Oleh: Anselmus D Atasoge
“Sesuai jadwal yang diberikan oleh P. G. Kramer, saya pergi ke Lewoleba untuk ikut testing masuk Seminari Hokeng. Pada waktu itu ada tiga siswa dari sekolahku yang ikut testing di Lewoleba. Beberapa hari kemudian kami dapat hasil testing. Ternyata dari SMP saya, hanya saya sendiri yang lulus. Karena tidak ada teman sekolah maka saya mulai ragu untuk ke Seminari Hokeng. Tapi akhirnya saya pergi juga. Sesuai jadwal masuk Seminari Hokeng maka saya pun bertolak ke sana. Dari rumah nenek di Waiwerang, saya dihantar oleh om Kobus (tukang gerobak) ke dermaga Waiwerang. Tidak ada anggota keluarga yang hantar saya. Untuk pertama kalinya saya jalan jauh. Dengan oto “Ivoni” saya berangkat dari Larantuka ke Hokeng. Lama perjalanan hampir setengah hari. Soalnya pada waktu itu jalan masih cukup buruk.”
Demikian kenang RD Yosep Dominikus kala awal berjuang masuk Seminari San Dominggo (Sesado) Hokeng. Tepat di hari ulang tahun ke-72 Sesado, RD Yosep Dominikus yang akrab disapa Romo Yosdo merayakan perak imamatnya.
RD Yosdo yang lahir di Tawau (Sabah-Malaysia) 20 Juni 1967 memiliki lika-liku perjalanan menuju imamat. Keraguan, kecemasan, ketakutan, ketakpastian selalu menghiasi perjalanannya. Namun, di ujung keraguan, kecemasan, ketakutan, ketakpastian selalu bersemi kepastian yang menguatkannya untuk terus berlangkah.
“Selesai masa praktek di Sesado Hokeng, Bapak Uskup Mgr. Darius Nggawa SVD mengisinkan saya untuk kembali ke Ritapiret melanjutkan masa pembinaan untuk menjadi imam. Namun saya sempat kehilangan panggilan lantaran saudara sepupuku Kornelis Liku Duli Gahin meninggal dunia di tanah rantau Kalimantan akibat kecelakaan. Dia adalah orang yang mendukung panggilanku dan yang akan menyiapkan panitia penahbisanku sekiranya saya menjadi imam. Ternyata beliau meninggal lebih dahulu. Saya tidak tahu siapa yang akan menggantikan posisi beliau untuk mengurus panitia penanhbisanku. Dalam keadaan sedih dan bingung saya menyurati mantan pastor paroki P. Herman Sina, SVD yang sedang studi di Filipina. Saya menyampaikan maksudku untuk menarik diri sebagai calon imam karena kematian saudara sepupuku itu. P. Herman Sina, SVD membalas suratku dengan menulis: ‘Nelis menyiapkan panitia penahbisanmu di surga, dan saya akan menyiapkan panitia penahbisanmu di dunia kalau engkau jadi imam.’ Saya tersentuh dengan jawaban pater ini sehingga semangat panggilanku untuk menjadi imam muncul kembali. Akhirnya, saya tidak jadi menarik diri,” kenang RD Yosdo.
RD Yosdo ditahbiskan di Waiwerang, 16 September 1997 oleh Mgr. Darius Nggawa SVD. Hampir seluruh karya pastoralnya dijalankan di Sesado. Tahun 1997 – 2000, Yubilaris menjadi pembina dan pengajar di Seminari Menengah San Dominggo Hokeng.
Tahun 2000 – 2003 menjadi Pastor Rekan di Paroki St. Josef – Keuskupan Agung Wina, Austria. Dan, tahun 2004 hingga sekarang kembali menjadi pembina dan pengajar di Seminari Menengah San Dominggo Hokeng.
“Terlena dalam pelayanan imamat tak terasa saya sudah hidup selama 25 tahun sebagai imam. Sebagian besar hidup imamatku saya abdikan untuk alma mater Seminari San Dominggo Hokeng. Setiap hari bergaul dengan anak-anak seminari sehingga penampilan lahiriahku pun “masih seperti anak-anak”. Canda tawa, baku olok, marah, baku bully, teror-meneror sudah biasa terjadi di antara kami baik di asrama maupun di sekolah. Tapi semuanya itu menyenangkan meskipun terkadang ada rasa sakit hati sedikit kalau mereka punya nilai di sekolah sangat jelek. Saya begitu mencintai Seminari Hokeng sampai-sampai saya sulit “move on” dari tempat ini. Dalam masa liburan pun saya jarang ke kampung sehingga ada teman imam yang katakan bahwa saya sebagai “penjaga seminari” atau “ikon seminari”. Mungkin juga nantinya sebagai penjaga kubur Sesado,” kenang RD Yosdo yang pernah mengenyam pendidikan awalnya di Holy Trinity Primary School, Tawau/Sabah sekitar tahun 1974.
