Aksinews.id/Lewoleba – Anak-anak Lembata, NTT, kembali mengukir prestasi internasional di bidang perfilman. Film Dokumenter ‘Hope – Strive from Climate Strike’ yang disutradarai Yoris Wutun dan diproduseri Alfred Ike Wurin berhasil meraih juara 1 dalam University of Toronto Sustainability Film Festival (UTSFF) 2023, Kanada.
Para crew yang terlibat dalam pembuatan film dokumenter ini, antara lain Executive Producer: Maryam & Nivaal Rehman, Producer: Alfred Ike Wurin, Line Producer: Ricko Blues, Director: Yoris Wutun, Main Camera: Yoris Wutun, Drone Camera 1: Alfred Ike Wurin, Drone Camera 2 : Mister Tuukka, Script Writer: Yoris Wutun, Voice Over: Yoris Wutun, Vocal Song: Felly Kamalera, Offline Editor: Yoris Wutun, Online Editor: Yoris Wutun, Poster Design: Alfred Ike Wurin, Sourceperson Maralunga: Bernardus Butu dan Andri Atagoran.

Hampir semua crew adalah anak muda Lembata yang selama ini memang aktif dalam berbagai aktivitas sosial dan gerakan peduli lingkungan. Hanya ada juga personil Mr. Tukka seorang relawan Taman Daun berkebangsaan Finlandia yang terlibat dalam pembuatan film dokumenter ini.
“Film ini bercerita tentang dampak bencana iklim siklon topis seroja di Lembata dan Adonara pada penduduk lokal dan dunia pendidikan,” jelas Yoris Wutun, yang sempat mempresentasekan dampak badai Seroja dalam pertemuan Internasional di Swiss, belum lama ini.
Dijelaskan, UTSFF adalah Festival Film Internasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran publik atas Pembangunan Berkelanjutan PBB (UN Sustainable Development Goals) di kampus melalui film. Festival film ini diselenggarakan oleh MNR Foundation bekerja sama dengan University of Toronto.
Penyelenggara berhasil menghimpun puluhan film dari berbagai negara, sementara 10 film terbaik telah ditayangkan pada malam penghargaan (awarding night) yang dilaksanakan pada Jumat, 31 Maret 2023 pukul 16:00-19:00 waktu Toronto.
Para filmmakers yang filmnya masuk nominasi resmi (official nomination) juga disertakan untuk berbagi tentang film yang dibuat bersama mahasiswa Universitas Toronto dan partner. Pada akhir acara, panitia mengumumkan kejuaraan berdasarkan voting. Selanjutnya, film-film yang masuk nominasi resmi akan ditayangkan dan didiskusikan dalam festival film selama 1 minggu di Toronto.
Menurut Yoris Wutun, mulanya mereka tidak membuat film untuk mengikuti festival itu. Ya, “Awalnya, kami, saya dan teman-teman tidak membuat film ini untuk tujuan festival. Kami memiliki dokumentasi terkait badai siklon seroja dan beberapa kegiatan komunitas pendidikan di Lembata dan Adonara. Dalam perjalanan, saya menemukan informasi terkait festival film ini yang mensyaratkan adanya 3 isu SDGs dalam film. Kami kemudian menghadirkan ketiga isu itu dalam sebuah film untuk diikutertakan dalam kompetisi. Ketiga isu itu adalah Quality Education/SDG’S No. 4); Climate Action/SDG’s No. 13; dan Partenrship for the Goals/SDG’s No. 17),” jelasnya.
“Terkait Climate Action kami menyoroti dampak perubahan iklim yang menjadi penyebab bencana siklon tropis seroja di NTT pada April 2021 serta bencana lainnya sebagai akibat dari perubahan iklim dan dampak turunannya seperti bencana kekeringan, gagal panen, perpindahan paksa penduduk, dan perubahan mata pencaharian,” papar Yoris Wutun.
Yoris Wutun dan timnya juga menyoroti realitas pendidikan sekolah dasar yang sangat memprihatinkan pasca badai seroja. Ya, “Terkait pendidikan, kami menyoroti situasi pendidikan darurat serta kondisi belajar yang dialami SDK 1 Lewotolok akibat bencana siklon seroja,” jelas dia.
“Terkait Partenrship for the Goals kami menampilkan gerakan komunitas yang diprakarsai generasi muda melalui Pustaka Bambu, sebuah komunitas pendidikan alterantif, literasi, dan lingkungan yang berbasis di Horowura, Adonara Tengah,” papar Yoris Wutun, mengenai komunitas yang diprakarsai pendiriannya oleh Andri Atagoran itu.(AN-01)