Meninggalkan jabatan Direktur PT Radio Suara Kesehatan Muna di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, Rahman Tukan Hanafi memilih pulang kampung halamannya di Desa Wewit, Adonara Tengah, Flores Timur. Berbekal pengalamannya, saat ini ia mampu memproduksi minyak goreng merk “Donara” dan sabun cuci piring merk “Kesabo Klin”. Berikut petikan wawancaranya dengan Yurgo Purab dari aksinews.id dengan Rahman Tukan Hanafi :
Bisa Anda ceritakan perjalanan Anda sampai membangun industri minyak goreng dan sabun ini ?
Awalnya saya menetap di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Saya meninggalkan jabatan direktur di PT Radio Suara Kesehatan Muna di Kabupaten Muna. Saya mulai berpikir, kenapa harus terus mencari kerja di tanah orang. Sampai kapan saya bertahan di Sulawesi. Padahal di kampung saya juga banyak potensi. Ya, pada akhirnya, saya memutuskan untuk pulang ke kampung.
Apa yang Anda rencanakan saat itu setelah membuat keputusan pulang kampung ?
Saya lihat produksi kelapa kita sangat melimpah, tetapi yang dilakukan adalah kelapa dijual dalam bentuk kopra, bahkan buah kelapa utuh. Banyak anak muda mewarisi perkebunan kelapa milik keluarganya, tetapi mereka tidak pernah membuat terobosan dengan menjadikan kelapa sebagai barang jadi atau barang laik produksi. Nah, saya mulai pikir bagaimana supaya kelapa yang ada bisa diproduksi sampai barang jadi minyak goreng.
Apakah Anda punya pengetahuan atau pengalaman di bidang industri ini ?
Ya, saya punya pengalaman di Sulawesi, bekerja di pabrik yang sama. Teori dan aplikasinya saya mengerti bahkan saya terapkan saat ini.
Apa yang Anda lakukan pertama kali untuk memulai bisnis ini ?
Pertama kali saya mencoba bikin Bussines Plan (Rencana Bisnis) dan presentasikan ke Penyuluh Pertanian di desa kami. Mereka tertarik dan menyarankan agar jenis usaha ini sebaiknya di kelolah oleh BUMDES Desa Wewit. Awalnya, rencana bussines dan biaya yang saya rancang itu diambil alih oleh desa, namun menunggu lama tidak pernah ada realisasi. Maka, diam-diam saya mencari modal dari sumber lain. Saya menggandeng seorang teman namanya Andarias dari Makassar. Kami berdua berpikir mencari investor dan akhirnya mendapat bantuan modal Rp 50 juta. Modal ini masih kurang, karena sesuai hitungan kami dibutuhkan Rp 100 Juta lebih, termasuk untuk membeli mesin produksi. Saya dan teman Andarias akhirnya memutuskan untuk mendapat tambahan Modal dari pinjaman di Koperasi Guru Klubagolit Cabang Waiwadan.
Apakah usaha Anda ini resmi ?
Iya resmi. Sebelum beroperasi, kami terlebih dahulu menyiapkan legalitas formalnya. Kami membuat perusahaan berbadan hukum, yakni CV FLOBAMORA COCONUT INDONESIA, dengan Tagline “Dari Timur Indonesia untuk Dunia”. Kami juga membentuk sebuah kelompok Tani Milenial yang diberi nama “THO THE DORE” (dibaca: TODE DORE).
Apa saja produk yang Anda hasilkan dari industri Anda ini ?
Saat ini kami telah memproduksi sabun cuci piring dgn merk “Kesabo Klin”, Minyak Goreng dengan merk “Donara”. Nama ini bermakna filosofis, dimana Do berasal dari kata Edo, adalah dialek kami di bagian Adonara Tengah yang bermakna, nara adalah sekutu. Jadi merk ini lebih mencirikhaskan kampung halaman kami. Sementara produk lain yang mau diproduksi adalah sabun cuci pakaian dan Virgin Coconut Oil (VCO) atau minyak kelapa murni.
Apakah pemerintah mendukung usaha Anda ?
Saat sedang progress, sepupu saya bernama Natsir menceritakan konsep saya ke Bupati. Merasa tertarik, Bupati akhirnya mengundang saya ke Rumah Jabatan untuk bercerita santai tentang konsep membangun industri Minyak Goreng, Sabun dan VCO sambil seruput kopi. Saya bercerita panjang lebar dan didengar serius oleh Bupati. Ia begitu antusias, dan dia mengatakan kepada saya bahwa pemerintah punya misi Selamatkan Orang Muda dan Selamatkan Tanaman Rakyat. Sepertinya gayung bersambut. Konsep usaha saya ini menjawab dua misi Bupati Flotim ini.
Saat itu saya sempat terbuka ke Bupati tentang kendala yang kami hadapi di lapangan, antara lain kapasitas meteran listrik mencapai 2.200 Watt dan instalasinya. Saya juga menyarankan ke Pemda agar memberi subsidi terhadap produk rintisan ini, serta ketersediaan pasar. Untuk minyak kelapa akan dijual dalam kemasan 500 ml, dengan harga Rp 15.000. Pemda memberi subsidi Rp. 5.000 sehingga harga di pasar Flores Timur hanya Rp 10.000. harga ini bisa menjangkau masyarakat lapisan ekonomi manapun termasuk masyarakat tidak mampu. Saya juga minta ke Bupati untuk membantu menyiapkan outlet di tiga titik pemasaran di wilayah Flores Timur. Semua hal yang saya sampaikan ini direspon baik Bupati dan siap membantu mengatasi kendala usaha kami.
Apa yang membuat produk Anda berbeda dengan minyak kelapa sawit ?
Perbedaan antara minyak sawit dan minyak kelapa sendiri adalah soal kualitasnya. Minyak kelapa jauh lebih hemat daripada minyak kelapa sawit. Perbandingannya, ½ liter minyak kelapa berbanding dengan 1 liter minyak kelapa sawit. Oleh karena itu, lebih hemat menggunakan minyak kelapa daripada minyak kelapa sawit. Untuk pengetahuan ini, kami akan lakukan sosialisasi ke desa-desa. Pertama untuk 19 desa yang tersebar di Adonara, kemudian merambah ke semua desa di Flores Timur. Minimal, produk ini bisa menguasai pasar domestik di Flores Timur.
Apa pesan Anda untuk orang muda Flores Timur ?
Saya hanya ingin buktikan ke pemuda bahwa jangan hanya duduk berdiam diri lalu menyebut diri sebagai pembaharu di Flores Timur. Pemuda harus punya kreativitas dan inovasi. Sekalipun dengan modal seadanya, kekuatan ide dan kreativitas, mampu membawa saya sampai pada tahap bisa berproduksi. Jadi jangan hanya mempersalahkan Bupati, tetapi anak muda mesti bertanya pada diri sendiri, apa yang sudah saya buat. (*)
Luar biasa. Bukan sekedar merajut mimpi tetapi mampu membuktikan diri bahwa disini sebenarnya kita bisa berbuat untuk sebuah perubahan.