Aksinews.id/Larantuka – Uang jasa pelayanan medis dari klaim RSUD dr. Hendrikus Fernandez Tahun Anggaran 2021 senilai Rp 5,6 miliar, atau 40% dari total kucuran dana dari Kemenkes RI, yang tidak dibayarkan, terus menuai kecaman. Setelah Lembaga Komando Pemberantasan Korupsi (LKPK), kini giliran Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GERTAK) Flores-Lembata pimpinan Kanisius Ratu Soge.
Jumat (11/11/2022), GERTAK melancarkan aksi unjukrasa. Mereka bergerak dari Taman Kota Larantuka, dan mendatangi beberapa kantor yang dinilai menjadi markas para pengambil kebijakan di Flores Timur, baik lembaga pemerintahan maupun penegak hukum. Kantor yang didatangi untuk berunjukrasa adalah kantor DPRD Flores Timur, Markas Polres Flores Timur, kantor Bupati Flores Timur, dan terakhir, kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Flores Timur. Aksi mereka ini menjadi tontonan masyarakat.
Adapun beberapa poster yang yang dibentangkan dalam aksi GERTAK. Tulisan di poster itu antara lain, “Kejari Flotim: Tangkap dan Adili Koruptor Kasus Dugaan Dana Hibah Untuk Orang Muda Rp 10 Miliar”, “Nakes VS Pejabat”, “Kukira Kejari Keras Ternyata Kertas”, “Katanya DPRD Itu Komit Ternyata Comika”, “DPRD itu Corong Rakyat Bukan Meriam Bambu”, “Kejari Flotim: Tangkap dan Adili Koruptor Proyek Penjarahan Mente TA 2018, 2020, 700 Ha. LHP Irda 100 Ha. Kerugian kurang lebih Rp 200 Juta.”
Tak cuma menggelar poster dan spanduk dengan tulisan-tulisan yang mempertanyakan atau mempersoalkan berbagai masalah. GERTAK juga menggelar aksi mimbar bebas. Dengan alat pengeras suara yang dimuat mobil pick up, para orator GERTAK menyuarakan aspirasi mereka.
Koordinator Umum GERTAK, Kanisius Ratu Soge dalam orasinya mengecam kepemimpinan Penjabat Bupati Flores Timur, Drs. Doris Alexander Rihi, MSi. Dia menilai, Penjabat Bupati Flores Timur sombong dengan mengabaikan hak para Nakes di RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka.
Kucuran dana dari Kemenkes RI senilai Rp 14,1 miliar lebih sebagai pembayaran klaim pelayanan rumah sakit, malah “disikat” untuk membiayai kegiatan yang taka dan sangkut pautnya dengan rumah sakit. Bahkan, menurut dia, dialokasikan juga untuk biaya perjalanan dinas pimpinan dan anggota DPRD Flores Timur sebesar Rp 2,4 miliar.
Menurut dia, kekisruhan di Flores Timur terjadi atas andil Penjabat dan DPRD setempat. Ya, “Penjabat dan DPRD Flores Timur kasih rusak Flores Timur. DPRD berani tidak? Kasih (kembali) Rp 2,4 Miliar hak Nakes yang dipakai DPRD untuk perjalanan dinas. Berani tidak?” teriak Kanis Soge, dari atas mobil pick up.
Lebih lanjut, Kanis Soge mengungkapkan bahwa kehadiran mereka di gedung Dewan hanya mau menuntut komitmen DPRD Flores Timur guna mengembalikan Rp 2,4 Miliar dari sumber klaim jasa pelayanan rumah sakit. Sebab, yang lebih berhak menerima uang itu adalah para Nakes RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka. Tapi dipakai pimpinan dan anggota DPRD dalam bentuk perjalanan dinas. “Berani tidak uang itu kasih ke Nakes? Itu tuntutan kami,” kata Kanis Soge.
Selain Kanis Soge, Sekertaris LMND, Riki Adu juga ikut berorasi. Dia menduga adanya ‘perselingkuhan’ relasi kekuasaan eksekutif dan yudikatif.
“Kami menuntut apa yang menjadi hak dari masyarakat itu sendiri. Representasi bapak ini bukan sekadar etis. Tetapi itu esensi sebagai jabatan publik. Bicara tentang pahlawan, nakes itu pahlawan kita,” tandasnya.
Ia mengatakan, korupsi itu adalah extra ordinary crime. Ini kejahatan manusia sangat luar biasa.
“Kami menduga ada penyelewengan. Karena itu, kami meminta agar bapak ibu untuk berdiskusi bersama kami,” ungkapnya.
Sebelumnya, LKPK melakukan audensi dengan gabungan komisi DPRD Flores Timur. Walau sempat diwarnai ketegangan, toh DPRD Flores Timur sepakat untuk membayar jasa para Nakes. Itu juga sesuai dengan hasil konsultasi DPRD Flores Timur ke Kementerian Kesehatan RI. Dewan berjanji untuk memperjuangkan alokasi anggaran Rp 5,6 miliar bagi para Nakes pada tahun anggaran 2023 mendatang. (AN-02/AN-01)