nama lengkap Kristia Budiyarto, tidak hanya menjalankan fungsi kepemimpinannya sebagai Komisaris PT. PELNI tetapi juga menunjukkan rasa solidaritas dalam kehadirannya.
Kehadiran Kang Dede secara langsung ke tengah Poskoh Satu Hati Untuk NTT dan mengikuti setiap tahapan proses pengiriman donasi, sebagai bukti adanya rasa memiliki terhadap masyarakat NTT. Apalagi sesuai profil, sebagai Putera kelahiran Cirebon, atau bukan ‘orang NTT’, kehadiran Kang Dede menjadi cerminan bahwa nilai solidaritas harus ‘lintas batas’ dan mampu menembus sekat etnis, agama, ras, atau pun golongan. Semoga spirit kepemimpinan Kang Dede menjadi teladan para pemimpin saat ini dan di masa yang akan datang.(*)
Penulis : Rikardus P. Hayon biasa disapa Riky Hayon
Alumni Pasca Sarjana Universitas Nasional
Tim Panitia Satu Hati Untuk NTT-Jabodetabek