Aksinews.id/Larantuka – Kemampuan menulis karya ilmiah yang minim cukup menjadi kendala kenaikan pangkat guru ASN. Pasalnya, Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Sipil Negara Nomor 16 Tahun 2009 yang mengatur syarat kenaikan pangkat, mensyaratkan, publikasi karya ilmiah. Berbeda dengan guru-guru muda yang belum lama tamat di Perguruan Tinggi, guru yang memperoleh ijazah sarjana melalui perkuliahan alternatif, menghasilkan karya ilmiah adalah satu hal yang sulit. Guru tersertifikasi yang menyadang predikat profesionalpun mengalami kesulitan terkait urusan yang satu ini.
Terkait pendampingan bagi guru dalam menulis karya ilmiah di Kabupaten Flores Timur sangat gencar dilakukan oleh Asosiasi Guru Penulis Indonesia (Agupena) Cabang Kabupaten Flores Timur. Karya ilmiah yang dihasilkan diantaranya, karya ilmiah populer, karya penelitian berupa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Penelitian Tindakan Sekolah (PTS). Tidak sekedar menghasilkan karya ilmiah, para guru pun dituntut untuk mempublikasikan karya tulisnya.
Persatuan Guru Republik Indoensia (PGRI) Kabupaten Flores Timur dalam meningkatkan profesionalisme Guru Flores Timur dan upaya mendorong para guru untuk bisa naik pangkat tepat pada waktu dengan mampu memenuhi syarat menulis karya ilmiah, maka digelar Workshop Penulisan Karya Ilmiah melalui aplikasi zoom meeting, Kamis (18/2/2021). Kegiatan ini diikuti oleh 300 peserta dari unsur guru, Kepala Sekolah dan pengawas. Tidak hanya guru di Kabupaten Flores Timur, tetapi guru dari kabupaten lain dalam wilayah NTT, termasuk beberapa guru di luar Propinsi NTT.
Narasumber yang diundang adalah Thomas Akaraya Sogen (Ketua Agupena Wilayah NTT), Gusti Richarno (Pemimpin Umum Media Pendidikan Cakrawala NTT), Muhammad Soleh Kadir (Ketua Agupena Cabang Flores Timur), dan Fransiskus Berek (Ketua Ikatan Guru Indonesia, Cabang Flores Timur).
Ketua Agupena Wilayah NTT, Thomas Akaraya Sogen membagikan materi seputar bagaimana menulis di Jurnal Ilmiah. Menurutnya, yang paling banyak membuat guru tertahan kenaikan pangkatnya adalah dari pangkat golongan IVA ke atas yang mensyaratkan guru menulis di jurnal ilmiah.
Ya, “Paling banyak guru tidak bisa naik pangkat adalah dari golongan IVA ke atas karena mensyaratkan guru harus menulis di jurnal. Mestinya tidak sulit, jika guru mampu mengakses informasi dan ada kemauan untuk bertanya. Menulis di jurnal, cukup menyadur karya penelitian yang sudah bapak ibu tulis, tinggal disesuaikan dengan metode yang tepat seirama dengan aturan pada jurnal yang ingin Bapak Ibu salurkan tulisannya”, jelasnya.
“Di Agupena Wilayah NTT, kami punya jurnal, namanya Pena Guru, bapak ibu, silahkan melihat tulisan PTK dan PTS yang pernah ditulis, boleh dikirim untuk dipublikasikan. Jika PTK dan PTS hingga puluhan halaman, menulis di jurnal tidak sampai sepuluh halaman”, kata Thomas.
Gusti Richarno dalam sapaan awalnya mengatakan, menulis menunjukan keberadaan kita. “Menulis menunjukan bahwa kita ada. Di banyak kegiatan pelatihan menulis di NTT, saya selalu meminta para guru untuk menuliskan namaya di google. Saat diklik apakah google membacanya? Jika bapak ibu tidak pernah menulis maka tentu google tidak akan membaca. Kita sedang ada di era digital, dan mestinya nama kita harus terbaca pada google yang menunjukan bahwa kita ada!”, kata Gusty.
