Larantuka – Sidang Praperadilan untuk tersangka Yuvenalis B. Siola, konsultan perencana IKK Ile Boleng, digelar Senin, 1 Februari 2021 di Pengadilan Negeri Larantuka.
Hal itu sesuai surat Penetapan dari Pengadilan Negeri Larantuka tanggal 15 Januari 2021 Nomor: 01/Pid.Pra/2021/PN.Ltk yang ditandatangani oleh Hakim Tigor Hamonangan Napitupulu, SH yang copiannya diterima aksinews.id, Minggu (31/1/2021).
Jaksa Penuntut Umum sesuai surat Nomor: PRINT-02/N.3.16/Fd.1/01/2021 dari Kepala Kejaksaan Negeri Larantuka dengan tersangka Yuvenalis B. Siola terdiri dari Arief Gunadi, SH selaku kepala seksi tindak pidana khusus, Lucka T. A Wungubelen, SH, Daniel Simanjuntak, SH, Herru Purwanto, SH, Taufik Tadjudin, SH, Tumpuan Berkat Dachi, SH, Fransman R. Tambah, SH. Sedangkan, tersangka Yuvenalis B. Siola didampingi para advokat dari Firma Hukum ABP dari Kupang.
Akhmad Bumi, SH selaku Kuasa Hukum Tersangka Yohakim Yuvenalis B. Siola kepada aksinews.id di Larantuka Minggu (31/01/2021), menyatakan bahwa pihaknya telah sangat siap menghadapi sidang praperadilan yang digelar besok Senin, 1 Februari 2021 di Pengadilan Negeri Larantuka.
“Ya, kita sudah siap menghadapi sidang praperadilan yang digelar besok Senin, 1 Februari 2021 di Pengadilan Negeri Larantuka. Kita ajukan permohonan Praperadilan ini untuk menguji absah tidaknya penetapan klien kami Juvenalis oleh Penyidik Kejaksaan Negeri Larantuka menjadi tersangka menurut hukum. Itu obyek Praperadilannya,” tandasnya.
Akhmad Bumi tidak mau berspekulasi soal peluang pihaknya memenangkan siding praperadilan ini. ‘Kita tidak mau berspekulasi soal kasus ini tapi lihat saja fakta di persidangan Praperadilan soal absah tidaknya penetapan klien kami sebagai tersangka ini. Alat bukti harus mendukung dan memenuhi syarat. Saksi yang mengetahui soal pekerjaan di Wai Mawu tidak boleh memberikan keterangan di Waigeka Desa Lite,” tegasnya.
Dia kembali menegaskan bahwa perencanaan yang dilakukan kliennya adalah di Waigeka, Desa Lite. “Kan Wai Mawu, Desa Hokohowura yang bermasalah. Bukan Waigeka di Desa Lite. Klien kami tidak bertanggungjawab pada pelaksanaan proyek di Wai Mawu yang dipindahkan. Pekerjaan di Wai Mawu menggunakan perencanaan yang mana? Klien kami membuat perencanaan di Waigeka, Desa Lite yang sudah diserahterimakan dan sudah dijadikan acuan dalam pelaksanaan lelang, bukan di Wai Mawu desa Hokohorowura,” tandas Akhmad Bumi.
Mantan aktivis HMI Makasar, Sulawesi Selatan ini menegaskan bahwa kliennya tidak punya tanggungjawab apa-apa atas pekerjaan di lokasi mata air Mai Mawu. Ya, “Dipindahkan lokasi dari Waigeka ke Wai Mawu bukan tanggungjawab klien kami. Soal lokasi menjadi tanggungjawab Pemerintah karena terkait pembebasan lahan dan sesuai dokumen perencanaan daerah. Pindah lokasi bukan soal tekhnis perencanaan, tapi soal warga masyarakat yang tolak tidak memberikan sumber air di Waigeka. Sekali lagi kalau soal itu bukan tanggungjawab klien kami. Yang menunjuk lokasi di Waigeka desa Lite untuk disurvei klien kami adalah Pemerintah cq Dinas PUPR. Dan, waktu itu masyarakat setempat telah menyetujui. Dibelakang hari kemudian masyarakat kembali menolak ya bukan tanggungjawab klien kami,” tegasnya.
Dia mengingatkan bahwa peran dan tanggungjawab setiap orang yang disangkakan melakukan tindak pidana harus jelas. Ya, “Peran dan tanggungjawab para pihak atau para tersangka harus diperjelas, jangan dibuat abu-abu. Karena ini soal tanggungjawab hukum. Orang lain yang berbuat, klien kami yang disuruh bertanggungjawab kan lucu,” ucap dia, prihatin.
Dia mempertanyakan kerugian Negara yang ditimbulkan oleh kliennya. “Soal keuangan yang diterima klien kami kemudian dihitung sebagai kerugian negara, itu sesuai prestasi kerja, sesuai progres pekerjaan. Prestasi kerja yang sesuai kontrak. Hasil pekerjaan sudah diperiksa oleh tim pemeriksa dan dinyatakan telah selesai 100%, olehnya dibayar oleh Negara cq Pemerintah. Itu hak klien kami yang harus dibayar oleh Negara. Kalau cara kerja seperti ini bukan negara yang dirugikan tapi klien kami yang dirugikan,” ungkap Akhmad Bumi.
Mantan anggota DPRD Kabupaten Lembata ini mengingatkan bahwa kontrak dan berita acara serah terima perencanaan merupakan dokumen yang berkekuatan hukum. Ya, “Kontrak dan berita acara serah terima hasil pekerjaan perencaan itu berkekuatan hukum. Jangan membuat bangunan argumentasi hukum yang keliru dan merugikan orang yang tidak bersalah,” tandasnya.
Dia memaparkan bahwa kliennya bersama tim kerja baru melakukan survey setelah Pemerintah menunjuk lokasi dan disetujui warga setempat di desa Lite. “Tim survei keluar masuk hutan, naik turun lembah untuk mengukur sejauh sekitar 8 kilo meter. Sekitar 800 titik atau pilar dan kemudian melakukan perhitungan tekhnis. Hasil perencanaan itu kemudian dijadikan acuan dalam pelaksanaan lelang. Artinya produk klien kami sudah digunakan. Kalau perencanaan dari klien kami diragukan, pasti tidak ada kontraktor yang ikut lelang. Kan begitu prosedurnya. Hasil kerja sesuai prestasi itu yang dibayar,” tandasnya.
“Memberantas korupsi ya. Tapi secara kasuitis perlu dilihat dengan cermat, karena hal ini menyangkut nasib orang,” tambahnya. “Untuk soal proyek, soal lahan itu harusnya sudah selesai dilakukan pembebasan sesuai UU oleh Pemerintah Daerah, biar tidak kacau di lapangan. Kesannya, Pemerintah tidak matang dalam membuat perencanaan, lahan belum dibebaskan, olehnya dalam kasus ini Pemerintah tidak boleh menutup mata, karena proyek ini terkait kepentingan hajat hidup orang banyak, karena terkait air bersih untuk warga Ile Boleng yang kesulitan air dan mereka sangat membutuhkan”, ungkap Bumi.(*/fre)
Semngat ka ve, sukeses tuk pahalawan pembela kebenaran Tuhan dan lewotana berkat sll🙏🙏🙏