Oleh: Maharrucha Zakka
Kepala Seksi Supervisi Proses Bisnis Bidang Supervisi KPPN dan Kepatuhan Internal
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN) berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu jabatan pimpinan tinggi, jabatan administrasi, dan jabatan fungsional.
Jabatan Pimpinan Tinggi adalah sekelompok jabatan tertinggi pada instansi dan perwakilan yang terdiri dari pejabat struktural tertinggi, staf ahli, analis kebijakan, dan pejabat lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Jabatan struktural adalah jabatan yang terdapat pada struktur organisasi. Sedangkan Jabatan fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional berdasarkan pada keahlian tertentu.
Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, jabatan struktural dan fungsional termasuk pada jabatan karier. Kedua jabatan ini yang hanya dapat diduduki Pegawai Negeri Sipil (PNS) setelah memenuhi syarat yang ditentukan.
Seiring dengan keinginan Presiden Joko Widodo dalam usaha mewujudkan pemerintahan yang smart, ramping, dapat memangkas birokrasi, maka pemerintah berusaha menciptakan birokrasi yang lebih dinamis dan profesional, serta peningkatan efektifitas dan efisiensi kinerja pelayanan pemerintah kepada publik. Salah satu caranya dengan pengalihan jabatan struktural ke fungsional karena ketika memasuki era digitalisasi, jabatan fungsional juga dipercaya dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman karena sifatnya yang mandiri dan lincah. Terlebih pola kerja jabatan fungsional yang erat kaitannya dengan era digitalisasi melalui sistem flexible working arrangement dengan regulasi proses bisnis yang sederhana.
Jabatan fungsional merupakan jabatan yang mengutamakan keahlian dan kompetensi teknis, sehingga bisa menjadi alternatif pilihan bagi pegawai yang berminat untuk mendalami dan mengasah keahlian dan kompetensi di satu bidang tertentu. Melalui jabatan fungsional, pegawai juga mempunyai kesempatan untuk mengimplementasikan passion, keahlian dan kompetensi yang telah dimiliki. Secara tidak langsung jabatan fungsional ini menawarkan kepuasan kerja bagi pegawai yang memang memiliki passion terhadap bidang pekerjaan tertentu.
Hal ini juga selaras dengan kebijakan yang dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan (Ditjen Perbendaharaan) dalam mengembangkan SDM pengelola Keuangan APBN. Kementerian Keuangan telah membangun standardisasi dan penilaian kompetensi, pemeliharaan kompetensi, kemudian mengembangkan SDM berkompeten tersebut dalam suatu profesi pengembangan karir melalui Jabatan Fungsional di Bidang Perbendaharaan.
Terdapat beberapa kondisi yang melatarbelakangi pembentukan jabatan fungsional tersebut antara lain kondisi Pengelolaan Keuangan yang masih dapat dilaksanakan lebih optimal untuk men-delivery output secara optimal untuk kemakmuran rakyat, adanya temuan BPK yang menunjukkan masih perlunya perbaikan kualitas pengelola keuangan, serta pembentukan jabatan fungsional tersebut merupakan pengejawantahan dari Amanat UU 1 Tahun 2004 dan PP 45 Tahun 2013 bahwa Menteri Keuangan selaku BUN melakukan pembinaan dan pengembangan kompetensi bagi pengelola Keuangan.
Untuk wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Prov. NTT), saat ini terdapat lebih dari 500an satuan kerja (satker) yang mengelola keuangan negara (APBN). Jumlah yang begitu banyak berbanding lurus pula dengan jumlah pengelola keuangannya. Dengan kondisi geografis Prov. NTT terdiri atas 23 pemerintahan Kota dan Kabupaten yang tersebar di pulau-pulau memberikan tantangan yang besar terhadap Jabatan Fungsional dan sertifikasi. Hal tersebut dikarenakan banyaknya jumlah satker serta penyebaran letaknya di pulau-pulau meskipun sebagian besar terkonsentrasi di 3 pulau besar, yaitu Pulau Timor, Pulau Flores dan Pulau Sumba.
Tantangan besar lainnya ialah pengimplementasian sertifikasi dan jabatan fungsional pada pemerintah daerah sampai dengan sekarang belum dapat dilaksanakan. Hal tersebut terjadi mengingat tata kelola pemerintahan daerah merupakan wilayah koordinasi Kementerian Dalam Negeri.
Proses pengembangan kompetensi SDM pengelola keuangan APBN yang dilaksanakan oleh Ditjen Perbendaharaan, telah melalui proses yang cukup panjang, mulai dari standardisasi dan sertifikasi Bendahara, standardisasi dan penilaian kompetensi bagi PPK dan PPSPM, sampai pada implementasi jabatan fungsional bidang perbendaharaan pada Kementerian/Lembaga (K/L).
Dalam pelaksanaan implementasi Jabatan Fungsional Bidang Perbendaharaan, Ditjen Perbendaharaan merupakan Instansi Pembina yang dalam pelaksanaannya melibatkan Kanwil/KPPN sebagai Instansi Pembina di Daerah. Implementasi Jabatan Fungsional di bidang Perbendaharaan, yaitu Pranata Keuangan APBN (PK APBN) dan Analis Pengelolaan Keuangan APBN (APK APBN) yang bertujuan untuk pembangunan SDM yang unggul dan penyederhanaan birokrasi.
Ditjen Perbendaharaan dalam mengawal proses pelaksanaan anggaran dan pertanggungjawaban APBN perlu memastikan Anggaran dikelola SDM yang berkualitas melalui Standardisasi Kompetensi. DJPb sebagai Unit Penyelenggara Sertifikasi bekerja sama dengan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK).
Bersama dengan BPPK, Ditjen Perbendaharaan telah merancang desain pengembangan kompetensi pelatihan melalui pelatihan fungsional pembentukan Digital Learning Jabatan Fungsional Pengelola Keuangan Negara. Selain itu, juga terdapat berbagai program pelatihan, seperti pelatihan open access, pelatihan teknis pengelolaan keuangan, dan pelatihan penyegaran yang disediakan oleh Kemenkeu Learning Centre (KLC) telah banyak membantu pemeliharaan kompetensi pejabat fungsional yang dilakukan secara berkesinambungan.
Berdasarkan data SIMASPATEN dan E-Jafung pengelola Keuangan pada satker sampai dengan Oktober 2022 terdata sebanyak + 2.200an pengelola keuangan yang sebagian dirangkap pejabat struktural dan pejabat fungsional tertentu lainnya. Sedangkan jabatan fungsional untuk PK APBN dan APK APBN terdata “baru” sebanyak 70an pejabat fungsional untuk seluruh wilayah Provinsi NTT.
Dengan segala kondisi tersebut, Jabatan Fungsional Bidang Perbendaharaan diharapkan untuk hadir menjadi problem solver atas berbagai tantangan dalam pelaksanaan pengelolaan APBN saat ini serta harus mempunyai kompetensi tidak hanya pada administrative skill namun juga penguatan di bidang analisis data (analytical thinking) dan pemberian rekomendasi (policy recommendation) pengelolaan keuangan. Sehingga kedepannya pengelolaan APBN dapat dilaksanakan secara professional, terbuka, dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.***