Aksinews.id/Lewolein – Kepala Desa Dikesare, Fransisko Raing menyampaikan terima kasih atas kontrol yang dilakukan sejumlah komponen warganya terhadap kepemimpinannya selama ini. Namun ia menyesalkan sikap dan tindakan oknum anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dikesare yang sama sekali tidak mencerminkan upaya mewujudkan demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Sehingga ia minta kepada Penjabat Bupati Lembata, Paskalis Ola Tapobali agar memberhentikan anggota BPD Dikesare tersebut.
“Pertama-tama saya sebagai Kades mengucapkan limpah terima kasih kepada semua pihak yang sudah secara peduli terhadap Lewotana ini dengan mengangkat beberapa persoalan desa yang akhir-akhir ini diperdebatkan. Namun saya menyayangkan ada oknum anggota BPD yang tidak menjalankan tugasnya sebagai elemen pemerintahan desa, tapi malah mengambil langkah-langkah politik dalam merongrong pemerintah desa yang saya pimpin. Saya harapkan agar pak penjabat bupati dapat mengambil sikap tegas dengan memberhentikan anggota BPD Dikesare ini,” ungkap Fransisko Raing, yang akrab disapa Sisko Making ini kepada aksinews.id, Kamis (6/6/2024).
Dia mengaku sama sekali tidak gentar dengan laporan yang dibuat BPD dan komponen masyarakatnya kepada aparat penegak hukum (APH). “Apakah ada temuan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dari inspektorat atau BPKP dalam pelaksanaan APBDes selama masa pemerintahan saya? Jangan-jangan ini BPD hanya mengada-ada saja,” ujar Sisko Making, getir.
Dia mengaku selalu menyerahkan dokumen APBDes setiap tahun kepada BPD setelah ditetapkan. “Saya tidak pernah sembunyikan APBDes dari BPD. Semua terbuka. BPD tinggal melakukan pengawasan atas pelaksanaan APBDes. Bukan pigi cek harga-harga barang seolah-olah mereka menjadi auditor inspektorat. Kami sama-sama menetapkan APBDes setiap tahunnya. Apakah ada belanja yang tidak sesuai APBDes? Apakah ada harga yang melampaui APBDes? Yang benar saja,” tegasnya.
Dia menyarankan BPD Dikesare agar membaca dan memahami Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 110 Tahun 2016 Tentang Badan Permusyawaratan Desa secara baik dan benar. “Terutama terkait ketentuan pada pasal 49,” tandasnya.
Berikut bunyi Pasal 49 Permendagri 110 Tahun 2016 :
(1) BPD melakukan evaluasi LKPPD paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak LKPPD diterima.
(2) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) BPD dapat:
a. membuat catatan tentang kinerja Kepala Desa;
b. meminta keterangan atau informasi;
c. menyatakan pendapat; dan
d. memberi masukan untuk penyiapan bahan musyawarah Desa.
(3) Dalam hal Kepala Desa tidak memenuhi permintaan BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, BPD tetap melanjutkan proses penyelesaian evaluasi LKPPD dengan memberikan catatan kinerja Kepala Desa.
(4) Evaluasi LKPPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bagian dari laporan kinerja BPD.
”Bagaimana mungkin dua bulan setelah Laporan Keterangan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa atau LKPPD saya sampaikan baru BPD minta tanggapi evaluasi mereka. Yang benar saja,” tegasnya.
Sisko Making menduga ada oknum tertentu yang sedang membangun konspirasi busuk untuk merongrong kewibawaan pemerintah desanya. Sebab, dia mengaku sejak dilantik menjadi kepala desa Dikesare, sudah ditemukan adanya kepincangan. “Saya menerima jabatan kades ini tanpa memori jabatan. Map yang saya terima malah berisi dokumen desa lain. Dan, hal ini sudah saya sampaikan kepada BPD tapi tidak ada langkah yang jelas,” tegasnya.
Dia balik menantang komponen masyarakat yang menamakan diri Aliansi Peduli Lewotana (Pelita) Lewolein Lama Bera Tanah Bera Ole Lolon Desa Dikesare, Kecamatan Lebatukan, untuk membongkar dugaan korupsi yang terjadi di desa yang dipimpinnya. “Tidak usah susah-susah mencari-cari penyelewengan keuangan desa kita. Ini sudah ada temuan APIP Inspektorat Kabupaten Lembata yang totalnya bernilai ratusan juta dan sedang dalam proses pengembalian, tapi masih tersisa puluhan juta yang belum disetor kembali. Mari kita sama-sama ke Kntor Inspektorat untuk mengecek, siapa yang bertanggungjawab atas semua uang yang jadi temuan APIP itu,” tantang Sisko Making.
Selain itu, sambung mantan aktivis Lembata ini, masih ada tagihan yang harus dibayarkan kembali oleh oknum-oknum yang diduga berada di balik upaya merongrong pemerintah desanya ini. “Ada tagihan pihak Perpajakan Negara atas tunggakan pembayaran pajak desa sejak tahun anggaran 2019 sampai 2021 senilai Rp 70.619.543. Ini juga sedang dicicil,” jelasnya.
Parahnya lagi, papar Sisko Making, saldo kas desa dilaporkan sebesar Rp 40-an juta. “Tapi, saat saya minta bendahara mencairkan dananya, ternyata saldo bank hanya tersisa Rp 4 juta. Apa yang sudah dilakukan BPD dan Pelita terhadap semua ini?” ungkap Sisko Making, miris.
Dia kembali meminta penjabat bupati Lembata agar memberhentikan anggota BPD, terutama Stefanus E. Nuba Purek. “Bagaimana mungkin dia anggota BPD, bukannya menjalankan perannya sebagai mitra pemerintah desa malah menjadi sekretaris kelompok masyarakat untuk merongrong pemerintah desa. Ini kan pelanggaran terhadap etika jabatan sebagai anggota BPD,” tandasnya.
Sisko Making juga meminta BPD dan Pelita untuk mendesak inpektorat melakukan audit keuangan desa periode 2016-2021. Ya, “Saya minta periode sebelum masa jabatan saya itu diaudit dulu, sebelum melakukan audir terhadap kepemimpinan saya. Jangan karena mau merongrong pemerintahan saya, sehingga mendorong inspektorat untuk mengaudit kami. Saya yakin inspektorat juga tidak akan gegabah mengambil langkah. Saya berharap inspektorat melakukan audit enam tahun sebelum kepemimpinan saya, sehingga bisa terang benderang semua masalah menyangkut kondisi keuangan desa Dikesare. Jangan sampe gatal di pantat tapi garuk di perut karena itu sangat konyol,” ujar Sisko, sinis. (AN-01)