Aksinews.id/Ruteng – Universitas Katolik Indonesia (Unika) Santu Paulus Ruteng kembali menambah jumlah guru besar (profesor). Kali ini, akademisi Program Studi Pendidikan bahasa Inggris, Dr. Hieronimus Canggung Darong, S.S., M.Pd dinobatkan menjadi guru besar dalam ranting Ilmu/Kepakaran Pendidikan Bahasa Inggris/ELT/TEFL/English Teaching Methodology.
Acara pengukuhan guru besar ke-3 Unika Santu Paulus Ruteng digelar secara terbuka di Aula GUT Lantai 5, Jumat (28/2/2025), dimulai tepat pukul 08.00 Wita. Acara tersebut juga disiarkan secara langsung melalui chanel Youtube UNIKA St. Paulus TV.

Pengangkatan Guru Besar, Prof. Dr. Hieronimus Canggung Darong, S.S., M.Pd. berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia, Nomor 137503/M/07/2024 tentang Kenaikan Jabatan Akademik Dosen.
“Terhitung mulai tanggal 1 Desember 2024, Nama: Hieronimus Canggung Darong, … dinaikkan jabatannya menjadi Profesor dalam ranting Ilmu/Kepakaran Pendidikan Bahasa Inggris/ ELT / TEFL / English Teaching Methodology,” demikian sepenggal isi Surat Keputusan Kemendikti Saintek, Satryo Soemantri Brodjonegoro pada tanggal 28 November 2024.
Pengakuan dan Memperkuat Posisi
Rektor Unika St. Paulus Ruteng, Dr. Agustinus Manfred Habur, Lic., Theol., mengungkapkan rasa bangganya atas pencapaian Prof. Hieronimus.
“Kami bersyukur dan berbangga atas pencapaian akademik luar biasa dari Dr. Hieronimus. Beliau adalah sosok yang resilien, berintegritas, loyal, dan solider,” ujarnya.
Menurut Dr. Manfred, pencapaian ini tidak hanya mencerminkan prestasi individu, tetapi juga memperkuat posisi Unika Santu Paulus sebagai institusi pendidikan tinggi yang terus berkembang.
“Hari ini adalah momen istimewa dalam perjalanan akademik kita. Kita berkumpul di sini untuk merayakan sebuah pencapaian luar biasa: pengukuhan Prof. Dr. Hieronimus Canggung Darong, S.S., M.Pd. sebagai Guru Besar. Ini bukan sekadar sebuah gelar akademik tertinggi, tetapi juga bentuk pengakuan atas dedikasi, kerja keras, dan kontribusi beliau dalam dunia pendidikan tinggi, khususnya dalam pengembangan pembelajaran kolaboratif yang membawa kita menuju perguruan tinggi yang berkarakter dan transformatif,” kata Dr. Manfred di awal sambutannya.
Di bawah patung tema “Pembelajaran Kolaboratif Menuju Perguruan Tinggi yang Berkarakter dan Transformatif”, Rohaniwan Keuskupan Ruteng itu mengungkapkan pendidikan tinggi bukan sekadar tempat mentransfer ilmu, tetapi juga ruang untuk membentuk karakter, mengembangkan kreativitas, dan membangun kolaborasi demi perubahan yang lebih baik.

“Perguruan tinggi yang berkarakter adalah institusi yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga menanamkan nilai-nilai luhur: resilien, integritas, loyalitas serta solider terhadap sesama dan lingkungan. Sementara itu, transformasi dalam dunia pendidikan bukanlah pilihan, melainkan sebuah keharusan. Kita hidup di era yang penuh perubahan, di mana kecerdasan buatan, digitalisasi, dan dinamika global menuntut kita untuk terus beradaptasi dan berinovasi,” papar Dr. Manfred.
Prof. Hironimus Darong, lanjut Dr. Manfred, telah mengabdikan dirinya untuk mengembangkan model pembelajaran kolaboratif, antara lain Pendekatan Systemic Functional Linguistics (SFL), sebuah pendekatan yang tidak hanya membangun kecerdasan intelektual, tetapi juga kecerdasan sosial dan emosional. Pembelajaran kolaboratif mengajarkan mahasiswa untuk bekerja dalam tim, berpikir kritis, dan menyelesaikan masalah secara bersama-sama. Ini adalah kunci untuk membentuk lulusan yang siap menghadapi tantangan dunia nyata.