Bagi RD Yosdo yang pernah mengikuti kursus Bahasa Jerman di Internationales Kulturinstitur (IKI) Wina – Austria (2000 – 2003) dan kursus Bahasa Latin di Yogyakarta (Juli 2018), Tuhan telah memberikan tempat yang cocok baginya untuk hidup dan berkarya di Sesado dengan segala suka dukanya. “Saya merasakan bahwa Tuhan memberikan tempat yang cocok untuk saya hidup dan berkarya di Seminari Hokeng. Ketika masih sebagai imam muda saya banyak belajar teladan hidup imamat dari para pastor senior mantan pembinaku dulu. Saya mencintai pekerjaanku sehingga menjalaninya dengan senang hati. Karena kerja dengan sukacita sehingga saya tidak pernah dapat penyakit berat. Saya tidak perlu kuatir akan makanan dan minuman, pakaian dan tempat tinggal karena Tuhan sudah menyiapkan itu lewat orang-orang baik di sini. Saya juga tidak perlu kuatir kalau banyak anak seminari yang tidak jadi imam. Yang penting mereka jadi orang baik dan berguna bagi Gereja dan masyarakat/negara (pro ecclesia et patria). Bagi mereka yang jadi imam, itu luar biasa karena mereka yang nantinya akan menggantikan posisi kami di saat kami sudah tua, tak berguna dan mati. Selama hidup sebagai imam dan bekerja untuk kemuliaan Tuhan dan kebaikan sesama, maka saya tidak perlu kuatir akan hidupku selanjutnya. Saya percaya Tuhan tidak akan membiarkan saya hidup merana karena mengalami banyak kekurangan. Tuhan akan menutupi semua kekurangan itu pada waktunya,” tulis RD Yosdo.
Dari seluruh narasi perjalanan imamatnya, RD Yosdo selalu percaya akan kata-kata Yesus, “Janganlah kuatir akan hidupmu, …” (Mat 6, 25). Kata-kata Sang Gembala Agung inilah yang beliau pilih sebagai moto syukur perak imamatnya.
Sesado Hokeng mengemas perayaan dies natalisnya berbarengan dengan perayaan perak imamat RD Yosdo dan pancawindu imamat Mgr. Fransiskus Kopong Kung, Pr, Uskup Keuskupan Larantuka. Keuskupan Larantuka telah menyelenggarakan pancawindu imamat Mgr Frans di Gereja Katedral Reinha Rosari Larantuka, 30 Juni 2022 yang lalu. Kali ini Sesado secara khusus merayakannya kembali di saat dies natalisnya.
Di gerbang ‘Rumah Rahim Kehidupan’ Sesado Hokeng, Minggu (14/08/2022), Mgr Frans dan RD Yosdo dijemput para pastor, biarawan-biarawati, warga Sesado dan warga masyarakat sekitar Hokeng bagai ‘panglima yang baru pulang dari medan pertempuran’ karena telah memenangkan ‘pertempuran kehidupan’. Para seminaris membentuk pagar betis dan pasukan seminaris asal Adonara mengantar kedua yubilaris menuju Kapela Agung Sesado dengan tarian Hedung. Di kapel ini, RD Petrus Ece Muda memimpin vesper (pujian senja) yang dihadiri Mgr Frans, para pastor pembina, biarawan-biarawati, para guru, para seminaris, komite SMAS Sesado dan para undangan.
Senin, 15 Agustus 2022, di hari lahir Sesado Hokeng, Mgr Frans dan RD Yosdo merayakan ekaristi syukur dan kenangan ini bersama seluruh komunitas Sesado, para biarawan-biarawati dan segenap umat Katolik di seputar lingkungan Sesado.***
Luar biasa romo.semoga Tuhan selalu membimbing setiap langka hidup Romo.
Selamat merayakan Pesta Perak, Romo. Terima kasih sudah pernah menjadi guru terbaik bagi kami.
Selamat merayakan Perak Imamat ya Romo. Semoga selalu Setia pada Dia yang telah memanggil, diberikan kesehatan dan kebahagiaan 🙏🙏🙏🙏