Aksinews.id/Larantuka – Bupati Flores Timur, Antonius Gege Hadjon rela berdialog panjang dengan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Larantuka Sanctus Agustinus Periode 2020-2021 selama enam jam. Mereka membahas masalah penanganan Covid-19, termasuk soal dugaan adanya penyimpangan penggunaan dana Rp14 miliar, serta pemerataan infrastruktur di Kabupaten Flores Timur.
Dialog itu berlangsung di ruang kerja Bupati Flores Timur, Kamis (18/03/2021), dimulai pukul 10.00 Wita. DPC PMKRI Cabang Larantuka memang diundang Bupati Anton Hadjon untuk beraudiens.
Materi audiensi yang diangkat PMKRI Cabang Larantuka dalam audiens tersebut ialah soal penanganan wabah Covid-19 di Flotim, dugaan korupsi anggaran penanganan Covid-19 sebesar Rp.14 Miliar, dan pemerataan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Flores Timur.
PMKRI melalui Mikhael Sani Makin menjelaskan bahwa penanganan wabah Covid-19 ditemukan di lapangan yakni: a)Pasien Covid diterlantarkan, b) ruang isolasi pasien Covid-19 yang tidak steril, c) penanganan jenazah Covid-19 tidak sesuai protap kesehatan, d) keterbukaaan informasi terkait perkembangan kasus wabah Covid-19 di Flores Timur, e) Insentif untuk tenaga medis yang berjuang di garda terdepan dalam penanganan Covid-19, f) Pasien yang meninggal karena Covid-19 tapi ketika penguburan tidak sesuai protokol kesehatan, g) dugaan pasien bukan karena Covid-19 tapi meninggal karena tekanan psikologi, h) Taman Pemakaman untuk orang yang meninggal karena Covid-19 tidak ada.
Bupati Flores Timur selaku Kepala Satgas Covid-19 Flores Timur mengakui kelemahan dalam proses penanganan pasien Covid-19 maupun pasien yang meninggal karena Covid-19. “Kita menyadari sepenuhnya ada kelemahan-kelemahan. Saya menyadari sepenuhnya ada kelemahan dalam melaksanakan protokol kesehatan. Nah, seperti yang disebutkan tadi ada 4 mayat, ada kelemahan-kelemahan yang dilaksanakan oleh satuan gugus tugas”, ungkap Bupati Anton Hadjon.
PMKRI menimpali bahwa tidak ada ruang koordinasi, ruang kontrol, ruang konsultasi serta ruang evaluasi yang seharusnya dibuka untuk pihak-pihak yang berperan sebagai garda terdepan dalam penanganan Covid-19. “Ini kemudian berimbas pada lalainya penanganan pasien Covid-19 serta munculnya polemik antar keluarga pasien beserta tim medis yang berada di rumah sakit”.
“Faktor lainnya, insentif tenaga medis yang belum dibayar oleh pihak rumah sakit yang memicu kurang seriusnya pelayanan dari tim medis kepada pasien Covid-19”, sebut PMKRI.
PMKRI melihat titik lemahnya ada pada bupati sebagai top leader yang tidak bisa menerjemahkan konsep manajerial secara baik. Kekeliruan terbesar ada dalam prinsip manajemen yaitu POACC, dimana terletak pada controling dan coordinasi. Kedepannya, PMKRI menegaskan bahwa Pemda mesti paham hal-hal begini karena menurut PMKRI sesungguhnya penanganan Covid ini mudah sekali. “Hanya karena lemahnya koordinasi dan controling hingga lahirlah permasalahan-permasalahan ini”.
Tanggapan ini disampaikan dengan tegas dalam momentum audiensi tersebut, yang diakhiri dengan membeberkan persolan lain berkaitan dengan instruksi yang dikeluarkan oleh Bupati Flotim terkait pembatasan interaksi sosial di tengah masyarakat yang berimbas pada bidang pendidikan, yang mana muara dari instruksi ini ialah sistem pendidikan dikonsepkan secara daring (dalam jaringan).
Menanggapi hal itu, Bupati Anton menerangkan bahwa ada kelemahan seperti yang dijelaskan PMKRI. “Kita mengakui ada kelemahan pada titik-titik tersebut dan kedepannya akan kita benahi.”
Terkait dengan instruksi Bupati terkait pendidikan, Bupati mrnyampaikan bahwa “Sampai hari ini saya masih larang untuk sekolah tatap muka. Banyak permintaan dari pihak pihak dari bidang pendidikan untuk diberikan ruang untuk belajar secara tatap muka, namun saat sekarang karena Flores Timur masih dalam zona merah maka belum bisa dijinkan”, terang Bupati Anton Gege Hadjon.
Di akhir audiensi, PMKRI menyerahkan satu buah bundel kajian PMKRI di lapangan atas persoalan-persoalan yang diangkat dalam audiensi tersebut. (kup/yup)