“Kita bercita-cita, Unika Santu Paulus Ruteng, menjadi pusat unggulan dalam pembelajaran kolaboratif, dosen dan mahasiswa tidak hanya menjadi pemberi dan penerima ilmu, tetapi juga mitra dalam eksplorasi pengetahuan. Dengan demikian, kita membangun sebuah ekosistem akademik yang inklusif, inovatif, dan penuh semangat kebersamaan.
“Hari ini, kita tidak hanya memberikan penghormatan kepada Prof. Hironimus Darong, tetapi juga menegaskan komitmen kita untuk terus maju dalam semangat kolaborasi. Perjalanan akademik beliau adalah inspirasi bagi kita semua—bahwa ilmu pengetahuan harus selalu dihayati dengan dedikasi, ketekunan, dan hati yang terbuka bagi sesama. Sebagai komunitas akademik, kita memiliki tanggung jawab untuk terus belajar, berbagi, dan berinovasi. Mari kita jadikan momentum ini sebagai pengingat bahwa transformasi pendidikan hanya mungkin terjadi jika kita berjalan bersama, dengan visi yang jelas dan komitmen yang kuat,” tutup Rektor sekaligus Dosen Program Studi Pendidikan Teologi itu.
Menghormati Perjalanan Intelektual dan Tanggung Jawab
“Hari ini, kita berkumpul tidak hanya untuk merayakan pencapaian akademis tetapi juga untuk menegaskan tanggung jawab intelektual yang mendalam. Pelantikan Dr. Hiero Darong sebagai profesor di Unika Santu Paulus Ruteng menandai tonggak penting—tidak hanya baginya secara pribadi tetapi juga bagi universitas terhormat ini dan masyarakat luas yang kami layani.”
Demikian ungkap Mgr. Maksimus Regus, Uskup Keuskupan Labuan Bajo dalam sambutan mewakili Gereja Lokal Manggarai.
Lebih lanjut, mantan Rektor Unika Santu Paulus Ruteng itu mengungkapkan, Unika Santu paulus Ruteng merupakan bagian penting dari sejarah panjang peradaban di wilayah Manggarai.
“Kampus ini telah menjadi mercusuar pengetahuan, membentuk generasi pemimpin, pemikir, dan agen perubahan. Sebagai institusi pendidikan tinggi, Unika Santu Paulus Ruteng mengemban panggilan historis dan tanggung jawab abadi—untuk menumbuhkan kebijaksanaan, memelihara integritas, dan menanamkan komitmen yang mendalam terhadap kebaikan bersama,” ungkap Mgr. Maksimus.

Hari ini, lanjut Mgr. Maksimus, Dr. Hiero Darong melangkah ke dalam tradisi besar. Seorang profesor bukan sekadar penyampai fakta; ia adalah mentor yang menumbuhkan pemikiran kritis, memicu rasa ingin tahu, dan menantang asumsi. Perannya melampaui ruang kelas. Penelitian, wawasan, dan keterlibatannya dengan masyarakat berkontribusi pada transformasi tidak hanya wacana akademis tetapi juga kondisi kehidupan nyata.
Menavigasi Transformasi
Dalam sambutannya pula, Mgr. Maksimus mengungkapkan, kita hidup di era transformasi yang mendalam. Lanskap sosial, ekonomi, dan politik berubah dengan cepat. Isu-isu seperti migrasi, kesenjangan ekonomi, tata kelola, dan kemajuan teknologi menciptakan peluang sekaligus tantangan. Pada titik krusial ini, akademisi tidak bisa menjadi pengamat pasif—kita harus menjadi peserta aktif dalam membentuk arah perubahan.