Dia menyampaikan terkait peran dan kontribusi Media Pendidikan Cakrawala NTT yang ia pimpin sejak 2013 hingga saat ini. Baginya, Media Pendidikan Cakrawala sebagai Media Pendidikan pertama di NTT dan saat ini, menjadi satu-satunya media pendidikan di NTT telah memberi manfaat untuk memberi ruang bagi Guru NTT menulis.
“Sejak 2013 kami memberi diri untuk para guru di NTT melalui jalan literasi. Hampir semua Kabupaten/Kota di NTT telah kami datangi. Ada ratusan sekolah, dan ribuan Anak NTT telah mendapat pendampingan langsung dari kami. Media Pendidikan Cakrawala membuka ruang publikasi untuk menulis karya ilmiah populer, termasuk menulis di Jurnal Pendidikan Cakrawala yang berISSN. Kami sudah tidak bisa menghitung, sudah berapa banyak guru, Kepala Sekolah dan Pengawas yang naik pangkat setelah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan Media Pendidikan Cakrawala NTT”, kata Gusty.
Fransiskus Berek menyampaikan apresiasi kepada PGRI Flores Timur yang membuka ruang kolaborasi untuk berbagi. Bagi Kepala SMPS St. Isidorus Lewotala ini, langkah yang diambil PGRI ini positif untuk penciptaan iklim kolaborasi edukatif di Kabupaten Flores Timur. Dia mengatakan, menulis karya ilmiah itu mudah jika ada kemauan untuk memulai. “Bapak Ibu guru terkait menulis sesungguhnya ini adalah pekerjaan kita sebagai insan pendidik. Setiap hari kita melewati sekian banyak aktivitas kita yang dapat menjadi sumber dan inspirasi dalam menulis. Pahami metode, akses pengetahuan dan informasi seputar sistematika penulisan, dapat referensi melalui berbagai media di internet, ramu semua itu dan jadilah sebuah tulisan ilmiah, segampang itu teman teman, intinya berani memulai”, kata Frans.
Muhammad Soleh Kadir atau sering disapa dengan Pion Ratulolly walau menjadi penyaji terakhir, semangatnya seperti pembicara pertama. Sangat bersemangat. Tidak bertele-tele secara teoritis, Guru Bahasa Indonesia di SMPN 1 Adonara Timur ini mengajak peserta langsung memegang alat tulis dan buku, juga laptop dan mengerjakan tahapan penulisan PTK pada bagian proposal penelitian.
“Mari kita mulai. Siapkan alat tulis, buku. Siapkan laptop dan kita mulai. Yang pertama pada bagian halaman judul, pada bagian atas ditulis judul PTK. Selanjutnya nama Penulis dan Asal Sekolah. Selanjutnya kita ke bagian Pendahuluan”, ujarnya.
“Pada bagian pendahuluan, Bapak ibu menulis latar belakang kenapa melakukan penelitian”, ungkap Ketua Agupena dalam tema tips dan trik menulis PTK membuat peserta sangat antusias mengikuti materi yang dibawakan walau pada sesi terakhir.
Secara profesional, mantan Guru di SMPN Satap Tapobali ini, menuntun peserta hingga mampu menghasilkan draf Proposal Penelitian hari itu juga.
Maksimus Masan Kian, Ketua PGRI Flores Timur menyampaikan apresiasi kepada keempat narasumber dan berharap ke depan selalu ada kolaborasi lintas organisasi profesi guru, bermitra dengan media cetak untuk membantu guru, khusus dalam melatih guru menulis dan mendampingi hingga karyanya terpublikasi. “Terima kasih kepada keempat narasumber, Bapak Thomas, Ka Gusty, Ade Pion dan Sahabat Frans Berek, mari terus membangun kolaborasi positif untuk meningkatkan profesionalisme guru di NTT secara umum, dan Flores Timur secara khusus”, kata Maksi. (*/fre)