Aksinews.id/Jakarta – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bicara blak-blakan soal mahalnya biaya pendidikan calon dokter di Indonesia. Dia bahkan menyebut, untuk mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR), dokter harus merogoh kocek sebesar Rp.6 juta. Namun ini dibantah kuasa hukum Forum Dokter Peduli Ketahanan Kesehatan Nasional, Muhammad Joni. Malah, forum itu melayangkan surat somasi kepada Menteri Kesehatan.
Forum Dokter Peduli Ketahanan Kesehatan Nasional meminta Menkes Budi menyampaikan jawaban dalam waktu tiga hari sejak somasi ini dilayangkan. “Untuk membangun suasana kondusif”, demikian salah satu poin dalam dokumen somasi, Selasa, 28 Maret 2023.
Adapun pernyataan ini disampaikan Budi pada 15 Maret lalu dalam acara public hearing Rancangan Undang-Undang atau RUU Kesehatan. Informasi soal biaya STR ini diterima Budi dari Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono.
Saat itu, Budi mengutarakan pendapat tentang keterkaitan antara biaya pendidikan kedokteran yang mahal dan harga obat yang berlipat di Tanah Air. Menurut dia, perbedaan harga obat di dalam negeri dari luar negeri bukan lagi sebab perbedaan besaran pajak yang dikenakan.
Perbedaan itu bisa 3 atau empat kali lipat, dan terlalu besar jika dihitung sebagai beda besaran pajak. “Tiga, empat kali lipat itu enggak mungkin urusan pajak. Kalau pajak tuh beda 30 persen dan 40 persen,” kata Budi.
Dia meyakini harga obat yang berlipat di Indonesia dipengaruhi biaya penjualan dan pemasaran yang dibebankan pada harga obat. Menurut Budi, itu memiliki keterkaitan dengan biaya pendidikan dokter yang mahal dalam memperoleh STR dan Surat Izin Praktik (SIP).
Budi Gunadi Sadikin mengutip laporan dari Wakil Menteri Kesehatan Dante Sakono Harbuwono bahwa besaran biaya untuk penerbitan STR/SIP berkisar Rp 6 juta per orang. Sedangkan jumlah rata-rata penerbitan STR untuk dokter spesialis per tahun mencapai 77 ribu sertifikat.
“Aku kan bankir, 77 ribu dikali Rp 6 juta kan Rp 430 miliar setahun. Oh, pantas ribut,” kata Budi yang juga mantan Direktur Perbankan Mikro dan Retail sebelum kemudian menjadi Direktur Utama PT Bank Mandiri tersebut.
Untuk memperoleh STR, kata Budi, seorang peserta didik kedokteran membutuhkan 250 Satuan Kredit Partisipasi (SKP) yang dapat diperoleh dengan mengikuti kegiatan tertentu, salah satunya seminar. Sekali penyelenggaraan seminar, rata-rata memperoleh empat SKP dengan biaya berkisar Rp 1 juta per peserta.
“Jadi, kalau ada 250 SKP per tahun, menjadi Rp 62 juta, dikali 140 ribu jumlah dokter, itu kan Rp 1 triliun lebih,” katanya mengkalkulasi. Budi mengungkapkan besaran biaya itu harus ditanggung dokter untuk menebus kelulusan.
“Kasihan dokternya, karena mereka harus membayar,” katanya lagi, sebagaimana dilansir tempo.co.
Tapi, kalau dokternya tidak bayar, dia menambahkan, “Nanti dibayari orang lain, dan obat jadi mahal karena sales and marketing expenses jadi naik. Menderita juga rakyatnya.”
Budi Gunadi menyatakan mengungkap persoalan itu untuk memperbaiki layanan kesehatan masyarakat ke depannya. Caraya, melalui RUU Kesehatan yang kini sedang dalam pembahasan bersama. “Biarkan pemerintah mengatur kembali ini, menata ulang supaya ini sehat dan baik,” katanya.
Mewakili para kliennya, Joni kemudian membantah beberapa pernyataan lain dari Budi Gunadi. Selain STR Rp 6 juta, ia juga membantah pernyataan Budi soal akumulasi biaya Satuan Kredit Profesi atau SKP yang mencapai Rp 1 triliun.
Menurut Joni, informasi yang disampaikan Budi tersebut sudah dibantah oleh Konsil Kedokteran Indonesia atau KKI. Dalam laman resmi KKI, ada berbagai jenis dan tarif penerbitan STR dengan harga tertinggi hanya Rp 750 ribu.
Oleh sebab itu, Joni berharap ada penjelasan lebih lengkap dari Budi untuk mengklarifikasi pernyataan tersebut. Karena Budi dapat informasi dari Dante, maka Joni juga meminta Dante ikut memberikan klarifikasi. (*/AN-01)