“Universitas tidak boleh tetap statis saat masyarakat bergerak. Universitas harus berfungsi sebagai pusat dialog, inovasi, dan pemecahan masalah—tempat di mana pengetahuan bertemu dengan kenyataan, tempat refleksi kritis mengarah pada tindakan, dan tempat pendidikan menjadi kekuatan untuk perubahan positif. Dalam hal ini, para profesor memainkan peran penting—tidak hanya sebagai pendidik tetapi juga sebagai pemimpin pemikiran yang menjembatani kesenjangan antara teori akademis dan isu-isu sosial yang mendesak. Sebagai seorang profesor, Dr. Hiero Darong mengemban tanggung jawab untuk membekali para mahasiswa dan sesama akademisi dengan berbagai perangkat untuk merangkul perubahan, menantang ketidakadilan, dan mengambil peran kepemimpinan dalam membentuk masa depan yang adil dan berkelanjutan,” papar Mgr. Maksimus.
Mgr. Maksimus juga menegaskan transformasi ini tidak boleh dibatasi dalam dinding universitas. Transformasi ini harus menjangkau jalanan, desa-desa, dan para pembuat kebijakan yang menentukan masa depan masyarakat kita. Misi kita bukan hanya untuk membahas masalah, tetapi juga untuk menemukan solusi—tidak hanya untuk memahami dunia, tetapi juga untuk mengubahnya menjadi lebih baik.
Membongkar Mitos
Dalam sambutannya juga uskup pertama keuskupan Labuan Bajo itu mengungkapkan, salah satu tantangan terberat yang dihadapi masyarakat adalah terus berlanjutnya mitos-mitos yang menyesatkan—keyakinan bahwa kemiskinan tidak dapat dihindari, keterbelakangan bersifat permanen, dan ketidaktahuan adalah takdir yang tidak dapat diubah. Mitos-mitos ini, seiring berjalannya waktu, telah menjadi ideologi yang mengakar kuat yang menghambat pertumbuhan dan kemajuan. Namun, pendidikan hadir untuk membongkar mitos-mitos ini. Ia hadir untuk membuktikan bahwa transformasi tidak hanya mungkin tetapi juga perlu. Seorang profesor tidak hanya mengajar; ia membebaskan. Ia menantang rasa puas diri, mengilhami kesadaran kritis, dan menanamkan rasa tanggung jawab dan tanggung jawab pada siswa dan masyarakat.
“Dalam peran barunya, misi Dr. Hiero Darong bukan hanya untuk memperluas pengetahuan tetapi juga untuk memberdayakan—untuk menumbuhkan keberanian intelektual dan visi yang berani untuk masa depan. Karyanya harus memutus siklus kepasrahan dan membuktikan bahwa pendidikan adalah kunci untuk martabat manusia, keadilan sosial, dan masyarakat yang sejahtera,” ungkap Mgr. Maksimus.
Di akhir sambutan, Mgr. Maksimus menegaskan bahwa jabatan profesor bukan hanya sekadar gelar—itu adalah panggilan. Panggilan untuk menegakkan kebenaran, untuk mendorong transformasi, dan untuk membongkar ideologi yang menghambat kemajuan.
Tugas Misi
Sementara Ketua Yayasan Santu Paulus Ruteng, RD. Ledobadus Roling Mujur dalam sambutannya mengungkapkan, Yayasan Santu Paulus Ruteng mengemban misi ini: menyelenggarakan pendidikan yang bermutu. Sejak tahun 1959, Yayasan ini menyelenggarakan pendidikan tinggi, dimulai dari KPK sampai menjadi Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng sejak tahun 2019.
“Perjalanan yang panjang dan penuh liku, tetapi lembaga ini masih eksis bahkan bertransformasi, karena beberapa faktor. Pertama, yang paling utama adalah penyelenggaran Tuhan sendiri. Kami percaya bahwa kuasa Tuhan meresapi seluruh lini lembaga ini. Kedua, lembaga ini setia pada identitas dan karakter dasar, yakni perguruan tinggi yang bersandar pada nilai-nilai katolik. Identitas dasar ini mendorong, tidak menghalangi transformasi. Ketiga, kehadiran orang-orang yang luar biasa penuh pengabdian, orang-orang yang setia, cerdas, komunikatif dan selalu siap berkolaborasi. Unika menjadi besar karena memiliki sumber daya manusia yang andal dan mumpuni,” ungkap RD. Ledobadus.
You Transform Me
Demikianlah moto Prof. Hiero. Motto ini menegaskan kerendahan hati Prof. Hiro. Ketika Prof. Hiro mencapai puncak gunung, beliau tidak sesumbar mengatakan: AKU DI SINI KARENA KEHEBATANKU.
Lebih lanjuta RD. Ledobadus mengungkapkan, Prof. Hiero menunjuk Tuhan di tempat pertama sebagai penyelenggara utama. Selain itu, ada banyak pihak yang telah berperan menjadikannya berdiri di titik ini.
“Prof. Hiero mau mengatakan bahwa dibalik semua kesuksesannya, ada seorang yang membuatnya fokus. Prof. Hiro bisa bekerja baik karena ada seseorang yang memastikan perutnya kenyang, memastikan pakaiannya siap di gunakan, memastikan bahwa setiap selesai bekerja keras dan lelah, ada tempat untuk dia pulang dan tidur. Intinya, Prof. Hiro tidak menepuk dada, bahkan dengan rendah hati mengatakan, ENGKAU YANG MEMBUAT AKU BERTRANSFORMASI. Ketika kita semua menunjuk-nunjuk orang sebagai penyebab kegagalan dan nasib buruk kita, Prof. Hiero malah menunjuk orang lain sebagai penyebab kesuksesannya. Prof. Hiero menampar kita dengan sangat keras,” jelas RD. Ledobadus.
Kesempatan lain, Bernardus Tube Beding, kolega dosen mengungkapkan bahwa moto yang dipilih Prof. Hiero merupakan refleksi perjalanan hidup yang diubah oleh kehadiran orang lain dalam perjuangan.
“Perjuangan akan selalu dimulai dan dibentuk dari “orang lain” (keluarga, para sahabat, rekan kerja, dan sesama lain) dan harus kembali kepada mereka. Prof. Hiero seorang pribadi yang percaya bahwa berjumpa dan bersama orang lain membentuk kehidupannya bertumbuh dan berarti. Dia sungguh menjaga marwah kepercayaan orang lain dalam hidupnya,” ungkap dosen asal Lamalera Lembata itu.
Lebih lanjut, dosen yang biasa disapa Ama Berno itu mengungkapkan, perjalanan Prof. Hiero menuju kesuksesan tidaklah mudah. Beliau berasal dari desa dan harus berjuang keras untuk mendapatkan pendidikan tinggi hingga meraih jabatan tertinggi sebagai Guru Besar. Berkat dukungan orang tua, sang istri, anak-anak, keluarga, rekan-rekan kerja, para dosen, para mahasiswa, teman-teman seperjuangan sejak SD hingga Pascasarjana Prof. Hiero berhasil.
Sementara saat ditemui, Prof Hiero mengungkapkan, gelar yang diperolehnya memiliki konsekuesi.
“Mendapatkan status akademik sebagai guru besar, tentu memiliki konsekuensi pertanggungjawaban moral yang besar,” ungkap dosen asal Beokina, Manggarai itu.
Prof. Hiero juga mengatakan, ia harus memposisikan diri untuk tidak bisa bebas nilai.
“Jabatan akademik ini mengharuskan saya untuk memiliki nilai-nilai tertentu dalam melakukan perubahan, walaupun dengan tindakan-tindakan kecil,” ujar dosen Prodi Pendidikan bahasa Inggris tersebut.
Prof. Dr. Hieronimus Canggung Darong, S.S., M.Pd. lahir di Beokina, Kecamatan Rahong Utara, Kabupaten Manggarai pada tanggal 8 Juli 1978 dari pasangan Romanus Dama dan Sobina Lemong.
Harapan LLDikti XV
Tim PAK LLDIKTI XV, sekaligus Pendamping Pengukuhan Prof. Hiero mendatang, Prof. Ir. Lince Mukkun, MS., Ph.D.memberikan apresiasi atas capaian guru besar Unika Santu paulus Ruteng yang relatif cepat. “Pertama-tama, izinkan saya menyampaikan selamat kepada Prof. Hieronimus atas pencapaian jabatan akademik tertinggi sebagai Guru Besar dalam bidang Bahasa Inggris di Unika Santu Paulus Ruteng,” ungkap Prof. Lince.
Lebih lanjut, Aluni Curtin University itu mengungkapkan, pencapaian Guru Besar oleh Prof. Hieronimus merupakan buah perjuangan panjang. “Keberhasilan ini merupakan buah perjuangan panjang penuh dedikasi, kegigihan, serta komitmen tinggi dalam bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat,” ungkap Prof. Lince.
Prof. Lince juga menceritakan sepenggal perjalanan akademik Prof. Hiero menuju Guru Besar. “Profil akademik Prof. Hieronimus mencerminkan produktivitas dan ketekunan yang luar biasa. Dengan SINTA Score sebesar 1.070, H-Index Scopus 3, dan sejumlah sitasi, beliau telah menunjukkan kontribusi signifikan dalam dunia akademik. Konsistensi dalam menulis di jurnal internasional bereputasi atau yang setara menjadi bukti nyata keseriusan beliau dalam membangun wawasan ilmiah serta memperkaya khazanah keilmuan di bidang Bahasa Inggris dan pendidikan. Sebagai dosen muda yang meraih gelar Doktor pada tahun 2020, pencapaian Guru Besar dalam waktu relatif singkat adalah prestasi luar biasa. Tidak banyak yang mampu memenuhi persyaratan minimal 850 kum dalam waktu secepat itu. Hal ini membuktikan bahwa Prof. Hieronimus adalah akademisi yang memiliki visi jelas, disiplin tinggi, serta mampu memanfaatkan waktu dan kesempatan dengan optimal,” papar perwakilan Tim PAK LLDIKTI XV itu.
Sebagai bagian dari Tim PAK LLDIKTI XV, Prof. Lince berharap para dosen di NTT terus berusaha mencapai jabatan akademik tertinggi.
“Pencapaian ini diharapkan menjadi motivasi bagi dosen lain, baik di Unika Santu Paulus Ruteng maupun di perguruan tinggi lain dalam lingkup LLDIKTI XV, terutama bagi mereka yang telah bergelar Doktor, agar terus berusaha mencapai jenjang akademik tertinggi. Tantangan terbesar dalam meraih Guru Besar bukan sekadar memenuhi jumlah kum, tetapi lebih pada secara konsisten menghasilkan penelitian berkualitas tinggi yang dipublikasikan dalam jurnal bereputasi internasional,” harap Prof. Lince.
Ia menegaskan, lahirnya guru besar baru tidak hanya meningkatkan kualitas Unika Santu Paulus Ruteng, melainkan juga meningkatkan kualitas pendidikan khususnya di NTT dan nasional secara umum dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Prof. Lince juga menjelaskan langkah strategis bagi seorang dosen dalam meningkatkan kualitas tri Dharma perguruan Tinggi.
“Menulis di jurnal berkualitas membutuhkan data penelitian yang valid dan kuat, sehingga sangat penting bagi para dosen untuk meningkatkan kompetensi dalam metodologi penelitian, analisis data, serta kolaborasi akademik. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah strategis, seperti (1) meningkatkan kualitas penelitian, baik secara individu maupun kolaborasi dengan peneliti dari dalam dan luar negeri; (2) aktif berpartisipasi dalam hibah penelitian, baik yang bersumber dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sain, dan Teknologi, lembaga penelitian, maupun skema pendanaan lainnya; (3) mengoptimalkan jejaring akademik dan kolaborasi internasional, agar publikasi dihasilkan semakin berdampak luas dan memiliki daya saing tinggi; dan (4) membimbing mahasiswa dan dosen muda dalam menulis dan meneliti, sehingga budaya akademik yang berkualitas dapat terus berkembang,” Jelas prof. Lince.
Prof. Lince berharap agar pencapaian jabatan tertinggi ini menjadi awal dalam berkontribusi meningkatkan kualitas pendidikan nasional, khususnya di NTT.
“Sebagai Guru Besar, kini Prof. Hieronimus memiliki peran lebih besar dalam membimbing generasi akademisi berikutnya. Semoga pencapaian ini menjadi titik awal bagi kontribusi yang lebih luas dalam memajukan pendidikan tinggi, khususnya dalam bidang Bahasa Inggris dan ilmu pendidikan,” ungkap Prof. Lince.
“Sekali lagi, selamat atas pencapaian luar biasa ini. Semoga keberhasilan ini menjadi inspirasi bagi seluruh sivitas akademika dan membawa manfaat yang besar bagi pengembangan ilmu pengetahuan serta masyarakat luas,” harap Prof. Lince.
Pendekatan SFL
Dalam pengukuhannya, Prof. Hiero membawakaln orasi ilmiah bertajuk “PENDEKATAN SYSTEMIC FUNCTIONAL LINGUISTICS (SFL) DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS: REFLEKSI DAN IMPLEMENTASI”.
“Saya sekali lagi menawarkan sebuah pendekatan pembelajaran bahasa Inggris, yakni pendekatan SFL, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya untuk semua skema atau tahapan pembelajaran, bukan hanya pada tataran teks seperti yang dinyatakan Halliday. Pendekatan SFL beririsan langsung dengan semua pendekatan atau teori belajar, yakni Social Interactionist Theory (Vygotsky), teori konstruktivisme (Jean Piaget dan Jerome Bruner), teori komunikasi pragmatis (pragmatics), pendekatan humanistic, communicative approach, ataupun pendekatan struktural. Elemen-element yang tercakup dalam pendekatan atau teori tersebut mendukung perkembangan dan proses pembelajaran bahasa Inggris; suatu bahasa yang digunakan untuk tujuan komunikasi secara spesifik dan harus dipahami dalam konteksnya sebagai realisasi tiga metafungsi bahasa, yakni fungsi experiential/ideational, fungsi interpersonal, dan fungsi textual. Semuanya itu tercakup dalam pendekatan SFL,” demikian sepenggal tulisan Prof. Hiero dalam orasi ilmiahnya.
Sementara, Rektor Unika St. Paulus Ruteng, Dr. Agustinus Manfred Habur, Lic., Theol dalam pengantar buku orasi ilmiah tersebut mengungkapkan, pendekatan ini bukan hanya sebuah kerangka teoretis dalam studi bahasa, tetapi juga memiliki implikasi yang luas dalam praktik pengajaran, baik di tingkat sekolah maupun perguruan tinggi. Dalam konteks pendidikan bahasa, pendekatan SFL menawarkan perspektif yang lebih holistik dan fungsional dalam memahami bahasa sebagai sarana komunikasi dinamis. Orasi ilmiah ini tidak hanya merefleksikan teori-teori SFL, tetapi juga memberikan panduan implementatif yang dapat diterapkan dalam kelas, sehingga menjadi referensi penting bagi para pendidik, mahasiswa, dan peneliti di bidang linguistik serta pendidikan bahasa. Orasi ilmiah ini dapat menginspirasi para akademisi, guru, dan praktisi pendidikan untuk terus mengeksplorasi pendekatan inovatif dalam pembelajaran bahasa secara umum dan Bahasa Inggris secara khusus. Semoga orasi ilmiah ini menjadi pijakan bagi pengembangan lebih lanjut dalam penelitian dan praktik pengajaran yang efektif dan kontekstual.
Bernardus Tube Beding, editor buku orasi ilmiah ini pun mengungkapkan, penawaran Systemic Functional Linguistics (SFL) oleh Prof. Dr. Hieronimus C. Darong, S.S., M.Pd. bukan sekadar alternatif.
“SFL merupakan keniscayaan dalam pembelajaran bahasa sebagai milik sosial. Ini merupakan stimulus kepada dunia pendidikan untuk selalu membaca pendekatan yang terbaik untuk memperbaiki mutu pendidikan dan kualitas proses pembelajaran. Hal yang pasti bahwa pendidikan dan pembelajaran akan memperbaiki mutunya jika kita tetap berkomitmen pada keputusan, tetapi tetap feksibel dalam pendekatan,” ungkapnya.
Acara pengukuhan guru besar Prof. Dr. Hieronimus C. Darong, S.S., M.Pd. dihadiri oleh civitas academika Unika Santu Paulus Ruteng, perwakilan pemerintah, perwakilan lembaga-lembaga agama, lembaga-lembaga pendidikan, dan para mitra kerja. (Berno Beding – Ruteng)